Beberapa hal yang menunjukkan PKS sangat lemah dalam posisi tawar di dalam kebersamaan dengan Gerindra. Lepas dari isu kardus, toh memang PKS jelas hanya dimanfaatkan. Dan kalau pemimpinnya tidak bersikap dengan jelas dan tegas, patut bahwa kadernya menyatakan keluar.
Kisah wagub DKI yang berkepanjangan memperlihatkan sangat bahwa Prabowo tidak memandang ada rekan dan kawan setia di dalam koalisi. Ia lebih memilih mantan narapidana korupsi, jelas lebih buruk karena seolah tidak ada kader lain yang lebih bersih, apalagi jika berbicara di dalam kebersamaan.
PKS mengancam hendak mematikan mesin partai pun dianggap angin lalu oleh Prabowo dan partainya, jelas karena memang PKS sudah terbeli dan tidak lagi memiliki posisi tawar yang sepadan. Seperti pengekor yang menantikan remah-remah dari tuan besar Prabowo. Apa iya partai seperti ini masih dipercaya?
Belum lagi kisah panjang cawapres, jelas PKS tidak akan berani menjajakan diri menjadi bakal calon presiden di hadapan Prabowo. Mereka jelas tahu diri menyodorkan sembilan nama, dan tidak ada satupun yang dijadikan kandidat, dan tiba-tiba memilih koleganya sendiri dari partai Gerindra. Memang menguar soal kardus, dan kog akan jauh dari kenyataan bahwa kardusnya dipenuhi.
Melayang harapan menjadi salah satu politikus yang prestisius pernah memiliki kader yang pernah maju dalam kontestasi elit menjadi cawapres lah paling tinggi, tinggal impian. Sembilan nama melayang tidak jelas ke mana. Tanpa ada konfirmasi, padahal sudah memaksa segala soal sembilan nama tersebut.
Lebih parah, jabatan tidak cukup signifikan, namun strategis, ketua kampanye, apapun itu namanya, toh lepas juga. Padahal apa susahnya hanya menyempilkan nama kadr PKS, seperti Ali Sera misalnya yang telah keliling jualan kaos dan masalah itu. Eh tidak mau juga. Terbang lagi satu harapan.
Sejarah panjang PKS hanya dikadali di dalam kebersamaan dengan Prabowo, eh tetap saja mereka manda saja terus menerus hanya menjadi pengekor setia. Mesin politik mereka jelas lebih solid dibandingkan cara kerja Gerindra yang hanya memainkan hirarkhis militeristik. Khas dari atas dan komando, beda dengan PKS yang lebih luwes dan dinamis, lebih lama di dalam kaderisasi.
Bagaimana tidak membuat makin hari makin hancur kondisi PKS, jika elitnya malah hanya menjadi korban ketakutan terhadap Prabowo dan Gerindra. Identitas dan ideologi mereka kini hancur lebur, lebih terbaca sebagai penebar kebohongan dan hoax. Lengkap sudah usai korupsi dan kisru susila, kini menjadi agen kebohongan.
Sangat bisa dipahami kalau banyak kader yang memilih keluar karena jelas malu melihat partai dikelola dengan tidak memiliki martabat. Menggertak dan memberikan ultimatum berkali-kali toh tidak ditakuti, malah seolah diledek, halah diberi kardus toh diam juga.
Sangat wajar jika lebih banyak simpatisan melupakan salah satu point di dalam kaderisasi untuk tidak membangkang. Tentu mereka enggan untuk taklid, pada pimpinan yang ternyata sangat jauh dari sikap politikus yang seharusnya. Menyerukan kesalehan dan keagamaan namun perilakunya jauh dari ajaran agama. Agama apa coba yang mengizinkan korupsi, menyukai pornografi, atau menghianati negara? Kesatuan ucapan dan tindakan hampir tidak ada dalam diri elit PKS.
Terima kasih dan salam