Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Korupsi Kepala Daerah, Antara Gaji dan Regulasi atau Tamak?

7 Desember 2018   14:00 Diperbarui: 7 Desember 2018   14:30 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mungkin pula ini masalah yang mendasari susahnya menyelesaikan persoalan korupsi yang demikian marak, masif, dan sampai ke mana-mana dan seolah tidak ada jeranya sama sekali. Nyatanya sudah dinaikan gajinya, remunerasi ratusan persen, seperti pegawai pajak, toh masih ada Gayus dan pengikutnya. Pun di lembaga lain perilaku yang sama juga terjadi.

Mengubah pola pikir sehingga orang menghargai proses dan hasil itu sebagai bonus. Selama ini kekayaan membuat orang dihormati, dihargai, mengenai asalnya maling, korupsi, bahkan nyopet pun bisa kaya raya, dan tetap dihargai di lingkungannya. Coba jika dibalik, memberi makan keluarga kog uang yang hasilnya dari nyolong, apapun namanya dan caranya. Tega sekali sebagai orang tua berlaku demikian.

Mental maling itu bukan karena gaji kecil, kemudian kurang untuk makan dan kehidupan yang layak, namun karena memang tamak dan tidak pernah puas. Di sinilah peran agama dan segi spiritualitas. Tidak cukup berpakaian dan menyitir kalimat suci untuk hidup mereka, namun maling juga melaju takk terkendali. Satunya kata dan perbuatan sehingga penghargaan itu purna bukan hanya label yang bisa dipooles dan menipu demikian.

Regulasi pun masih sulit dipercaya karena para pelakunya telah merencanakan, merancang, dan mengantisipasi bahwa itu bukan menyediakan tiang gantungan untuk diri dan koleganya sendiri. Susah percaya para elit itu serius membuat peraturan yang bisa memberantas korupsi dengan jauh lebih baik.

Memang hasilnya ada, namun jauh dari harapan, bagaimana masih tertatih-tatihnya bangsa ini di dalam membangun salah satunya anggaran tidak dipakai sepenuhya untuk membangun, masih banyak yang tercecer dan mampir ke kantong pribadi dan kelompok.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun