Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Paslon Kaya Raya, Mengapa Meminta Saweran?

30 November 2018   05:00 Diperbarui: 30 November 2018   05:17 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Berkali ulang Prabowo menggambarkan kondisi bangsa ini sangat miskin, penduduk itu mayoritas berat dalam kehidupan, seperti sentilan untuk wartawan, ojol,  atau juga tampang Boyolali, dan beberapa candaan sarkasnya itu. Terang-terangan juga ia menuding 99% rakyat hidup pas-pasan, berarti satu persen yang lebih dari cukup.

Menarik adalah adanya kontradiksi dalam banyak hal yang dilakukan oleh paslon yang satu ini, bagaimana sikap dan perilaku serta pernyataannya tidak jarang malah memperlemah apa yang pernah dikatakan. Beberapa kali.

Boleh, bagus, jika mau melibatkan masyarakat dengan adanya dana untuk mengadakan kampanye.  Gagasan bagus bahwa politik partisipatif itu berarti demokrasi berjalan dengan baik. Alangkah lebih bagus lagi, jika uang itu atas inisiatif dari pemmilih, bukan atas permintaan dari calon. Calon bisa lebih kreatif daripada sekadar meminta sumbangan.

Pemberitaan media sejak akhir Juni 2018 Prabowo sudah menyatakan membuka penggalangan dana untuk maju dalam pencalonannya di pilpres 2019. Ide bagus, melibatkan pemilih secara aktif, bukan lagi menerima uang, kaos, atau sembako, namun malah menyumbang calon. Ide bagus, apakah berjalan? Itu soal berbeda, waktu yang akan menjawab.

Saat laporan ke KPU mengenai dana awal, sejumlah dua milyar, patungan antara dua pasangan Sandi dan Prabowo masing-masing satu milyar. Apa artinya? Apakah penggalangan antara Juni hingga September belum ada, ataukah ceroboh, atau malah tidak dianggap adanya sumbangan itu? Jika iya, miris, seorang calon pemimpin kog ceroboh, urusan uang lagi.

Dalam salah satu pernyataan dan ungkapan syukurnya Prabowo mengatakan kalau ia bersyukur dan berterima kasih ada konstituennya yang mengirimkan uang Rp. 20.000, 00 yang bisa dipakai untuk operasional pemilu dan membantu adanya perubahan bernegara. Indah dan ideal, namun di balik itu, pernyataan selanjutnya, miris. Ia mengatakan uang itu, dua puluh ribu itu bisa mendapatkan satu kotak rokok dan mie instan dua bungkus. Jelas salah besar, soal rokok sih bisa dan benar. Namun mie, ini sederhana, receh, dan tidak signifikan, namun berkaca dari kata-kata 99%  warga hidup susah, dianya sendiri hanya urusan makanan banyak orang yang ia nilai susah itu tidak tahu. Padahal mencari harga mie instan itu berapa lama sih? Sederhana saja tidak mau, apalagi yang lebih rumit.

Bandingkan dengan harta kekayaannya,

Mulai dari Prabowo, kekayaan total 1,95 T dari Moneysmart, dan menurut Detik kekayaan Prabowo sebesar 1,67 T dalam rupiah dan US $ sebanyak 7.505.  perincian dalam Moneysmart properti sebanyak 230 M, surat berharga sejumlah 1,7 T, mobil yang banyak mulai dari 7,5 juta hingga 1,5 M, hewan peliharaan yang ribuan itu total 6,3 M. Perincian kuda sejumlah 102 dengan kisaran dalam uang 5 M, kambing sejumlah 512 seharga 6,3 M.

Sandiaga Uno dengan kekayaan 3,87 T, memiliki hutang  8,44 M dan US $ 23, 65. Tentu apa yang ada ini hanya kisaran dan sesuai dengan apa yang ada di dalam media. Paling tidak kekayaan mereka berdua, termasuk atu persen, jika ikut pola pikir mereka. Samgat tidak mungkin masuk  99%  bagian  mayoritas bangsa ini.

Permainan dan memainkan politisasi kemsikinan yang cukup fatal, bagaimana jauh panggang dari api yang mereka gunakan. Beberapa kali sebenarnya hendak memakai isu ini meningkatkan citra baiknya, namun apakah benar demikian?

Pertama, mereka berdua itu kaya raya, bahkan sejak lahir. Susah untuk cair dan menyatu dengan 99%, ingat ikut pola mereka lho. Mereka tidak siap dengan pola pendekatan kerakyatan itu. Yang ada akhirnya adalah canggung, kaku, dan malah menjadi blunder karena memang tidak biasa.

Kedua, terlalu memaksakan diri cair dan luwes masuk ke semua kalangan, ini jelas malah menampilkan sikap yang munafik, toh tidak ada salahnya kaya. Berbeda jika kaya itu kalau berasal dari kejahatan.  Toh bukan dari kejahatan dan bisa dipertanggungjawabkan asal-usulnya, atau tidak kog seolah sungkan?

Ketiga, memangnya salah kala capres dan cawapres itu kaya dan sejak lahir hidup dalam alam lingkungan atas? Tidak. Salah jika tidak bisa memikirkan rakyat kecil, itu yang salah. Kesalahan bukan masalah kekayaannya, namun bagaimana mereka memikirkan kalangan lain yang tidak mereka alami. Sebenarnya jauh lebih gampang lho. Dengan kekayaannya bisa berbuat banyak.

Keempat, karena memaksakan diri sma dengan rakyat kebanyakan, mereka hanya hidup dalam konsep, teori, bukan yang faktual mereka gagap. Bagaimana Prabowo yang kaya raya itu mengatakan jenderal yang hidupnya mewah patut dipertanyakan sumbernya. Menarik karena toh ia sendiri bergaya mewah, bukan sekadar mewah bergaya mewah. Kudanya saja 1.5 M, belum mobilnya.

Kritik yang memercik mukanya sendiri, lupa dengan apa yang ia hidupi. Ini yang salah, bukan kayanya. Maunya mengritik gaya hidup yang tidak sesuai dengan profilnya, lha dirinya sendiri saja begitu kog. Padahal bisa lho orang kaya yang tidak hidup dengan mewah, banyak contoh dan tidak perlu juga mengajari bebek berenang bukan?

Fakta yang dilihat itu tidak menyeluruh, sehingga ia malah menjadi bahan tertawaan, benar namun tidak tepat, bener nanging ora pener. Masih erlu belajar lagi tampaknya. Hal yang sangat sepele pun masih keliru. Apakahh layak dipilih? Jelas tidak.

Perbedaan profil, gaya hidup, dan perkataan itu selama ini demikian kuat dalam hidup berbangsa. Baik yang sok suci namun juga maling, sok sederhana  namun bergaya, ataupun sok alim namun meniduri anak-anak. Itu sudah berderet panjang, tidak perlu ditambah pada level top bangsa ini.

Kelima, Sandi juga setali tiga uang. Jadilah diri sendiri, jangan malah menggali lobang sendiri. Tidak pernah juga peri ke pasar kog. Mengapa harus memaksakan diri ke pasar dan akhirnya malah menjadi lelucon.  Jangan karena kepancing cara Jokowi yang menarik kemudian ikut-ikut. Tidak bisa. Rakyat ini makin pintar, tidak bisa dirayu dengan tampilan sesaat itu. Reputasinya sudah dipahami dengan baik kog.

Keenam, selama dua bulan telah menggunakan dana Rp. 34,5 M, bandingkan dana awal yang hanya Rp. 2 M, ini artinya mereka sangat tidak bisa membuat perencanaan anggaran dengan baik. Masalah sepele seperti ini saja kacau apalagi anggaran belanja negara. Baru dua bulan saja sudah lebih dari 1700 %, bagaimana jika tujuh bulan. Anggaran awal asal-asalan, susah mempercayakan anggaran sampai ribuan trilyun jika demikian.

Ketujuh, tidak masalah jumlah atau besaran anggaran, sepanjang memang demokrasinya masih  ekonomi beaya tinggi, namun sejak awal sudah membuat rancangan dan perencanaan dengan baik, pun susah yakin dengan pertanggungjawaban jika model demikian, mereka ini calon pemimpin lho, bukan main-main dan asal-asalan saja.

Tampilan, gaya kampanye, dan hal sederhana mengenai anggaran saja tidak cermat demikian, susah percaya pada hal yang lebih rumit, pelik, dan besar mampu ditangani lebih baik. Berat untuk yakin mereka mampu.

Terima kasih dan salam

Sumber bacaan:

https://www.moneysmart.id/segini-kekayaan-prabowo-subianto/

https://news.detik.com/berita/d-4167587/perbandingan-harta-jokowi-vs-prabowo-sandiaga

https://nasional.tempo.co/read/1148766/prabowo-jenderal-hidup-mewah-perlu-dipertanyakan-sumber-duitnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun