Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memilih Prabowo Tiket Masuk Surga dan Klaim Sepihak

12 September 2018   09:41 Diperbarui: 13 September 2018   08:17 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Eit jangan ngamuk dulu, soalnya pernah model begini, saya dilabrak dan dikatakan goblog tanpa mengetahui esensi tulisan.  Ide tulisan ini berasal dari sebuah kiriman di grup percakapan yang mengatakan kalau pintu surga dibukakan bagi pemilih Bapak Prabowo sebagai presiden. Apakah ini benar demikian, atau sebentuk satire, jelas tidak sesederhana itu  tanpa melihat rekam jejak sebuah status seseorang. Jadi isinya bukan membahasa itu.

Beberapa waktu lalu, ketika Lombok diguncang gembap hingga berkali ulang, ada yang dengan enteng mengatakan kalau Tuhan sedang murka, Tuhan menghukum umat-Nya, dan  sejenisnya.  Apakah demikian? inilah Inti bahasan itu.

Seorang teolog Gereja Katolik, pemikir bagi teologi Kekatolikan, Agustinus memiliki pengalaman rohani yang cukup membuatnya menepikan pikiran dan lebih mengandalkan olah rasa. Suatu hari ketika ia memikirkan mengenai Tuhan, ia berjalan-jalan ke pantai. Di sana ada anak kecil yang sedang  membuat  sumur mainan di pantai, dan memindahkan air laut ke dalam galiannya. 

Agustinus bertanya, sedang apa anak itu? Si anak menjawab memindahkan air laut ke sumurnya. Jawaban yang membuat Agustinus sadar, bahwa otaknya yang sekecil itu jelas tidak akan mempu menampung misteri Ilahi yang tak terbatas itu. Galian anak adalah gambaran otak manusiawi, dan lautan dengan air itu adalah simbol kebesaran Tuhan.

Ketika bencana datang, apapun itu, gempa, gunung meletus, banjir bandang, tanah longsor, atau apapun, orang dengan cepat mengatakan Tuhan sedang berkehendak, kehendak Tuhan untuk menguji umat-Nya, dan sejenis itu.  Apakah ada screening, pengayakan, dan pemilahan mana yang taat, mana yang jahat sebelum bencana? Ataukah yang meninggal tersapu lahar misalnya mesti penjahat dan yang selamat itu sangat saleh di dalam hidupnya?  Tidak ada. Selamat atau kena bencana sama saja, mau baik atau buruk tidak dipilih untuk menjadi korban atau tidak.

Apakah  yang mengatakan itu salah atau benar? Tidak bisa sesederhana itu juga menilai sebagai benar atau salah. Satu yang pasti bahwa pemahaman kita masing-masing itu sangat erat dengan kemampuan kita, latar belakang kita, pengetahuan yang melingkupi kita, dan itu terbatas.

Contoh, bagaimana orang bisa menilai sebuah gelas dalam banyak makna dan arti. Kaum fungsional bisa mengatakan mau kaca, kayu, kardus, foam, atau tembikar, tembaga, pun besi, semua sama saja bisa untuk menampung air minum dan membawa air ke mulut. Karena pusatnya adalah fungsi dari alat itu.

Ahli kimia, melihat gelas dari kaca, akan menganalisis ini tahan panas atau tahan dingin karena proses dan komposisinya demikian. Jika pembakaran durasi waktunya kelamaan atau kurang, akibatnya adalah ini. Untuk menambah daya tahan namun tetap artistik perlu penanganan demikian.

Orang yang bergerak dalam bidang kuliner, akan melihat fungsi, keindahan sebagai daya tarik, dan juga alat yang handal dan serba guna.  Mereka akan memilih yang bisa menjual dagangannya dengan daya pikat tinggi, dimungkinkan untuk panas ataupun dingin, berbeda juga dengan ahli-ahli lain yang memilih spesifikasi. Sangat mungkin.

Pemikir yang berdasar ilmu matematika bisa saja menghitung lekukan, ketebalan terhadap daya tahan pada benturan, dan seterusnya.  Mendengar suara dentingan, naluri keilmuannya aka n berimajinasi soal bahan yang dipakai untuk menyusun gelas tersebut.

Semua itu apakah salah? Jelas bisa menjadi persoalan berkepanjangan jika klaim-klaim masing-masing dipaksakan sebagai kebenaran mutlak dengan menyingkirkan kebenaran yang juga memang demikian. baru satu jenis barang, gelas kaca, bagaimana  jika berbicara mengenai Ketuhanan.

Pada politisasi agama dan Tuhan, itu sangat mungkin terjadi pada siapapun, mau Prabowo atau Jokowi, toh pendukung masing-masing juga memiliki latar belakang yang relatif sama. Fanatis berlebihan kadang, dan demi memenangkan jagoan bisa menggunakan segala cara dengan kadang menyembunyikan fakta dan kebenaran yang hakiki dan universal.

Memilih pemimpin memang bisa menjadi "tiket" masuk ke surga jika benar yang dipilih itu membawa kepada kebaikan, memberikan harapan bagus untuk bangsa dan negara, serta jauh lebih banyak kebaiakn daripada keburukan. Siapa yang bisa menjawab, jelas rekam jejak dan waktu yang akan memberikan penilaian benar dan salah pilihan tersebut.

Pilihan pada sosok A akan membawa ke surga atau neraka, itu karena pemahaman sempit atas dasar latar belakang yang memang terbatas. Namun jika itu dikatakan dan dinyatakan oleh orang yang cukup  atau lebih di dalam pendidikan, pengetahuan, dan pengalamannya, jelas bahwa itu tidak benar. Pasti ada bukti yang disembunyikan, mirip pedagang yang mengatakan dagangannya pasti yang terbaik. Padahal tidak seharusnya demikian, apalagi berbicara mengenai Tuhan dan surga bukan?

Kini saatnya pemilu yang bermartabat, salah satu ciri demokrasi yang berkualitas adalah tidak akan mencampuradukan pemahaman, membawa-bawa ranah yang berbeda dalam satu wadah, dan memaksakan klaim sepihak sebagai kebenaran yang mutlak.  Sebagai sarana kampanye yang menjanjikan memang sah-sah saja, namun apakah membawa surga itu bagi hidup bersama?

 Tentu dengan mudah sebenarnya dijawab. Tidak perlu mati untuk tahu surga itu sebenarnya. Ketika hidup  damai, saling menghormati bukan caci maki, melihat perbedaan sebagai hal yang lumrah dan alamiah, itulah surga.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun