Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Erick Tohir Melayang, Ilham Habibie Digadang, Politik Pengandaian

17 September 2018   08:00 Diperbarui: 17 September 2018   08:20 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik itu sangat cair, dinamis, dan tidak bisa ditebak alurnya. Sandi ternyata baru tahu rasanya ditinggalkan dengan pengandaian, dan sebagaimana ia bayangkan, pikirkan, dan rasakan. Padahal tidak, pernyataan saja masih bisa berubah kog. Ia tentu menyesal ketika Erict Tohir ternyata melayang dan berlabuh ke kubu rival. Ini kehilangan besar dan cukup telak karena kedekatan relasional, personal, dan banyak faktor yang sama sebenarnya bisa menjadi kebersamaan mereka lebih mungkin. Ketika masih desas-desus ET akan masuk tim pemenangan Jokowi, Sandi cukup yakin, ET akan menolak dengan dasar asumsi ia sebagai pengusaha, akan sama yang dirasakan ET.

Kehilangan cukup besar dengan reputasi ET yang sudah bukan hanya lokal atau regional, levelnya sudah mendunia. Amerika Serikat saja mampu ditaklukan. Sangat menjanjikan apalagi terakhir dari AG jelas kinerja apiknya terasa. Kesuksesan besar yang banyak pihak tidak duga, dengan kondisi politik yang sangat mudah gonjang-ganjing, AG tetap berjalan dengan kesuksesan banyak hal. Tuan rumah, prestasi, dan juga tamu pun puas dengan sugguhan dari pembukaan, puncak pesta olah raga, dan penutupannya.

Hal-hal ini tentu dipandang Sandi poin banyak bagi lawan, dan ia mau mendapatkan yang sepadan. Putera Habibie dipandang setara, jika berkenan. Mengapa? Kedekatan relasional Habibie dan Jokowi sangat erat pun dengan Megawati. Ini yang mau dijadikan penyama kedudukan ketika ET ternyata bisa diajak ke kubu sebelah. Cukup bagus dan seimbang juga, faktor psikologis massanya memang akan setara dan mantab guncangan yang timbul.

Hitung-hitungan tidak sampai 60-40, sekitar 75 -- 25 saja, kalau tidak terlalu vulgar mengatakan hanya 80-20 dengan banyak pertimbangan.

Pertama, susah mengharapkan Ilham mau menjadi timses Prabowo, berkaitan dengan sejarah '98 yang sangat buruk antara Prabowo dan Habibie. Jelas secara normatif mengatakan silakan saja, jelas ini pernyataan bapak yang baik, bukan  bapak yang kejam dan sadis. Tentu susah bisa mendapatkan dukungan dari keluarga dan kelompok Habibie, bisa saja namanya politik namun sangat-sangat kecil.

Kedua, tidak juga sebanding, bukan mau mengecilkan Ilham Habibie, dalam konteks levelnya. Satunya umum, luas, dan banyak segi, diperani  ET, Ilham cenderung sangat khas dan spesifik, ilmu pesawat. Tidak ada yang bisa menandingi dalam kapasitasnya soal kedirgantaraan, namun dalam banyak segi, kurnag meyakinkan.

Ketiga, pengalaman dalam kerja tim dan lapangan juga berbeda, layak jika Sandi memosisikan menjadi tim ahli dan narasumber dalam bidang-bidang terkait. Nah ini saja jelas memperlihatkan Sandi sendiri tidak percaya akan apa yang ia pilih. Kegalauan tingkat dewa atas kesalahan menggunakan persepsi dalam politik.

Keempat, Ilham memiliki kecenderungan orang belakang meja. Tim pemenangan itu jelas semua lini mampu dijalani dan itu ada di ET. Ini bukan soal nama besar, atau kepintaran intelektual, bukan itu, soal kapasitas dan tempat yang tepat. Itu saja. Orang yang tepat di waktu yang pas.

Mengapa ada potensi besar di sampingnya bisa lepas? Jelas karena orientasinya ke luar, bukan ke dalam. Terlalu sibuk memantau aktifitas kubu Jokowi,  namun abai akan kekuatan dan konsolidasi ke dalam. Di sinilah yang menjadi pembeda dan kelas bermain yang sangat timpang.

Terlalu banyak manuver dan wacana hingga keteteran. Pedekate ke mana-mana, aksi apa saja diiyakan, namun malah lupa mempertahankan apa yang ada di sekelilingnya. Ini sama juga dengan anak-anak main  beteng, konsentrasi pada lawan yang akan menyerang, tahanan mereka lepas semua dan beteng pun kena serbu. Mengapa? Karena tidak jelas apa yang mau dilakukan sejak awal.

Masif sih masif pergerakan mereka, namun konsentrasi menyerang yang tidak esensial dan sporadis kecil-kecil, sangat tidak efektif. Dan itu terbaca dengan baik. Point-point besar lepas karena tidak berkonsentrasi secara menyeluruh. Sangat bisa dipahami.

Politik itu komunikasi, bukan semata bagi-bagi, dan itu yang abai dilakukan. Pantas jika Demokrat meradang dan bukan tidak mungkin PAN dan PKS akan ikut cara yang sama sebagaimana Demokrat lakukan, apalagi aman sejahtera apa yang dilakukan Demokrat. Bisa membuat partai lain yang "kerja bakti" ikut main dua kaki dengan lincahnya.

Komunikasi yang salah, pengandaian, dan persepsi pribadi yang diterapkan pada pihak lain bisa menjadi bencana besar. Kesalahan besar melepaskan potensi perkawanan. Ini kala sepak bola ya bola di tangan kiper, bisa diserobot striker lawan dan jadi gol. Nyesek apalagi kiper sudah eforia karena merasa menangkap bola dengan baik.

Makin hari akan makin banyak sajian menarik perpolitikan nasional. Dan itu layak ditunggu, apalagi nama juga belum juga muncul dari kubu Prabowo-Sandi  soal ketuam tim pemenangan. Apakah Djoko Santoso, atau ada kejutan besar dengan Ilham Habibie misalnya. Semua bisa saja, dan namanya politik, tidak ada kawan abadi atau lawan yang sejati. Semua bisa saja terjadi.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun