Pengalaman birokrasi yang lemah, pun bersama gubernur yang lemah juga dalam kerja tim, bisa menjadi bumerang bagi pemerintahan DKI Jakarta. Ini bisa merugikan banyak pihak untuk ke depan, baik pileg ataupun pilpres jika tidak diputuskan dengan cermat.
Sapu bersih ala Gerindra juga tidak bisa lepas dengan memilih Sara, Â karena toh tetap kader sendiri. Dengan demikian lagi-lagi menendang PKS yang setia dalam banyak gawe besar selalu bersama Gerindra. Toh tidak mudah juga Gerindra percaya pada PKS yang bisa mendapatkan keuntungan amat banyak dalam beberapa gawe ke depan.
Melihat beberapa hal tersebut, realistis Gerindra, terutama Prabowo mengusulkan nama ini daripada Taufik untuk menjabat wakil gubernur. Susah berharap pada taufik, ketika Bambang Widjoyanto sendiri mengatakan perlu pemimpin yang berintegritas bagi Jakarta, sedang MT jelas mencinderai integritas, pada ranah penyelenggara pemilu lagi. Pun dari PKS juga ribet jika Prabowo menyerahkan pada mereka.
Posisi PKS hanya menantikan "belaskasihan" dari Prabowo. Tidak heran ketua DPRD mengatakan, lebih baik PKS mengadakan lobi-lobi ke anggota dewan lain. Eits  memang masih ada makan siang yang gratis? Aroma "kardus" jauh lebih kuat daripada lobi-lobi dalam arti yang sejati sebagai politisi.
Nampaknya malah menambah galau Gerindra dan Prabowo dengan menguatnya Sara dalam pusaran DKI-2 ini. Patut ditunggu  babak selanjutnya.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H