Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Politik Alay Usai Tantrum ala SBY

2 Oktober 2018   05:00 Diperbarui: 2 Oktober 2018   19:46 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tantrum itu bahasa gampangnya ngamuk guling-guling cari perhatian.  Biarkan saja agar tidak menjadi gaya di dalam cari perhatian, asal tidak membahayakan diri dan lingkungan. Sesudah reda tantrum-nya baru diajak  bicara.

Nah kini, dalam dua kejadian, rupanya sudah bukan lagi tantrum lagak lagunya, tapi alay, itu abg lebay kata anak sekarang. Polah tingkahnya itu lucu dan aneh-aneh, kadang tidak terpikirkan dan terjadi.

Salah satu orang kepercayaannya menayakan mengapa kadernya dibajak, apa karena takut kasus di kejaksaan, kaitannya karena si pembajak sama dengan partai politik jaksa agung. Tidak berapa lama Pak Beye minta maaf, terutama ke presiden, bukan jagung, dan ketua umum Nasdem.

Si pelaku yang dimintakan maaf tidak diapa-apakah, peringatan pun tidak. Lha buat apa permintaan maaf kalau yang berbuat salah saja dibiarkan begitu saja melenggang.

Hal ini sama dengan anak remaja yang naksir gadis teman sekelasnya. Untuk menarik simpati, jadilah pahlawan settingan. Banu sedang naksir Ning, karena perlu siasat agar tampak macho dan jagoan, dipilihlah trik kuno. Pura-pura Budi menggoda berlebihan Ning di suatu tempat. Dan tiba-tiba secepat kilat sudah datang Banu menolong. Budi bonyok-bonyok da kantongnya penuh uang dan rokok. Sesederhana itu, apa Ning terpesona? Belum tentu juga.

Ketika ada gempa dan tsunami, presiden cepat datang, lha memang kinerjanya cepat, tidak berbelit, birokratis, dan sejenisnya. Jokowi memang selalu begitu, lha ledakan bom saja dalam hitungan jam sudah  hadir di sana, padahal bisa saja masih ada yang lain, itu bukan pertimbangan. Eh tiba-tiba SBY memuji Jokowi yang cepat hadir.

Ini lagi-lagi politik alay. "Ning bajumu bagus jari ini, pas dengan kulitmu..." gubrak, lha namana seragam kan ya itu-itu juga, emang ada yang lain?

Eh pagi berikutnya hal yang mirip dilakukan, "Sepatu kamu keren, cocok untuk kamu..." lha sepatu seragam ya hitam, mau jutaan atau puluhan ribu ya sama. Mana ada anak sekolah tampak keren dengan sepatunya?

Kita bisa belajar dan melihat bagaimana perilaku yang meningkat namun masih ya begitu-begitu saja. Usai tantrum malah berperilaku alay. Apa yang dilakukan itu masih dengan gamblang terbaca, sebagai fokusnya hanya diri dan kepentingannya sendiri.

Lucu dan aneh, ketika anak buah dinilai bersalah dengan sigap dan cepat-cepat meminta maaf, via media sosial lagi, dan tidak ada tindakan atas perilaku yang dinilai salah itu. Sebatas mencari perhatian pada pribadi yang dimintai maaf.

Pujian tersebut juga maaf naif, karena apa? Sudah  biasa Pak Jokowi itu kerja cepat tidak banyak rancangan dan birokratis yang berbelit. Itu akan menjadi pujian yang bagus, jika Pak Beye yang memang demikian. Artinya pujian yang  tida k lagi bermakna, karena memang sudah demikian.

Coba kalau mengatakan juara olimpiade matematika, selamat ya anak cerdas, ya tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan. Beda jika mengatakan itu pada anak yang lima kali tidak naik kelas dan akhirnya naik kelas. Memberikan dampak positif.

Kelucuan berikutnya adalah, mereka ini kan barisan yang mengusung Prabowo-Sandi, namun nampak dengan jelas main mata juga dengan pasangan Jokowi-KHMA, kembali mirip anak abg alay yang tebar pesona ke mana-mana. Satu ditolak, masih ada yang mau menerima.

Perhatian bagi kedua kebersamaan, apa iya model politikus berpolitik demikian yang akan mengupayakan bagi negara dan bangsa yang lebih baik lagi? Oposisi itu tidak buruk kog, sepanjang menjalankan perannya dengan baik, mengritik dengan data dan fakta, bukan asal-asalan. Jika mau berdiri berhadapan dengan partai yang sedang menguasai pemerintahan, ya terima dengan lapang hati.

Fokus Demokrat  jelas tidak jauh dari apa yang ingin dilakukan SBY, kursi untuk AHY. Jelas fokus adalah posisi bagi AHY. Jika Jokowi yang menang, masih juga ada kesempatan untuk "nitip" kan sang putera ke dalam kabinet. Pertanyaan selanjutnya, lha apa bedanya dengan mendukung Prabowo tapi masih berpikir kalau Jokowi-KHMA pun bisa diharapkan menang.

Hal ini bukan spekulasi asal-asalan, lha nyatanya dengan berbagai dalih memberikan kebebasan yang aneh dan lucu, ketika kadernya boleh mendukung Jokowi-KHMA, padahal secara administratif politis, mereka mendukung Prabowo-Sandi.  Hanya Demokrat yang demikian.

Apa yang ditampilkan jelas model remaja galau yang tebar pesona  ke mana-mana dan bisa menjadi tidak dapat apa-apa karena orang menjadi jengkel dan maaf muak dengan pendekatan yang berlebihan demikian.

Selalu saja mengatakan dan mengedepankan politik itu cair, tidak ada kawan abadi, yang ada adalah kesamaan kepentingan. Nah jangan lupa toh ada pula etika yang perlu dijunjung tinggi, bukan asal-asalan demikian.

Dengan berlaku demikian, sejatinya Pak Beye justru melemahkan potensi AHY yang seolah-olah tidak mampu eksis dengan upaya sendiri. Sudah berlebihan apa yang dilakukan Pak Beye. Potensi sendiri malah tertutupi oleh upaya yang diberikan berlebihan oleh Pak Beye.

Susah berharap pada Demokrat, ini juga bisa berimbas pada pileg. Seharusnya sebagai presiden dua periode, Pak Beye jauh lebih bijak di dalam mengedepankan keinginan pribadinya di atas partai dan bangsa serta negara. Itu sah-sah saja, namun dengan laku yang elok lah.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun