Pensiunan bintang dua polisi ini akan menjadi punggawa TKD Jawa Timur. Alasan yang dinyatakan sungguh mengagetkan, "Saya langsung iya sanggup saat diminta mendukung Pak Jokowi. Tidak perlu lama untuk memutuskan. Sebelumnya dari kubu Pak Prabowo juga menghubungi, namun saya memilih mendukung Pak Jokowi karena suka akan pembangunan infrastruktur yang bermanfaat itu." Selengkapnya sebagai berikut.
Pernyataan yang mewakili juga sebagian besar pemilih dan masyarakat yang memang merasakan dampak baik atas pembangunan yang ada. Fakta yang harus diakui bahkan oleh oposisi sekalipun, ini kenyataan yang ada, bukan ilusi atau akan dan rencana semata. Menyitir kata ketua TKD, bahwa tol di Jatim dan trans Sumatra pun berjalan dengan sangat baik dan sangat progresif.  Sikap ketua tim TKD ini diperkuat oleh  30-an kepala daerah di Jatim yang mendukung Jokowi-KHMA.  Bisa dimengerti karena pembangunan daerah dan pusat perlu sinergitas yang berkelanjutan.
Berbicara Jawa Timur sebenarnya tidak demikian mengejutkan karena dalam pilpres lalu yang masih identik dengan saat ini, karena Jokowi dan JK kala itu unggul jauh dengan 24 daerah dan 14 daerah yang diperoleh oleh pasangan Prabowo-Hatta. Toh kini malah 30 lebih daerah yang sudah menyatakan mendukung Jokowi-KHMA. Perubahan peta dukungan sudah lebih kuat.
Kejutan besar justru dari Sumatera Barat, di mana pada pilpres lalu, Prabowo-Hatta menang dengan ssangat telak, 76% lebih berbanding 23%-an yang memilih Jkw-JK. Kini sudah ada sepuluh kepala darah yang menyatakan dukungan untuk Jkw-KHMA demi pembangunan infrastruktur dan perhatian yang akan terus diberikan oleh pemerintahan yang sudah mereka rasakan. Lebih dari separo dari kepala daerah yang merasakan dampak baik pembangunan yang dilakukan pemerintah itu layak dilanjutkan. Selengkapnya.
Dua fakta itu hanya sebagian  pernyataan kepuasaan atas pemerintahan yang sudah berlangsung dan akan berlangsung lagi. Papua pun jauh-jauh hari sudah menyatakan dukungan yang memiliki pula implikasi gubernurnya berselisih dengan partainya, dan mereka siap dengan itu. Mengapa? Karena jelas hasil yang mereka rasakan, bukan hanya indah dalam retorika dan wacana semata.
Bali mengatakan akan siap memangkan 80% suara untuk Jokowi-KHMA. Hal yang lumrah dan sangat masuk akal karena mereka memang kandang banteng di mana PDI-P sebagai partai utama pengusung pasangan ini. Hal yang sangat wajar dan  bukan sebuah hal yang patut dilihat lebih jauh.
Tetangga dekatnya justru jauh lebih mengejutkan dengan perolehan periode lalu yang hanya kirasa 27% kali ini dipimpin TGB hendak mengubah keadaan. Merasa bahwa pembangunan yang telah dilakukan itu perlu dilanjutkan, juga adanya sosok KH. Ma'ruf Amin yang dianggap oleh TGB sebagai guru yang harus berbakti karena dirinya adalah murid. Risiko besar yang ia pilih karena harus berselisih dengan partai yang selama ini menaunginya, Demokrat.
Apa yang diapresiasi pemerintah daerah dan pribadi yang mau menjadi TKD jelas itu fakta dan keberhasilan yang memang telah dicapai. Sekali lagi ini  prestasi bukan semata karena klaim atau keinginan yang belum terwujud. Suka atau tidak ini memang salah satu keunggulan incumbent, dibandingkan dengan penantangnya.
Dua periode diperlukan untuk keberlangsungan program yang sudah dicanangkan. Sangat repot mengharapkan adanya pemerintahan baru yang mau meneruskan program yang sangat tidak menarik. Susah  percaya pengganti mau disalahkan soal pembangunan yang lar biasa itu. Lebih menarik tidak berbuat apa-apa sebagaimana pemerintahan yang dulu-dulu. Yang penting banyak yang suka, meskipun ketinggalan zaman dan keadaan.  Lebih realistis dari pada mengajak rakyat mandiri. Memanjakan dengan subsidi BBM, memberikan kemudahan ini dan itu namun tidak menyeluruh.
Ketika kini pembangunan itu diarahkan untuk merata, dengan jalan tol pun ada di Sumatera, Kalimantan, bahkan Papua, banyak yang meradang karena biasanya mereka bisa berpesta dengan aneka proyek dan kini makin terpojok karena memang era berganti. Rakyat yang mendapatkan banyak insentif, bukan lagi elit dan pejabat. Paradigma diubah, pelayanan oleh pemerintah mulai berjalan.
Pendekatan personal  ala Jokowi yang tidak kenal lelah dengan bersafari keliling Indonesia, mendengarkan suara rakyatnya yang tidak hanya duduk di belakang meja dari Jakarta. Kesulitan itu dirasakan juga, sehingga tahu apa yang perlu diberikan dan dilakukan itu tepat guna. Kerja keras itu dijawab oleh kesediaan dan deklarasi dari Sumatera Barat, Papua, dan juga daerah lain. Tentu akan berbeda jika hanya pencitraan semata.