Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mohon Maaf itu Jiwa Besar, Sengaja Salah itu Kerdil

2 Desember 2018   05:00 Diperbarui: 2 Desember 2018   05:00 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini perulangan yang sama terus menerus. Khususnya apa yang dinyatakan Sandi, menjelang pilkada DKI trik yang sama juga dipakai, dan itu menghasilkan.  Ternyata hal yang sama juga dilakukan Trump untuk meraih suara, dan lagi-lagi menang.

Beberapa hal yang menjadi pembeda akan hasil adalah;

Dua pemilihan dengan konteks yang berbeda tentu belum tentu sama dengan keadaan pilpres kali ini. sikap Ahok dan Hilarry juga identik, mereka yakin akan pemilih rasional dan cerdas pasti tidak akan memilih tokoh yang hanya bisa bohong dan menebar kontroversi. Ini jelas telah menjadi pembelajaran ang penting.

Ujaran kontroversi dan kalimat ledekan yang itu-itu juga, pun kebohongan yang diulang-ulang, itu hanya soal biar diingat dan dijadikan bahan perbincangan di media. Asal tenar sesaat, bukan hal yang esensial dibicarakan. Media sosial menjadi bahan untuk melakukan kampanye model ini.  Artinya  dunia maya itu bisa apa saja dan bisa siapa saja. Apakah ini cukup siginifikan? Iya karena orang bisa menjadi khawatir, takut, dan bisa mengubah keadaan.

Apa yang bisa dilakukan?

Pendekatan kultural dan spiritual. Kekuatan ada pada tokoh berwibawa di akar rumput. Nah ini yang menjadi agen-agen  memberikan keyakinan bahwa apa yang disajikan itu kebohongan, itu jelas jauh dari norma agama, yang bangsa ini yakini. Permintaan maaf mereka tidak tulus karena diulang-ulang. Ini juga perlu didengungkan berulang, sehingga orang menjadi jelas, bukan malah bingung.

Komunitas-komunitas akar rumput yang mulai terpapar kebohongan dan klaim jiwa besar ini cukup banyak, karena pengetahuan atau melek media masih rendah. Dunia maya perlu diimbangi dengan kerja keras, kerja cerdas, dan  menguatkan pasukan dunia maya yang setara dengan "pasukan" mereka. Dengan demikian, mereka tidak cukup kekuatan untuk merasa di atas angin. Selama ini kubu mereka terprogram dan kubu incumbent seolah hanya jalan sendiri-sendiri.

Keberanian Jokowi keluar dari zona nyamannya memang akan membuat orang yang tidak memahami dinamika politis kecewa, mereka yang hanya melihat Jokowi hrus tenang, mengalah, tidak reaktif, ini banyak, tetapi tidak lama. Kelompok ini juga perlu diberikan pemahaman, memang kata-kata keras, lugas, dan cenderung reaktif itu juga dibutuhkan.

Penting adanya keberanian Jokowi dan tim merespons menggunakan pola mereka. Jika pola mereka djawab dengan pola dan cara mereka akan kebingungan, mereka tidak cukup sigap memiliki daya dan waktu untuk mengubah keadaan.SOP mereka tampak tidak memiliki rencana cadangan, ini terlihat paniknya mereka dengan hanya dua kata, sontoloyo dan gendruwo, mereka malah termakan umpan itu.

Kepanikan itu jelas karena mereka tidak memiliki stratgi dan cara lain yang dipersiapkan dengan baik dan terencana.  Perencanaan mereka lemah dan itu memperlihatkan kualitas kepemimpinan.

Penegakan hukum dengan risiko caci maki cukup signifikan membendung arus kebohongan dan kontroversi yang mereka produksi dan hendak digaungkan. Pihak yang biasanya paling cepat membagikan dan menjadikan itu viral, banyak yang sudah tiarap dan jerih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun