Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kementerian Agama, Sudahkah Mengantar Umat kepada Tuhan?

20 November 2018   12:00 Diperbarui: 20 November 2018   13:58 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika agama hanya berkutat pada hal ini, perpustakaan, buku, dan google saya jauh lebih dari cukup untuk menjadi pembina pengetahuan agama. Itu semua tidak cukup. Level anak-anak hingga remaja saja.

Orang beragama harus sampai kesadaran, tidak cukup hanya hafal apa yang tidak boleh dan boleh oleh agama, namun mengapa itu tidak boleh dan ini boleh. Tidak boleh mencuri bukan kemudian mencari pembenar bahwa bukan mencuri namun menemukannya. Atau melakukan korupsi namun mencari dalih bahwa itu karena gajinya kecil, itu rezeki jalan lain. Tidak, itu tidak boleh diterima karena ada yang dirugikan.

Bagaimana merugikan orang lain pada satu sisi, sisi lain mengutip ayat-ayat suci dengan fasih, ini artinya belum membawa kesadaran. Masih ranah menjalankan kewajiban karena takut dosa dan neraka semata.

Sikap kritis dan mencerminkan hidup atas ajaran agama. Apa sih ajaran paling dasar, jelas mengasihi Tuhan dan sesama. Mana agama yang mengatakan tidak demikian? Coba bayangkan jika itu bisa dilakukan, tidak akan ada balas dendam, tidak akan ada perang, tidak akan ada iri hati, semua akan bahu membahu sebagai satu saudara.

Aplikatif, jalan hidup, agama telah menjadi jiwa, tidak lagi berpikir soal apakah ini benar atau salah, merugikan atau tidak, sudah otomatis begitu saja. Agama sudah menjadi seolah nafas yang berjalan begitu saja. Membedakan yang baik dan buruk, memilah dan memilih itu sudah mengalir saja, tidak lagi perlu memikir lama, apalagi mencari petunjuk dari penasihat spiritual.

Sudah menyatu antara perbuatan dan tutur kata, satu kata dan perbuatan. Sudah memasuki alam sufi, bodi, atau mistik, manunggaling kawula Gusti, dan mengatasi kemanusiaan. Apakah ini utopis? Tidak, tentu tidak dalam kondisi yang terbaik, ideal, dan tertinggi. Jatuh bangun itu biasa dan wajar.

Agama dan penghayatan agama apapun akan sama dan setipe seperti di atas. Mau agama apapun, jika menegetahui, menyadari, dan melakukannya, tanpa pamrih, tanpa berpikir apapun, selain hanya melakukan kehendak Tuhan, hidup akan tenteram dan bahagia.

Terima kasih dan salam

Ref. Satu Tuhan Seribu Tafsir

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun