Akhir tahun 2015 bangsa ini dihebohkan dengan megakasus, di mana skandal politik luar biasa, ketika menyeret ketua dewan untuk turun. Jelas pembicaraannya sangat besar yang dibicarakan, karena menyangkut tambang paling fenomenal di Indonesia. Free Port, dan orang-orang sangat kuat ada di dalam rekaman itu.
Eh tiga tahun kemudian ada yang membuat heboh, cuma kecil-kecilan, riak tanda tak dalam. bagaimana bisa mengatakan, saya dapat info kalau selang untuk haemodialisis di RSCM itu dipakai sampai 40 kali, hari ini.... Ada beberapa hal yang cukup menarik dari sana.
Pernyataan hari ini, sangat susah percaya di mana ada alat kesehatan masih dipakai berulang, di Jakarta lagi. Memang ada dua hingga tiga kisah yang bisa memberikan sebuah fakta lama kala model demikian bisa saja terjadi.Â
Dulu, awal masuk asrama, ketika mau izin donor darah dilarang karena khawatir tertular penyakit. Ini berdasar alasan dulu lagi pernah kejadian senior memang terpapar penyakit karena alat yang tidak steril. Ini sangat dulu banget.
Kisah kedua, beberapa tempat, kesehatan kelas kampung, jika ada panggilan ke rumah, petugas kesehatan minta disediakan air panas, digunakan untuk menyuci alat suntik. Lagi-lagi ini dulu dan di kampung, level bukan Jakarta, juga bukan komponen alat haemodialisis, belum ada juga BPJS.
Kata orang, hendak mengatakan kalau apa yang ia sampaikan itu kesaksian dari orang lain. nah di sinilah peran mencari kebenaran itu. Jadi data itu bisa bukan milik sehingga susah mempertahankan pendapatnya karena ia belum tahu dengan baik kebenarannya.Â
Seperti yang sering dikatakan capres ini. Bagaimana  bisa menjadi bumerang dan blunder sendiri ketika data sebaliknya bisa telak mematahkan pernyataannya.
Menyebut sebuah lembaga besar, RSCM, di pusat pemerintahan lagi, rujukan negara, jadi tentu ini tudingan amat serius. Bagaimana bisa reputasi RSCM dicemarkan sebegitu rendahnya. Coba bayangkan saja, bagaimana Puskesmas di pedalaman perilakunya, jika RS Pusat saja sedemikian, ceroboh, abai, dan ugal-ugalan di dalam menjamin keselamatan pasien dari penggunaan alat.
Hari ini, konteks lagi yang sangat fatal karena sangat tendensius, hari ini  tentu dalam konteks tidak hanya hari di mana ia mengatakan, namun dalam waktu terakhir, dekat dengan pernyataan dikatakan. Sebelum dibantah oleh pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pun, susah bisa menerima nalar cupet ini.
Kembali ke judul, mengapa receh? Karena harga selang itu bukan harga fantastis, sehingga BPJS, pasien, atau rumah sakit kesulitan mengadakan. Menurut penelusuran dari mesin pencari sangat mudah diketemukan, bahwa harganya kisaran tujuh ribu rupiah.Â
Memang ada yang lebih mahal. Artinya, dengan uang Rp. 7.000,00 sudah bisa menggunakan alat baru, dengan risiko jauh lebih kecil bahkan mungkin risiko sama sekali tidak ada.
Beberapa hal di atas memberikan bukti bahwa capres satu ini memang ugal-ugalan, ceroboh, tendensius tanpa dasar, dan seenaknya sendiri membuat pernyataan asal memperoleh keuntungan pribadi. Arahnya sih jelas mendeskreditkan pemerintah melalui peran BPJS, bukan soal alat atau RSCM-nya saja.
Ugal-ugalan. Perilaku abg labil, bukan kelas seorang capres jika masih demikian sebnarnya. Bayangkan capres kog seperti anak sekolah lanjutan pertama atau atas yang langsung ambil gir dan tawuran hanya karena cewek yang ditaksir jalan dengan cowok, tanpa ba bi bu tawuran. Ternyata cewek itu dengan abangnya. Pemikiran cupet lebih cepat otot dan ngotot.
Rangkaian perilaku ini, adalah soal mudahnya minta maaf, permohonan maaf jelas perilaku ksatria dan jiwa besar, namun bagaimana jika itu dilakukan dengan berulang dan sengaja jelas malah alay. Seperti abg labil yang mudah berbuat salah dan kemudian marah ketika terdesak, dan minta maaf ketika sudah mentok. Perilaku yang perlu dipertanyakan untuk menjadi pemimpin bukan?
Ceroboh, Â jika ini adalah kesengajaan karena meniru pola kampanye dari Amerika, jelas perilaku miskin prestasi yang dimiliki. Ceroboh karena hanya berdasar kata orang, atau kata orang ini pun hanya catut menyatut, dasarnya bukan kata orang namun memang tidak memiliki data hanya mau menggunakan penegasan bahwa itu ada laporan. Susah berharap adanya cek dan ricek jika memang dasarnya adalah ceroboh.
Tendensius tanpa dasar. Jelas yang dipakai adalah kepentingan orang, namun sejatinya itu hanya kedok, yang menjadi sasaran adalah pemerintah. Pemerintah dinilai gagal dalam menyediakan fasilitas kesehatan. Sayangnya itu sudah terbantahkan dengan jelas dan lugas. Toh masih mencoba berkelit.
Baik dan benar melakukan dan melontarkan kritik itu, namun apakah ini kritikan atau masukan? Jelas susah menerima masukan kog modelnya demikian. Jika benar itu adalah kritik, tentu ada sebentuk alternatif solusi, atau minimal ada kehendak membangun, bukan untuk meruntuhkan. Tendensius karena berkaitan mencari keuntungan sendiri.
Menjatuhkan pihak lain adalah contoh model kepemimpinan kepiting. Menarik dan menjatuhkan pihak lain demi kepentingan sendiri. Apa iya model demikian yang mau dijadikan pemimpin?
Seenaknya sendiri membuat pernyataan, ini berkaitan dengan pola pikir dan bertindak seorang pimpinan. Bagaimana pimpinan kog berbicara seenaknya. Mempermalukan pihak lain kemudian mengatakan itu sebagai becanda, maaf karena salah informasi, atau berdalih sebagai kritik dan masukan namun abai fakta.
Alasan becanda sebagaimana muka Boyolali, boleh dan harus orang itu becanda, humoris, dan mencairkan suasana. Namun ketika merendahkan sebagai sarana mencari kedekatan, itu jelas tidak cerdas secara komunikasi. Apa bedanya dengan Srimulat dengan menjadikan bahan olok-olokan pihak lain. kog berulang terus, yakin mau dipilih?
Mengatakan kebebasan berpendapat, kritik, dan masukan, namun selalu lemah dalam data dan argumennya. Bagaimana kisah RS dan tampaknya kini juga akan berulang. Â Dasarnya hanya mau mengubah persepsi baik pemerintah di mata rakyat.
Apa yang dilakukan berulang-ulang ini  satu saja tujuannya. Mendeskreditkan pemerintah demi meraup pemilih dalam pilpres mendatang. Mengapa cara ini yang dipilih?
Susah meyakinkan pemilih bahwa mereka memang mampu. Rekam jejaknya lemah untuk membuktikan potensi mereka. Jelas mudah dan murah dengan cara menyerang pemerintah. Sayang gagal karena memang tidak bekerja dengan cerdas.
Calon yang memiliki kapasitas tidak perlu menyerang rival namun meyakinkan bahwa program yang ditawarkan itu jelas lebih baik, menjanjikan, dan memiliki nilai tambah bagi pemilih. Jika tidak memilih akan menyesal.
Apa yang disampaikan justru membuat pemilih enggan, bagaimana mau dipimpin oleh pemimpin yang mengulang-ulang kesalahan dan kegagalan. Dan mereka melakukan itu seolah tanpa beban dan merasa bersalah, apalagi merasa berdosa.
Apa iya model demikian itu yang menjanjikan surga dan hidup bahagia yang baka sedangkan di dalam politiknya sangat rendah demikian? Susah melihat hal baik dibangun dengan buruk. Mana ada mesin buruk bisa menghasilkan produk baik. Susah berharap banyak dengan awalan kepalsuan bisa mendapatkan hasil orisinal.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H