Kedua, terlalu memaksakan diri cair dan luwes masuk ke semua kalangan, ini jelas malah menampilkan sikap yang munafik, toh tidak ada salahnya kaya. Berbeda jika kaya itu kalau berasal dari kejahatan. Â Toh bukan dari kejahatan dan bisa dipertanggungjawabkan asal-usulnya, atau tidak kog seolah sungkan?
Ketiga, memangnya salah kala capres dan cawapres itu kaya dan sejak lahir hidup dalam alam lingkungan atas? Tidak. Salah jika tidak bisa memikirkan rakyat kecil, itu yang salah. Kesalahan bukan masalah kekayaannya, namun bagaimana mereka memikirkan kalangan lain yang tidak mereka alami. Sebenarnya jauh lebih gampang lho. Dengan kekayaannya bisa berbuat banyak.
Keempat, karena memaksakan diri sma dengan rakyat kebanyakan, mereka hanya hidup dalam konsep, teori, bukan yang faktual mereka gagap. Bagaimana Prabowo yang kaya raya itu mengatakan jenderal yang hidupnya mewah patut dipertanyakan sumbernya. Menarik karena toh ia sendiri bergaya mewah, bukan sekadar mewah bergaya mewah. Kudanya saja 1.5 M, belum mobilnya.
Kritik yang memercik mukanya sendiri, lupa dengan apa yang ia hidupi. Ini yang salah, bukan kayanya. Maunya mengritik gaya hidup yang tidak sesuai dengan profilnya, lha dirinya sendiri saja begitu kog. Padahal bisa lho orang kaya yang tidak hidup dengan mewah, banyak contoh dan tidak perlu juga mengajari bebek berenang bukan?
Fakta yang dilihat itu tidak menyeluruh, sehingga ia malah menjadi bahan tertawaan, benar namun tidak tepat, bener nanging ora pener. Masih erlu belajar lagi tampaknya. Hal yang sangat sepele pun masih keliru. Apakahh layak dipilih? Jelas tidak.
Perbedaan profil, gaya hidup, dan perkataan itu selama ini demikian kuat dalam hidup berbangsa. Baik yang sok suci namun juga maling, sok sederhana  namun bergaya, ataupun sok alim namun meniduri anak-anak. Itu sudah berderet panjang, tidak perlu ditambah pada level top bangsa ini.
Kelima, Sandi juga setali tiga uang. Jadilah diri sendiri, jangan malah menggali lobang sendiri. Tidak pernah juga peri ke pasar kog. Mengapa harus memaksakan diri ke pasar dan akhirnya malah menjadi lelucon. Â Jangan karena kepancing cara Jokowi yang menarik kemudian ikut-ikut. Tidak bisa. Rakyat ini makin pintar, tidak bisa dirayu dengan tampilan sesaat itu. Reputasinya sudah dipahami dengan baik kog.
Keenam, selama dua bulan telah menggunakan dana Rp. 34,5 M, bandingkan dana awal yang hanya Rp. 2 M, ini artinya mereka sangat tidak bisa membuat perencanaan anggaran dengan baik. Masalah sepele seperti ini saja kacau apalagi anggaran belanja negara. Baru dua bulan saja sudah lebih dari 1700 %, bagaimana jika tujuh bulan. Anggaran awal asal-asalan, susah mempercayakan anggaran sampai ribuan trilyun jika demikian.
Ketujuh, tidak masalah jumlah atau besaran anggaran, sepanjang memang demokrasinya masih  ekonomi beaya tinggi, namun sejak awal sudah membuat rancangan dan perencanaan dengan baik, pun susah yakin dengan pertanggungjawaban jika model demikian, mereka ini calon pemimpin lho, bukan main-main dan asal-asalan saja.
Tampilan, gaya kampanye, dan hal sederhana mengenai anggaran saja tidak cermat demikian, susah percaya pada hal yang lebih rumit, pelik, dan besar mampu ditangani lebih baik. Berat untuk yakin mereka mampu.
Terima kasih dan salam