Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

BTP dari Ahok, Buah Pertobatan

26 Januari 2019   09:56 Diperbarui: 26 Januari 2019   10:10 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebelum bebas dari penjara, ada sebuah kesempatan untuk keluar, namun memilih membuat surat. Surat hasil permenungan yang baik dan mendalam bak retret pribadi. Bagus sebagai pencapaian spirtualitas pribadi. 

Saatnya membuktikan apakah yang ditulis itu bisa dilakukan di luar penjara, itu tantangan terbesarnya. Eforia para pendukungnya bisa menjadi batu sandungan awal jika lupa hasil permenungannya.

Seumpama orang naik gunung, ketika di puncak bahagia amat sangat karena dekat Yang Kuasa, melihat hamparan luas di bawahnya, lupa capek dan kesulitan, serta tantangan yang ada. Nah ketika sudah turun itu yang real, faktual, dan kenyataan, apa masih bisa sama seperti ketika di puncak, rasa syukur itu.

Ahok ke BTP. Ini wujud paling mudah dan artifisial, sebutan yang bisa saja sangat menyakitkan awalnya bagi Ahok, ingin dijadikan masa lalu yang dikubur bersama penjara. Dulu, masuk ke biara, atau seminari, wajib hukumnya ganti nama sebagai sebuah simbol manusia baru yang terlahir. 

Itu dulu ketika masih menilai hal itu esensial. Kini tidak lagi. Perubahan nama panggilan ini hanyalah sebuah simbol dan lambang menuju manusia baru. Cukup bagus, meskipun bukan yang esensial.

Dalam suratnya ia mengatakan bersyukur bahwa ia kalah, sehingga tidak menimbulkan banyak orang yang sakit hati, dan secara tidak langsung juga membuatnya makin sombong dan arogan. Penemuan mendalam atas perilaku lamanya.

Tetapi ini juga cukup baik bagi  hidup bersama, bagaimana penjara bukan malah menjadi sekolah kriminal lebih tinggi. Pameo selama ini kan copet, jambret, dan maling ayam, keluar dari penjara naik kelas menjadi rampok dan kainnya. Toh itu dibuktikan dengan perilaku ugal-ugalan koruptor yang main suap, kamar mewah, dan seterusnya.

Ada harapan bahwa penjara bisa mengubah pribadi, tinggal bagaimana jajaran Kemenhum HAM melaksanakan itu semua. Semua bisa asal mau. Konteks BTP ini adalah capaian pribadi, toh bisa dilakukan dengan yang lainnya. Jangan malah seperti di Solo kemarin, bentrok karena jelas memberikan bukti lemahnya LP sebagai sarana pemasyarakatan dan pembinaan.

Buah pertobatan dan perubahan itu jelas hak prerogatif Tuhan yang bisa dan mampu menilai, namun toh rekam jejak menuju kepada pribadi yang lebih baik tentunya juga bisa menjadi sarana menakar seberapa perubahan itu terjadi dalam hidup hariannya.

Ada kog di penjara puluhan tahun masih saja merasa benar dan tidak ada perubahan sikap sama sekali. Padahal jika melihat rekam jejak dan labelnya sebagai pegiat rohani bisa menjadi sarana mendekatkan diri pada Tuhan secara total. Kembali pada sikap batin masing-masing bukan? 

Pertobatan itu perubahan radikal atas sikapnya. Bagaimana yang dulunya suka kekerasan menjadi lebih lembut,  yang arogan menjadi lebih tenang dan rendah hati. Penjara itu idealnya seperti itu, bukan malah maling ayam jadi maling rumah mewah karena mendapatkan teman dan guru.  Ini juga perubahan, namun ke arah negatif yang lebih parah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun