Mentalitas feodal yang takut pada banyak hal. Takut pada atasan, pada kekuasaan. Sangat kuat pengaruh ini, apalagi dijajah ratusan tahun, dan pemimpin lokal pun tidak jauh berbeda dengan perilaku penjajah. Ini masih cukup kuat memberikan pengaruh.
Sangat mudah dipahami, ketika dalam pemilu, pemilihan presiden, ada indikasi politik ketakutan sebagai sarana meraup suara. Habitat, tabiat, kebiasaan bangsa ini memang sangat mudah untuk ketakutan, belum lagi dibalut agama. Ketakutan yang sama sekali tidak mendasar sebenarnya.
Sikap kritis lepas karena lagi-lagi ketakutan membuat otak tidak berjalan dengan semestinya. Bayangkan coba mana bisa orang takut itu bisa berpikir jernih, hal ini yang dimanfaatkan oleh politikus malas untuk mendulang suara.
Pelaku intimidatif, politik ketakutan ini dilakukan dengan sadar oleh politikus yang jelas sudah kalah dalam banyak hal. Satu-satunya cara dengan menakut-nakuti pemilih yang lagi-lagi telah dikuasai dengan kecemasan dan ketakutan.
Apakah bisa dipatahkan massa pencemas dan penakut ini?
Sangat bisa. Pendidikan jelas sangat penting, sehingga masyarakat bisa berpikir kritis, jernih, dan cerdas. Membedakan mana yang logis, benar, dan hanya kebohongan yang diciptakan dan mengambil keuntungan? Hal ini hanya bisa dilakukan dengan pendidikan yang baik dan berkualitas.
Mengubah kebiasaan dalam pendidikan dalam keluarga. Perlu ditekankan untuk membiasakan pendidikan dalam keluarga yang logis, bukan menakut-nakuti, dan demi keenakan orang tua semata. Hal yang terlalu banyak mempengauhi psikologis bangsa.
Agama, jelas memegang peran penting. Bagaimana agama bisa berperan dengan mengajarkan keberanian di dalam membela kebenaran bukan malah takut pada kebenaran. Selama ini malah sebaliknya, orang takut atas kebenaran karena intimidasi, dan malah berani melanggar hukum karena teman banyak.
Bangsa ini  bangsa besar, namun diperlemah oleh jiwa penakut dan diperparah politikus haus kuasa untuk menciptakan ketakutan. Apa masih layak untuk takut di dalam kebenaran? Tidak.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H