Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Amien Rais dan Prabowo, Belajarlah Bijak dari Ahmad Rubangi

24 Oktober 2018   05:00 Diperbarui: 24 Oktober 2018   09:29 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memang ada yang tetap ndompleng keberanian RS untuk mengaku sebagai kualitas spritualitas, namun di balik itu hanya mau membenarkan diri dan mengaitkan dengan agama dan spiritualitas yang sejatinya menutupi ketinggian hatinya sendiri.

Bijaksana itu bukan karena pendidikan, gelar, jabatan, atau pengalaman, namun kualitas diri. Apa kurangnya gelar berderet, pangkat dan jabatan, namun jauh lebih munafik dan tidak tahu malu, kalah dengan orang yang maaf hanya asisten, namun menyarankan kualitas hidup manusiawi, berani mengakui kesalahan dan kebohongan yang pernah dilakukan.

Cerdas itu beda dengan pintar atau pandai. Pintar atau pandai hanya terbatas pada otak, kognisi, namun hati kosong. Cerdas menyangkut juga hati. Lagi dan lagi itu justru ada pada asisten, padahal anggota dewan bahkan pimpinan saja tidak ada yang memiliki pemikiran demikian. pilihan cerdas dan tidak semata pintar ini, namun kualitas pribadi yang tidak berkaitan dengan gelar dan jabatan.

Mengakui kesalahan dan kebohongan itu tindakan besar, keberanian luar biasa, mendukung untuk mengakui itu juga luar biasa. Dan ide itu justru lahir dari seorang biasa, bukan pimpinan dewan, bukan anggota dewan, bukan pula deklarator partai politik.

Kebesaran jiwa dan kualitas pribadi itu tidak perlu keliling pasar, berkobar-kobar di dalam berpidato, atau merasa paling benar di seluruh negeri. Berani menyatakan kebenaran sebagai kebenaran, mengakui kesalahan sebagai kesalahan, dan mendorong kebenaran sebagai panglima di dalam perilakunya, akan dicatat oleh sejarah, dalam konteks masing-masing tentunya.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun