Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Politik Setengah Hati SBY dan Demokrat

18 Januari 2019   09:22 Diperbarui: 18 Januari 2019   10:16 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Semalam debat pertama sudah berlangsung. Hangat, riuh rendah komentar soal itu. hampir semua grup percakapan isinya ngomel-ngomel soal debat. Tahu begitu juga nonton. Sejak awal saya memilih tidak meningikuti. 

Toh media, pun komentar rekan kadang jauh lebih memberikan informasi dan inspirasi. Ada juga media yang bisa membantu jika memang mau melihat secara utuh, dan tidak real time, bisa lebih membantu, bagi saya.

Sisi lain juga cukup memberikan bahan ulasan, namanya politik itu kadang, bahkan lebih sering di balik panggung yang hingar bingar itu hasil paling mendekati kebenaran. 

Bisa saja yang heboh hanya kamuflase di balik meja, balik panggung, dan balik ruang sidang, di mana lobi-lobi itu juga memegang peran penting. Diplomasi dan akhirnya mendapatkan titik temu yang hasilnya jauh berbeda daripada yang terjadi di panggung atau permukaan.

Salah satu yang menarik adalah absennya SBY datang mendampingi capresnya dalam debat. Mengapa menarik? Posisi SBY yang sejak awal cuma pasif, diam saja, dan seolah tidak pernah terlibat secara penuh dalam gelaran pilpres ini. Hanya melibatkan beberapa pengurusnya untuk ikut ribut yang pada dasarnya jauh dari kebiasaan SBY dan Demokrat.

Tanda tangan dukungan pun menyusul dengan kertasnya yang datang bukan SBY datang memberikan tanda tangan dan cap. Ngambeg pas pawai deklarasi damai, yang mengaku tidak mendapatkan perlakuan yang layak sebagai presiden dua periode. 

Tiba-tiba turun dan pulang. Posisi sudah nomer tiga, di belakang para kandidat, lha Mega pun tidak di depannya, kan juga presiden, juga ketum parpol. Apa mau di depan rombongan?  Lha malah seperti pembuka jalan dalam adat perkawinan beberapa budaya lah.

Kemarin, sebelum debat, waktu capresnya melakukan pidato kebangsaan, dalam videl yang sempat viral, tampak SBY yang kebingungan karena "dicuekin" capresnya. Posisi yang bagi SBY adalah sangat tidak patut. Ingat ia presiden dua periode, dan ketum partai yang pernah menang pemilu lho.  

Wajah kecutnya memperlihatkan kekecewaan dan merasa tidak diharapkan. Eh malah enyambut bule yang hingga kini toh belum ada media yang menyatakan siapa bule yang lebih diperlukan oleh koalisi itu daripada SBY.

Dalih yang dinyatakan SBY adalah sikap KPU yang dinilai aneh, padahal KPU mengundang SBY sebagai presiden keenam, mungkin maunya disebut dua periode yang lebih memberikan daya besar bagi egonya ya. Berkali ulang KPU menjadi sasaran dan kecenderung delegitimasi oleh Demokrat. 

Malah jadi tanda tanya,  jangan-jangan dulu menggunakan KPU untuk kepentingan sendiri. Coba bayangkan hanya Demokrat saja yang naik turun bak biang lala itu, dari menengah menjadi jawara dan turun lagi. Layak jika publik bertanya dan apalagi tuduhan ke KPU juga makin masif dan aneh-aneh.

Cukup menjawab ketidakhadiran SBY itu oleh ungkapan Ruhut yang mengaku sebagai anjing penjaga SBY, ia mengatakan SBY setengah hati, bukan main dua kaki. Beberapa alasan memang lebih mendukung ungkapan itu. Ia setengah hati, bagaimana perilaku politiknya, sejak awal sudah ogah-ogahan untuk mengampanyekan dukungannya sendiri.

Beberapa alasan dan fakta yang ada bisa dilihat.

Pileg dan pilpres serempak, tanpa ada kadernya yang berada di dalam posisi strategis tentu mengecewakan SBY dan Demokrat. Tidak heran mereka usil, kisruh, dan berbuat ulah aneh-aneh, hanya agar ikut disebut dan mendapatkan perhatian. Ini juga berkaitan dengan poin berikut.

Pemilu serempak, mau  tidak mau konsentrasi terpecah, nah pilihan realistis jelas harus dipilih. Tidak kaget sejak awal partai ini memilih membebaskan kader bahkan elitnya mendukung Jokowi, padahal koalisi yang berseberangan.

Dua hal itu adalah imbas karena tertolaknya AHY untuk menjadi  bakal calon wakil presiden. Alasan jelas sudah disebut banyak dalam artikel ini. Posisi nyesek jelas sangat membuat galau SBY.

Keharusnya mengusung calon agar bisa ikt kontestasi pilpres 2024, membuat Demokrat mau tidak mau dengan berat hati atau suka rela mendukung salah satu paslon koalisi. Tetapi mengandung risiko sebagai berikut ini.

Mengampanyekan pasangan ini, sama juga memelihara anak macan untuk AHY di 2024. Posisi koalisi 01 jauh lebih kondusif dan menguntungkan bagi keinginan SBY untuk AHY di pilpres mendatang. Kalah apalagi menang membuat AHY makin jauh dari kemungkinan mampu masuk panggung nasional untuk RI1, ataupun RI2.

Membesarkan pesaing jelas bukan hal bagus, dan mau mundur jelas tidak bisa. Main aman ya dengan setengah hati saja. Mendukung iya, tidak berbuat juga iya. Sama juga dijadikan panitia dalam pernikahan mantan ini posisi Demokrat. 

Apalagi mantan mengambil pasangan yang jaug dari lebih kecuali mungkin "kardus"nya yang rela dibagi-bagi. Padahal bukan semata punya kardus, bahkan gudang untuk kardus, namun enggan dan eman bisa saja bukan?

SBY tidak tantrum dan guling-guling lagi kini, tapi model ngambeg, yang duduk diam di pojokan sambil merusak mainnanya. Ini sama-sama buruk, apalagi jika model pendekatan untuk mengatasinya salah. Bisa berabe. 

Ingat SBY ahli strategi, bisa bahaya bagi koalisi 02. Tidak perlu tergesa untuk meminta maaf, biarkan saja dulu, dan nanti ketika sudah reda kecewanya bawakan permen atau coklat yang disukai kan semangat lagi.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun