Konsolidasi Jokowi perlu dukungan banyak pihak, agar si jahat tidak berkuasa, menyitir kata-kata Rama Magnis Suseno, di mana demokrasi itu bukan memilih yang terbaik, namun mencegah si jahat berkuasa. Dukungan banyak pihak yang memikirkan kebaikan negeri, bukan kepentingan pribadi dan kelompok semata.
Konsolidasi Melawan Ketakutan.
Entah karena penjajah yang kemudian dilestarikan oleh penguasa berjiwa kerdil, sehingga menciptakan ketakutan dengan berbagai cara. Takut pada bedil, takut pada asing, aseng, dan bule. Takut mengupayakan haknya, sehingga gunung emas, kolam minyak bumi, dan bukit nikel pun diberikan pada asing, eh ketika diminta untuk dikelola sendiri ada ancaman, bukan para pemegang kendali itu, tetapi oleh elit yang selama ini mendapatkan keuntungan pribadi mereka. Soal negara rugi, mana duli.
Bayangkan saja puluhan tahun FP dikelola Amrik, ketika mau diminta, diancam kalau nanti akan diajukan ke dunia arbitrase internasional. Di sana pasti akan begini dan begitu, dan lagi-lagi takut. Sama juga dengan anak bangsa yang enggan berbagi dengan pajak. Mereka memarkir dananya di luar negeri, ketika ada ide untuk memulangkan itu ditakuti-takuti negara mereka akan marah, akan ada perlawanan dan pemerintah bisa goyang.
Ketika dilakukan upaya meminta balik hak FP, dan juga upaya menarik dana parkir, semua baik-baik saja. Ya  jelas bahwa ada upaya penolakan, itu bukan untuk membuat mundur, namun menemukan upaya agar bisa tercapai targetnya. Konsolidasi kabinet dan jajaran terkait ternyata sangat baik, sehingga bisa memperoleh hasil yang  cukup memuaskan hingga titik ini.
Ketakutan itu untuk di atasi bukan untuk dijadikan alasan untuk diam dan tidak maju. Pendidikan dari keluarga juga turut membantu ketika hendak menertibkan dengan enakut-nakuti. Takut gelap, takut polisi, takut tentara, bahkan takut guru. Tabiat buruk yang perlu disadari.
Konsolidasi Melawan Mafia dalam Banyak Bidang
Salah satu mafia paling heboh itu mafia minyak, Petral yang seolah tidak tersentuh bisa disikat. Apakah sudah selesai? Belum, masih ada mafia beras, mafia bola bahkan, mafia daging, mafia hukum, dan berbagai mafia. Mengerikan ketika mafia itu berkolaborasi dengan  politik dan politikus malas. Perundang-undangan pun atas pengaruh mereka sehingga bisa sangat merugikan bangsa dan negera.
 Masih banyaknya sentuhan mafia di dalam jajaran birokrasi dan legeslatif bahkan barang mudah. Apalagi ketika mafia itu bisa melebur dan bersalin rupa untuk mengelabuhi kejahatan mereka. Mereka bisa mengatasnamakan rakyat dan ketika mau diselesaikan mereka memanas-manasi massa. Lihat bagaimana kenaikan BBM dijadikan bahan untuk menyalahkan pemerintah, padahal sejatinya adalah mafia minyak yang tersumbat kran rezekinya.
Memang perlu waktu dan energi serta kehendak kuat untuk itu. Ada harapan bisa, memang tidak mudah, karena sekian lama nyaman dengan pola maling mereka.
Konsolidasi Melawan Korupsi dan Masa Lalu yang Membelenggu
Salah satu alasan mndasar tumbangnya Orde Baru adalah korupsi dengan segala hal yang mengikutinya, kolusi, nepotisme, dan itu masih begitu kuat dan dominan dalam hidup berbangsa kita. KPK seolah bekerja sendirian, bahkan masih banyak serangan untuk melemahkan mereka dengan berbagai upaya. Toh kepolisian juga sudah bebenah, kejaksaan mau juga mengikuti, hanya peradilan masih belum cukup menjanjikan.
Eh ternyata bagian inti terdalam Orde Baru melalui generasi keduanya berjuang untuk kembali lagi pada panggung utama. Apakah penolakan cukup kuat? Benar ada suara nyaring, toh masih juga banyak yang  ikut dengan suka cita dan membantu mereka untuk kembali. Pembenaran demi pembenaran dengan pembengkokan persepsi, eh masih banyak yang tertipu.
Korupsi dan kembalinya masa lalu ini cukup menghabiskan energi, yang perlu untuk membangun sebenarnya. Perlu banyak energi untuk itu, dan dukungan massa sangat membantu untuk itu.
Konsolidasi Melawan Kemiskinan dan Mental Lemah Anak Bangsa
Kemiskinan jika karena struktural, adalah dosa sosial yang memang harus dilawan, apalagi jika kemiskinan itu karena sistem bobrok, jelas karena perilaku korup itu. "Jatah" yang seharusnya untuk rakyat ditimbun oleh para elit tamak, eh malah mengaku dan menuding pada pihak lain, yang sama sekali tidak terlibat malah. Ini bukan menyelesaikan masalah namun menambah masalah.
Mental lemah anak bangsa, yang mudah dikibuli dan dirusak persepsinya karena memainkan SARA, ini perlu diperkembangkan agar menjadi bangsa yang kritis, logis, dan cerdas, bukan bangsa yang mudah marah dan emosional tidak berdasar. Masalah politik tidak siap kalah ini menjadikan kebencian dan bahkan fitnah seolah menjadi gaya hidup baru. Â Nyinyir siang malam ini juga sudah menjadi tabiat baru elit yang berjiwa kerdil, tidak siap kalah itu.
Nah itu yang menjadi musuh yang mengristal dan menyatu untuk menjungkalkan Jokowi dengan berbagai cara. Upaya pemgerahan massa, lewat berbagai isu di dewan, dan akhirnya pun pemilu. Jadi jangan sensi soal koalisi kejahatan yang mengusung pemenangan Prabowo, bukan berarti bahwa Prabowo itu jahat.
Pihak-pihak yang terkena dampak kepemimpinan Jokowi, akhirnya berkumpul dan menyatu untuk bisa kembali ke puncak di mana mereka biasa berpesta. Soal nama Prabowo hanya alat saja bagi mereka. Prabowo itu hanya antitesis bagi nama atau sosok Jokowi, siapapun yang diajukan asal melawan Jokowi, mereka juga akan mendukung kog.
Konsolidasi Jokowi menjadi penting demi bisa memperoleh suara untuk mengamankan pemerintahan yang berkelanjutan. Masih banyak masalah yang perlu dibersihkan, sehingga dapat menjadi negeri yang maju, jaya, dan disegani dunia.
Kebersaaan antarelemen negeri, disokong rakyat yang memang mau berubah, harapan itu akan menjadi kenyataan. Ini bukan utopis, namun harapan yang sudah ada fakta, namun masih kurang dibandingkan kerusakan puluhan tahun ini.
Kritis melihat apa yang seolah-olah benar, separo benar, atau memang benar namun menyakitkan, semua perlu dilihat dengan holistik, kontekstual, dan bukan sepotong-sepotong ala politikus gagal paham, yang hanya mengejar kursi dan kekuasaan saja. Kita bisa menjadi bagian untuk ikut terlibat bagi perubahan bangsa ini melalui apapun kemampuan dan kapasitas kita masing-masing.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H