Bayangkan saja dari menteri menjadi walikota-bupati. Dan ironisnya tidak sedikit yang kalah. Yang menang pun reputasinya tidak banyak terdengar. Nyaring terdengar malah menjadi bidikan karena korupsi. Contoh Nur Mahmudi. Pembangunannya tidak sepatutnya bekas menteri sebenarnya.
Dua, posisi mendukung pemerintah namun galak dan sadisnya melebihi oposisi, dua periode masa SBY berkuasa. Perilaku mereka yang ugal-ugalan dalam berpolitik jelas terbaca dan terekam oleh pemilih. Mereka bukan kritis namun perilaku asal-asalan.
Ditambah periode ini ketika mereka lebih banyak menjadi barisan sakit hati bukan lagi sekadar oposisi. Lebih banyak hal kontraproduksi yang mereka hasilkan. Pernyataan asal bunyi dan kepemimpinan yang lemah membuat mereka makin sulit dan terjepit.
Tampak jelas juga kementrian yang dulu ditangan PKS banyak kasus dan masalah yang menjadi penyebab lambannya pemerintahan kini. Tudingan pemerintah tidak becus dari mereka, mereka lupa peran politikus PKS juga besar. Soal beras, siapa mentannya dulu, soal olah raga, bagaimana sekarang bisa sukses. Soal kemenkominfo pun demikian.
Gagal dan gagal lagi dalam pilkada
"Kesuksesan" pilkada DKI seolah membuat mereka sudah memenangkan semuanya. Ternyata pola yang mau digunakan di daerah-daerah gagal total. Paling mauu diidentikan adalah Jawa Tengah, mereka gagal karena memang konteksnya berbeda. Namun dihantam saja dengan cara yang sama.Â
Mereka susah untuk bisa bergerak karena memang  miskin inovasi di dalam berpolitik. Kecenderungan politik kebencian dan pecah belah membuat mereka makin diasingkan bahkan oleh rekan koalisi terdekat mereka.
Faksi dan Intrik di dalamÂ
Hal yang paling fatal jelas faksi dan intrik di dalam ini. paling parah jelas kasus Fahri Hamzah. Suka atau tidak, Fahri  faktor terbesar makin terbenamnya PKS  kali ini.Â
saling lapor dan saling tudingnya Fahri dan sang presiden telah membuat makin kacau. Posisi pimpinan dewan jelas menjadi santapan empuk media dan media sosial. Setiap saat hanya ada berita tentang perselisihan PKS, bukan konsolidasi apalagi prestasi.
Sangat mungkin hal ini menular. Pimpinan daerah dan pengurus cabang mulai meninggalkan partai secara terbuka. Mereka merasa gerah dengan partai yang bertikai terus. Jika memang Fahri benar, mengapa Sohibul tetap  presiden. Artinya Sohibul juga kuat. Namun sebagai presiden, mengapa Sohibul tidak berdaya memecat Fahri. Ini jelas masalah.