Intrik  juga soal capres dan cawapres. Mereka sejak awal telah memilih sembilan nama, toh tidak ada perjuangan berarti dari mereka sendiri. Lobi politik itu penting dan harus, itu esensi politik. Toh mereka juga tidak berdaya. Tidak ada upaya lain. pun taggar ganti presiden oleh salah satu pimpinan mereka, seolah berteriak di padang gurun sendirian, tidak ada dukungan di sana. Ini memperlihatkan ada kerja di dalam kerja partai. Sulit untuk maju jika demikian.
Sikap kritis yang salah
Mardani Ali Sera, Fahri, dan banyak lagi kader PKS salah di dalam menjawab isu, kejadian atau peristiwa, dan wacana yang ada. Mereka sering salah dan melawan arus dalam konteks arus bukan soal banyaknya, justru yang benar. Bagaimana mereka meresons soal bom Surabaya, bagaimana menyikapi soal KPK dan seterusnya. Apa yang mereka usung kecenderungannya asal berbeda, waton sulaya, asal berbeda dengan pemerintah pasti benar. Belum tentu. Dan itu sering juga melawan kebenaran faktual.
Kesalahan demi kesalahan itu bukan diperbaiki, namun malah menuding pihak lain sebagai pelaku kesalahan itu. Lihat bagaimana ugal-ugalannya Fahri dalam menyatakan pendapatnya. Eh di depan presiden sikapnya jauh berbeda. Ingat berbeda itu sangat wajar dalam berpolitik, namun bukan munafik. Berbeda pendapat dan komunikasi itu lain konteks, namun yang diperlihatkan Fahri itu perilaku munafik semata. Bukan citra baik yang dibangun namun justru gambaran buruk.
Sikapnya mengenai HTI juga membuat orang malah jadi enggan menengok pada mereka. Jelas-jelas peradilan menyatakan terlarang. Mereka bergerak dengan liar dan bisa menjadi bola liar yang menghantam siapa saja. Toh sikap mereka soalah tidak bersalah dan berdosa. Mereka masih berteriak dua kaki. Munafik lagi dan lagi yang mereka tampilkan.
Kegagalan demi kegagalan dalam pilkada jelas memperlihatkan rapuhnya mesin politik mereka. Mendukung saja kalah, apalagi mengusung. Toh ini belum menjadi evaluasi mereka.
Apalagi posisi elit mereka yang kacau balau. Memecat Fahri yang gagal, diperparah memilih koalisi pilpres pun gagal total. Hanya harapan kardus semata, yang akan lebih banyak kardus kosong itu. Eh mengharap hanya wakil gubernur Jakarta pun  tidak mampu lagi.
Jelas benar pilihan kader dan pengurus daerah yang terang-terangan memilih keluar dari PKS. Apa yang diharapkan dengan pendekatan politik gagal total ala PKS tersebut. Kegagalan dalam politik itu biasa, namun bukan selalu gagal total begitu juga. Mengalah untuk menang itu ada, namun kalah terus-terusan ya tidak ada.
Ya wajar yang dulunya solid itu menjadi sulit karena kecewa, ketakutan yang diciptakan, dan perilaku munafik elit membuat mereka bubar cepat. Posisi sulit yang mereka jalin sendiri, karena pilihan sikap politik yang buruk.
Terima kasih dan salam