Dampak bagi hidup pribadi dan partner. Bagaimana hidup pribadi atau mau berbagi dengan pasangan. Jika hanya penuh dengan drama, baik kepalsuan atau malah kekerasan, mengapa tidak sendirian saja? Sering karena semua orang melakukan jadi ikut-ikutan.Â
Menikah itu bukan karena banyaknya orang melakukan. Coba bayangkan hanya karena pengin seperti orang lain, namun berkelahi terus, atau menyengsarakan anak sendiri, apa ya pantes?
Ada pula ketakutan masa tua. Beberapa rekan bertanya bagaimana nanti tuanya. Lha burung pipit itu sekecil itu pun bisa hidup, mengapa khawatir. Lha memang pasangan dan anak-anak hanya dipakai untuk merawat? Ini kan kurang ajar. Hidup berkeluarga bukan sesederhana dan sepele itu. Bisa juga tidak sampai tua hidupnya, Â dan harapan saya begitu, ha..ha...capek.
Memutuskan menikah atau melajang juga jangan kelamaan. Mengapa? Jika menikah sudah lebih dari usia 40 banyak kasihannya daripada baiknya. Pilihan terbatas, ini sih becanda. Seriusnya, kalau memiliki anak, kualitas badan dan intelektualitasnya sudah tidak baik lagi. Kasihan bukan, dan lagi-lagi soal pengabaian generasi berikut.
Satu lagi yang penting dan mendasar, jangan sampai melajang demi enggan bertanggung jawab. Ini semprul namanya. Melajang tetapi tetap saja "jajan". Buat apa berbuat demikian? Â Bahaya mengintai selain penyakit menular yang mengerikan, juga kondisi kejiwaan yang akan kering karena hati yang kering.
Memilih melajang, hidupi hidup rohani  dengan jauh lebih baik. Waktu yang ada demi bersama dengan Tuhan dan sesama yang lebih baik dan berkualitas. Ada teman kesusahan dengan mudah bisa hadir dan memberikan dukungan moral.
Mengembangkan hobi, jangan menjadikan hobi sebagai kompensasi atas pilihan melajang, namun mengisi waktu nenjadi lebih bermanfaat. Jika hobi menjadi kompensasi bisa  berabe, karena bisa salah menyikapi sama juga bohong. Hobi sebagai pengembangan diri dengan banyaknya waktu tentu lebih bermanfaat dan bisa mengembangkan diri.
Pilihan melajang yang bisa lebih memperhatikan diri, sesama, dan Tuhan mengapa tidak. Waktu yang ada demi pengembangan diri, masyarakat, dan relasi dengan Tuhan lebih baik. Tentu bukan juga melihat bahwa berkeluarga menghabiskan waktu, namun pilihan lebih tepat dan bermanfaatnya bagi pribadi masing-masing.
Pilihan bebas bukan karena keterpaksaan, dan memaksa diri untuk ini dan itu. Semua tentu mengandung konsekuensi dan itu perlu pertimbangan yang masak dan sesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H