Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ratna Sarumpaet, Akankah Menjadi Duta Antikepalsuan?

9 Oktober 2018   20:00 Diperbarui: 9 Oktober 2018   20:36 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(aceh.tribunnews.com)

Mengapa banyak yang meradang dengan kecepatan polisi mengungkap kasus ini? Jelas saja mereka  juga akan ikut terseret arus yang telah mereka mulai. Mereka tentu paham bahwa itu lebam bukan karena pukulan, jika pukulan tentu akan ada bagian yang menghitam-biru, nggeseng. Mosok mereka tidak paham bukan? Dan karena tahu inilah, siapa yang akan dijadikan kambing hitam.

Pertama polisi yang dituduh dengan berbagai label karena begitu cepatnya. Iyalah, mereka tidak siap  dan tidak menduga polisi bisa demikian cepat mengungkap kasus ini yang memang sangat lemah. Mudah diungkap, beda dengan kasus Novel yang dijadikan rujukan lamanya oleh mereka yang kaget polisi sukses dan mereka tidak bisa menghindarinya.

Kedua, jelas mereka ramai-ramai balik badan, menuduh bahwa Ratna Sarumpaet sebagai pelaku kebohongan dan semua yang terseret itu hanya korban. Iyakah? Sesederhana itukah? Atau malah bodoh? Sehingga dengan mudah terkelabui, atau maunya memanfaatkan keadaan dan malah akhirnya terlibas bola salju yang menggelinding liar itu?

Ada yang khas dari kelompok ini adalah, begitu sigap, gegap gempita menyebarkan berita, peristiwa, isu, atau kejadian, sangat masif, namun begitu ketahuan ada yang salah, ramai-ramai pula ngelesnya, menuduh pihak lain sebagai pelaku, dan akhirnya mengaku sebagai korban. Menutupinya dengan pengakuan sebagai khilaf dan sambil menyepak pihak lain sebagai pelaku yang lebih parah.

Penegakan hukum oleh polisi ini menjadi penting karena apa yang terjadi hal yang tidak sepele. Mengapa? Karena terjadi pada ibu-ibu bahkan levelnya nenek-nenek yang cukup sepuh. Seorang aktivis sosial yang bergeser pada politik lagi. Posisi politiknya pun  berhadapan dengan pemerintah, bukan bersama pemerintah, tidak heran seorang puteri penguasa Orde Baru sampai menyatakan era bapaknya tidak pernah terjadi yang demikian. Ya memang karena  karena Marsinah masih muda dan buruh bukan elit di Jakarta.

Jokowi langsung terkena dampak besarnya. Apalagi jika penegakan hukum terlambat. Makin susah bagi polisi, apalagi jika benar bisa ke luar negeri dan memberitakan kebohongan itu sebagai benar-benar perilaku kekerasan dari negara, pemerintah yang melakukan perilaku biadab bagi nenek-nenek.

Belum juga ada deklarasi menjadi duta antikekerasan nenek-nenek. Jika itu sudah terjadi dan menjadi viral, entah bagaimana membersihkan benak, persepsi yang telah tertanam dalam banyak benak pemuja kebohongan. Jika terjadi, ini bukan hal yang sederhana lho. Ingat bagaimana kebohongan sejak 2014 pun masih kuat melekat hingga hari ini. Padahal jelas salah dan sesat. Contoh nyata soal PKI dan antiagama tertentu.

Kebohongan, kepalsuan, dan pengubahan persepsi memang cara yang mereka jual. Mengapa demikian? Jelas karena mereka telah gagal mendapatkan momentum untuk menawarkan diri sebagai pasangan yang menjual. Ide mereka makin hari makin tidak jelas.

Mereka selama ini hanya asyik melihat sepak terjang rival dan maunya menyalip di tikungan, parahnya mereka justri keteteran dalam banyak hal yang mereka anggap sebagai momentum. Tikungan demi tikungan dapat dilahap dengan piawai oleh rival mereka.

Ide dan gagasan bukan berangkat dari hal yang mendasar dan memang diperlukan sebagai seseorang pemimpin, eh malah menggoreng kejadian yang belum terkonfirmasi kebenarannya. Apa yang ada malah makin jauh dari yang seharusnya diperoleh.

Kebohongan demi kebohongan, kepalsuan demi kepalsuan yang dibangun malah justru terkuak atas perilaku mereka sendiri. Dari jenderal kardus hingga operasi plastik, itu mereka sendiri yang melakukan, mereka sendiri pula yang menguak keberadaannya. Dan mereka menilai iu sebagai angin lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun