Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

BTP dari Ahok, Buah Pertobatan

26 Januari 2019   09:56 Diperbarui: 26 Januari 2019   10:10 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sikap bertanggung jawab. Pertanggungjawaban atas perilaku yang dinilai publik buruk. Belum tentu bahwa ia memang buruk secara hakiki, namun ketika peradilan sebagai representasi publik menyatakan itu salah, ya ikuti, bukan malah merasa diperlakukan secara tidak adil. 

Memang ini dunia tidak akan bisa adil sebagaimana dharapkan. Menemukan banyak pembelaan dan bukti, namun ketika persidangan menyatakan lain, ya taati, dan itulah kualitas.

Sangat berbeda dengan pelaku-pelaku lain, baik yang sudah divonis, tersangka, ataupun terdakwa, di mana banyak alasan dan fakta, toh masih berupaya mengingkari itu. mencari-cari kesalahan orang lain, bahkan malah menuduh pemerintah dan perangkat sebagai pelaku ketidakadilan. Siapa mereka? Bisa dilihat sendiri, tidak perlu dijelaskan lebih panjang dan lebar lagi.

Pertobatan itu menatap ke depan. Masa lalu adalah bagian yang sudah lewat, bukan untuk diratapi, namun menjadi bahan evaluasi dan perbaikan ke depan agar makin baik dan lebih bijaksana. Ini menjadi penting sehingga hidup itu berjalan bukan hanya mengutuk pihak-pihak yang berseberangan.

Perubahan sudah diambil BTP dengan enggan menggunakan kebesaran masa lalunya. Namun perlu hati-hati, eforia pendukung garis kerasnya bisa menjadi batu sandungan yang tidak mudah ia hadapi, jika tidak hati-hati. Dukungan menjadi ini dan itu perlu dipertimbangkan baik buruknya bagi semua pihak. Bener tapi ora pener, benar tetapi tidak tepat bisa menjadi masalah.

Orang-orang geram dengan PSSI yang begitu-begitu saja. Harapan besar diberikan kepada BTP karena reputasinya dulu yang keras, tegas, dan tidak kenal kompromi. Baik rekam jejak memberikan bukti dan fakta, namun ingat di Jakarta pun perubahan yang dulunya diagung-agungkan, ketika jatuh toh diinjak-injak juga. Artinya, jangan sampai karena keinginan memperbaiki namun  malah menimbulkan masalah karena resistensi dari organisasi yang bobrok malah rugi semuanya.

Perubahan itu hanya sang waktu yang bisa memberikan jawaban dan bukti, dan ketika dorongan atas nama perbaikan, ingat ini juga bagus, baik, dan mulia, termasuk kejaksaan, KPK, BPK, dan lembaga lain, jangan malah menjadikan bumerang bagi berbagai pihak. Mengalah untuk menang yang sudah dicapai, jangan malah dinodai karena melihat kegelisahan yang lain yang belum tentu bisa diatasi sendirian. Malah menjadi masalah yang tidak elok.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun