Beberapa waktu lalu, seorang sesepuh partai hasil reformasi, mengaku pahlawan reformasi, dan berkali ulang nyapres, membuat pemisahan partai setan dan partai "tuhan". Toh tidak laku juga, nah menjadi masalah ketika ratna Sarumpet mengaku membuat kisah palsu dengan menyatakan, bisikan setan, yang membuatnya bisa berbuat seperti itu.
Sebelum kisah ini terkonfirmasi sebagai kebohongan dan kisah palsu, hampir semua elit partai "tuhan" ini sudah menyebarkan berita dengan segala bumbunya. Hampir semua, karena toh tidak semua elit partai terlibat semua, hanya satu dua penggede, atau bekas penggede yang seolah menari riang gembira karena adanya kisah heboh yang bisa merontokan suara kubu sebelah.
Jadi bertanya-tanya nih, apa iya dikotomi, pemisahan itu benar-benar sesuai dengan fakta lapangan, kinerja dan motivasi di dalam berpolitik sudah sesuai dengan kehendak Tuhan, atau malah melakukan perilaku setan sih?
Tentu bukan hendak membahas itu, itu bisa artikel lain dan sudah basi juga. Menarik justru ketika yang menglaim diri partai "tuhan" malah menjadi agen penebar bisikan setan. Ini aktual, masih baru, dan dinyatakan sendiri oleh pelaku-korban-dan mungkin juga perancang sekaligus. Ia mengisahkan "penganiayaan" itu karena bisikan setan. Hayo, mana setan mana "tuhan" sih?
Sejak kecil dan tua, saya itu kalau membaca, atau diberi pelajaran tentang Tuhan ya jelas bagaimana yang tidak terlihat itu bisa dikenali dari buah dan karya dari sesama danlingkungan. Beberapa hal yang memberikan indikasi itu karya Tuhan dan sekaligus ciri apa yang menjadi rencana kerja iblis, adalah:
Cinta kasih apapun wujud dan bahasanya. Mengedepankan cinta dan bukan menebarkan kebencian, caci maki, kerusuhan dan pilihan jelek lainnya. Ketenangan akan  menjadi ciri yang jelas pribadi penuh cinta. Mosok sih orang yang penuh cinta akan menghardik, muka keruh penuh angkara murka dan dendam?
Memperbesar dan menemukan titik temu, bukan justru memperlebar perselisihan, perbedaan, dan kesenangan untuk membuat keadaan kisruh. Ada di mana para penghuni partai yang katanya partai "tuhan" dan sisi lain yang dituduh sebagai partai setan itu. Semua paham kog, ingat rekam jejak, jangan hanya bicara satu kasus saja.
Karya kebaikan dan Roh Baik juga akan membawa pribadi-pribadi pembangunnya untuk mau berbagi, bukan malah mengumpulkan. Ingat siapa yang banyak dicokok KPK, siapa yang memushi KPK, atau masih mau lupa siapa saja? Tengok saja sendiri atau tanya Mbah Google.
Karya Roh Baik itu biasanya akan berorientasi pada yang lain, bangsa, negara, daerah jika itu pimpinan dan dewan daerah, kepentingan sendiri dan kelompok itu nomor sekian. Skala prioritas itu jelas. Nah kan lagi-lagi jelas, ketika hanya ribut soal kursi dan jabatan sendiri, teman sendiri, itu karya siapa, Tuhan atau setan? Jelas banget kan.
Keberanian bertanggung jawab atas perilaku, bukan malah ngeles apalagi model tiji tibeh, mengajak orang lain jatuh bersama. Apa bedanya dengan kepiting jika demikian. Memalukan ketika  menyitir hal-hal rohani, spiritualitas, namun kemudian di waktu yang sama menuding pihak lain sebagai pelaku lebih jahat. Siapa saja, toh para  pembaca sudah paham. Itu karya setan atau Tuhan?
Kinerja Roh Baik itu akan membuat hidup tenang, fokus, dan jalan pada rel yang benar. Ada kesalahan diperbaiki, bukan malah mencari kambing hitam. Kembali terbukti, siapa yang berdalih, mencari-cari pelaku yang patut dipersalahkan, dan merasa diri hanya korban. Khas perilaku setan yang tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Buah kinerja Roh Baik juga bisa dilihat dari perilaku dan ritual keagamaannya. Ritual bagus, hapalan bagus, juga bekerja lempeng, ide dan gagasan sesuai tuntutan agama. Mana ada kinerja Roh Baik kog membenarkan korupsi atas nama gaji kecil. Siapa itu? Semua juga paham kog. Atau menuding dengan keras berdalih agama padahal dirinya juga  melakukan. Hanya berkamuflase menggunakan dalih agama dan Tuhan di dalam kejahatannya.
Perilakunya tulus, apa adanya, dan tidak munafik. Apa itu munafik, apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan sama. Dan itu jelas apa yang dimulut dan dilakukan berbeda dalam banyak kisah dan peristiwa bukan?
Jauh lebih jahat dan sesat orang yang tahu kebenaran namun memilih bersamaa kejahatan dan berkedok alim dengan tidak merasa bersalah. Hatinya sudah dibutakan, telinganya sudah ditulikan, hanya karena kursi-kursi-kursi saja yang di dalam benaknya. Fokusnya hanya kursi dan kursi
Apakah para politikus di barisan partai "tuhan" itu tidak tahu bahwa itu jahat dan salah? Sangat tidak mungkin tidak tahu, sama juga dengan membedakan mana maling dan mana hadiah, hanya mereka mau mengubah persepsi yang memang pada dasarnya mereka jahat mau jadi malaikat. Memang bisa? Jelas saja tidak bisa. Nah ketika sudah tidak lagi mampu mengubah keadaan, diciptakanlah yang seolah-olah itu, palsu, KW, dan model-model yang sama.
Rakyat dinilai belum cerdas-cerdas amat. Mengerikan calon pemimpin yang berjanji mau memberikan keadilan dan kemakmuran, ternyata dalam benaknya sendiri masih melihat rakyat yang ingin ia pimpin itu masih dianggap separo pinter. Ini jauh lebih keji dari pada ditusuk, mengapa? Karena ini soal kepribadian, jati diri rakyat yang dinilai bodoh.
Pemimpin itu mencerdaskan, mengupayakan agar makin cerdas rakyatnya, jangan malah dibuat makin bodoh. Ini hanya dilakukan oleh pemimpin bodoh, jika cerdas orang tidak akan mau memimpin bangsa yang bodoh. Kebodohan sendiri ditakarkan pada pihak lain.
Dia (Ratna Sarumpaet) itu tahu bukan kalau rekan-rekan mereka mengaku diri pada barisan partai "tuhan" lha kalau yang membisiki itu setan, luar biasa ya, barisan "tuhan" mendengarkan bisikan setan. Lha ini benaran apa dagelan, atau malah gendeng. Mana ada setan bisa membisikan pada kuping "tuhan"?  Atau ini malah  pengakuan paling jujur bahwa mereka memang aslinya "pemuja setan" dan cara kerjanya?
Tidak mungkin setan dan Tuhan bekerja sama. Setan akan bekerja sama juga dengan setan, jelas tidak akan mungkin Ratna Sarumpaet akan mengaku dibisiki malaikat sebagai representasi Tuhan bukan? Dan dengan itu secara tidak langsung mengaku sebagai sesama setan yang sedang berkolaborasi.
Dengan demikian, apa bisa dipercaya kinerja "setan" itu dijadikan rujukan, referensi, dan bahan untuk menjadikan kita percaya, yakin, dan mau memilihnya menjadi pemimpin bangsa ini. Jika cara-cara brutal, buruk, busuk, dan membenarkan semua cara, mengaitkan semua hal dengan agama, namun  perilakunya jauh drai itu semua, apa ya bisa jadi pemimpin yang baik. Ini bukan soal satu pribadi lho, malah seluruh partai yang di sana berlomba-lomba mengabarkan yang kemudian diralat sebagai korban dan menjadikan RS sebagai pelaku yang pantas dihukum sendirian.
Ketika mau menjadi pemimpin namun tega menjebloskan rekan kerja mereka sendiri, apa bukan pemimpin tipe kepiting yang akan menyapit dan menarik siapa saja yang bisa ia jadikan "tumbal". Mengerikan pola kepemimpinan demikian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H