Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mythomania Politik Pilpres

10 Januari 2019   11:33 Diperbarui: 10 Januari 2019   11:50 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penasaran dengan pola berulang dari salah satu paslon pilpres 2019 yang menggunakan kebohongan, akhirnya coba minta bantuan Simbah Gugle dan dapatlah cukup banyak pengetahuan baru.  Bagaimana tidak penasaran, ketika selalu saja ungkapannya tidak jauh-jauh dari hal yang bohongan, tidak berdasar, dan mekanismenya ya akan selalu sama, klarifikasi, meluruskan, dan kadang jadi emosional, tuntut sana tuntut sini.

Jadi ingat dulu memiliki seorang teman, hampir setiap hari datang ke rumah, apa saja dibicarakan dan ditanyakan, kadang juga berulang, kisah atau pengetahuan yang sama ditanyakan lagi. Berselang waktu ternyata di dalam media sosialnya, baik profil atau kisah-kisah  yang dulu menjadi bahan permbicaraan ternyata dia pakai. Soal kuliah di mana, pengalaman-pengalaman kuliah, dan itu milik saya, bukan apa yang ia alami.

Ketika ditegur orang lain, ia akan marah, emosional, dan merasa temannya itu merendahkannya. Ketika saya luruskan, ia hanya cengegesan, dan mengatakan toh itu dunia maya. Beberapa saat membaik dan ketika teguran itu sudah lupa, ia akan kembali lagi berbuat  seperti semula.

Tante Wikipedia memberikan penjelasan soal  Mythomania itu sebagai kehobongan patologis,  atau pseudologia fantastica, ialah kebiasaan berbohong atau kompulsif. Pembicaraan ini pertama kali dilakukn tahun 1891 oleh Anton Delbrueck.

Latar belakang yang mungkin menjadi penyebab atas perilaku ini adalah kegagalan yang tidak bisa diterima dengan lapang dada. Kegagalan dalam berbagai segi kehidupan bisa menjadi pemicu, keluarga, karir, dan sebagainya. Kegagalan itu wajar sebenarnya namun bagi pribadi tertentu bisa menjadi sebuah akhir dunia. Nah pribadi demikianlah  yang bisa jadi mengalami derita mythomania ini.

Sulit menerima kenyataan bahwa ia gagal itu bisa mempengaruhi keadaan kejiawaannya. Apa yang ia katakan, nyatakan, dan perbuat di bawah kendali bawah sadarnya. Ia tidak sadar bahwa ia berbohong.

Reaksi jika mendapatkan penolakan adalah emosional. Kemarahan, mempertahankan bahwa ia benar dengan kekerasan. Tidak proporsional dengan konfirmasi yang sebenarnya biasa-biasa saja. Hal yang mudah kita temui bukan dalam hidup bersama dan politik kita?

Salah satu ciri yang mudah dilihat adalah membedakan yang khayal dan asli tidak bisa.Hidupnya dikendalikan bawah sadarnya, seperti orang yang mabuk atau tertidur. Menyedihkan bukan ketika ia tidak sadar namun memiliki banyak keinginan dan harapan, apalagi kekuasaan.

Hal ini juga terjadi bagi anak  yang memiliki impian dan gambaran yang berlebihan atas keluarganya. Bagaimana berceritaa bahwa keluarganya kaya raya, memiliki ini dan itu, padahal aslinya tidak. Itu bisa juga terjadi pada orang dewasa. Artinya orang yang sudah tua pun bisa menjadi kanak-kanak karena memang tidak berkembang kemampuan berolah rasa. Bagaimana orang bisa mengidentifikasikan dengan pribadi lain, karena ia merasa tidak nyaman, tidak cukup percaya diri dengan dirinya.

Ciri lain yang biasanya terlihat adalah mereka cenderung pintar menggunakan bahasa verbal, cukup percaya diri sehingga mereka ini berbohong dengan fasih dan orang lain terkesima dengan kemampuannya meyakinkan kebohongannya. Kemampuannya  berkata-kata ini digunakan untuk mengelabui dan digunakan untuk mencapai tujuannya.

Dalam penjelasan Wikipedia, tersebut dinyatakan adanya membesar-besarkan sesuatu. He..he...jadi bukan semata soal kebohongan yang berulang semata, namun juga membesar-besarkan sesuatu. Hal yang sederhana baginya itu adalah sangat luar biasa besarnya. Jelas bagaimana bisa dinilai soal keadaan bangsa ini, secara umum melihat normal secara ekonomi, namun bagi mereka yang mengidap mythomaniac, menilai akan hancur, 99% penduduk terjepit, dan perilaku tidak adil ada di mana-mana.

Petinggi Partai Nazi, sekaligus Menteri Propaganda  dan tangan kanan Adolf Hitler menyatakan, Kebohongan yang dilakukan terus menerus, niscaya akan dipercaya sebagai sebuah kebenaran. Apa yang dinyatakan lebih dari setengah abad lalu, kini kembali menggeliat, dan seolah menjadi gaya baru berpolitik bangsa ini. pernyataan bahwa perlu berulang agar membuat orang bingun  jelas terjadi dan dilakukan oleh sekelompok orang untuk kepentingan mereka.

Alasan bahwa kegagalan masa lalu yang tidak bisa diterima juga memperoleh fakta potensi pembenar. Di mana   ternyata ada pihak-pihak yang mau berdemokrasi namun abai soal menerima kenyataan jika kalah esensi demokrasi itu ya menang atau kalah. Tidak ada demokrasi itu seri atau drawa. Bagaimana pribadi yang tidak siap kalah mau melakoni hidup berdemokrasi? Pantas pilihan mereka adalah tidak ada kamus kalah, lha ini bukan soal kalah menang semata.

Bagus istilah sekjend PDI-P yang mengatakan bahwa kalah dan menang itu ada batasnya, lima tahun, menang atau kalah ya itu yang terjadi. Ini memberikan bukti bahwa demokrasi itu perlu kesadaran. Orang yang tidak sadar, atau bahasanya Antoni de Mello, adalah perlu awareness, kesadaran. Kesadaran berarti tahu dengan baik apa yang ia lakukan termasuk konsekuensinya.

Pelaku mythomania, cenderung tidak memikirkan apa yang akan menjadi risiko, karena mereka hanya mengikuti kehendak, tuntutan untuk memperoleh pengkuan, dalam politik jelas perlu adanya pemilih yang bisa menjembatani atau memenuhi hasrat bahwa ia tidak gagal. Kegagalan yang ada dulu itu bisa tertutupi dengan capaiannya kini.

Kebohongan yang berulang-ulang karena memang perlu hal demikian, agar bisa mendapatkan apa yang sebenarnya ia inginkan. Kebohongan yang satu memerlukan kebohongan yang lain. dan itu lama-lama orang yang melakukan bisa tidak lagi tahu mana yang ia katakan itu benar dan mana yang bohongan.

Faktual yang terjadi oleh salah satu paslon adalah, soal kekerasan bagi perempuan tua yang bernama Ratna Sarumpaet. Ternyata si "korban" ini pun juga pernah berbohong soal keberadaan PT DI. Artinya mereka di dalam lingkaran itu ada kesatuan yang membuat mereka erat bersama di dalam sebuah lingkaran kebohongan.

Keluar masuk pasar dengan komentarnya soal harga yang makin mahal, belanja dengan uang hanya dapat bla...bla...bla... ada pula tempe dan ATM. Jelas itu sebentuk kebohongan, yang berujung penolakan bagi mereka.

Apakah mereka tidak tahu bahwa itu salah? Jelas mereka tahu, dikatakan bahwa para pelaku atau pengidap mythomania ini tahu kog bahwa mereka berbohong, namun mereka perlu itu untuk memenuhi kekosongan jiwanya yang berongga karena masa lalu yang belum sepenuhnya bisa berdamai.

Mereka juga paham dengan baik kemampuan mereka di dalam meyakinkan publik dengan kata-kata dan orasi mereka. Kekuatan ini sayangnya digunakan hanya untuk memenuhi keinginan pribadinya. Orientasi mereka hanya pada pemenuhan atas keinginan diakui, bahwa mereka itu ada, bahwa mereka itu layak menjadi sesuatu.

Nah apakah pribadi yang belum selesai dengan dirinya model demikian yang mau diberi kepercayaaan untuk menjadi pemimpin? Apa yang menjadi fokus adalah dirinya. Pribadi yang masih haus pengakuan dan cinta diri berlebihan demikian, apa layak?

Kekerasan juga sangat mungkin terjadi, dilihat dari bagaimana pribadi pengidap mythomania, ketika tersenggol apa yang paling mereka inginkan. Seperti bisul yang tersenggol, reaksinya bisa sangat berbahaya. Jadi sangat mungkin kekerasan bisa terjadi jika pemimpin model demikian mendapatkan kritik yang tidak disukai.

Apa iya negeri sebesar ini dipercayakan pada pemimpin yang masih belum usai dengan dirinya demikian?

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun