Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Nalar Demokrat Mengizinkan Kader Merapat ke Jokowi-KHMA

10 September 2018   12:00 Diperbarui: 10 September 2018   12:41 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media cukup ramai dan panas dengan keputusan Demokrat untuk memberikan dispensasi kader-kader daerahnya mendukung Jokowi-KHMA, meskipun secara partai mereka mengusung Prabowo-Sandi. 

Salah satu elit Demokrat menyatakan ada paling tidak lima daerah yang berpotensi meminta dispensasi, dan Papua yang sudah masuk dalam pembicaraan untuk bisa "diterima" permohonan mereka. Cukup pelik juga jika berbicara pemilu 2019 kali ini. Tidak sesederhana yang sudah-sudah.

Beberapa pertimbangan itu adalah, adanya pemilu legeslatif yang bersamaan dengan pemilihan presiden. Mau yang mana menjadi prioritas bagi partai. Kedua, jika pilpres menjadi prioritas bagaimana keberadaan kader yang juga sedang berjuang demi partai dan diri mereka. Ini jelas pertimbangan cukup mendalam dan tidak mudah. 

Ketiga, fokus pilres juga perlu dihitung, bagaimana 2024, siapa kira-kira yang bisa menjadi rival yang berat dan perlu strategi untuk bagimana bersama atau menyingkirkan sejak awal. Ingat ini politik dan kompetisi, semua adalah lawan yang perlu diperhitungkan dengan matang. 

Keempat, lagi-lagi basik politik, dapat apa dengan pilihan ini dan apakah bisa mendapatkan keuntungan jika memilih yang lain. Sangat  wajar dalam kiprah  partai politik. Kelima, jelas agar tetap bisa berkompetisi dalam pilpres mendatang.

Sangat mungkin, mengapa ribetnya "koalisi" Prabowo-sandi hingga sekarang belum menyatakan secara resmi siapa ketua tim pemenangannya. Posisi strategis bagi keempat partai politik, apalagi tiga parpol yang hanya menjadi "penggembira." Tanpa kader menjadi calon RI-1 dan RI-2, dan ketua tim  pemenangan, sama juga mereka kerja bakti. Apalagi Demokrat dengan suara siginifikan dan kader cukup menjual, wajar jika mereka bisa tawar-menawar posisi. Cukup punya modal yang lebih daripada PKS dan PAN.

Andi Arief yang menyatakan, sangat bisa mengerti kader di daerah untuk boleh memilih menyokong Jokowi-KHMA dengan pertimbangan kepentingan mereka. Mereka menyalonkan diri sebagai legeslator di mana dominasi partai pengusung pihak lain lebih dominan. Keberadaan mereka semata mempertahankan pemilih setia dan militan agar tetap bisa dipertahankan. Pilihan mereka logis daripada pemilu legeslatif lepas, pun pemilihan presiden sangat berat. Kepentingan pemilihan mereka tetap prioritas.

Pilihan yang tidak mudah, bagaimanapun partai-partai perlu bersikap realistis menghadapi hal demikian. Paling tidak, suara tetap aman, partai tetap melaju, dan dewan baik daerah ataupun pusat bisa digapai. Realistis jika pemilihan presiden hanya menjadi samben. Kerja dobel perlu modal sumber daya manusia berlimpah, dan nampaknya Demokrat mulai kesulitan dengan berbagai kasus yang mendera.

Pilihan Demokrat yang sangat realistis ini cukup terbuka karena memang posisi mereka yang jelas sejak awal "curiga" dengan pemilihan Sandi. Berbeda dengan PKS dan PAN yang tidak akan bisa sevulgar dan semenantang Demokrat. Kondisi mereka sama saja. Tidak ada keyakinan untuk memang, pun sudah tersandera di sana. Sikap yang susah bagi kedua partai untuk bersikap tegas dan jelas demikian.

Sikap Gerindra dan kawan-kawan ya hanya bisa tidak percaya, tidak yakin, dan masih memercayai kalau Demokrat akan sepenuh hati memenangkan Prabowo-Sandi. Jelas pernyataan hanya pelipur lara, karena jelas-jelas pernyataan gamblang pilihan kader daerah Demokrat sudah demikian. Kurang terang apalagi, kecuali orang yang sudah putus harapan ya hanya bisa melipur diri dengan kata-kata yang ia yakini sebaliknya.

Memilih tegas untuk menegur mengapa Demokrat bersikap demikian, toh tidak bisa. Pilihan yang sangat wajar, pun mereka di dalam koalisi juga merasakan yang sama. Koalisi minus Gerindra mengalami kegelisahan dan kegalauan yang persis dengan Demokrat. Hal yang akhirnya tahu sama tahu.

Posisi terjepit Demokrat juga jauh lebih menyesakan dengan keberadaan suara yang cukup signifikan namun hanya menjadi penggembira. Suara dengan 60 kursi setara dengan 10% lebih tanpa bisa mengusung apapun itu "bencana" besar. Golkar penah merasakan itu dan tentu Pak Beye tidak mau tinggal diam begitu saja.

Keberadaan AHY yang jauh lebih unggul dalam banyak survei namun kalah oleh Sandy yang tiba-tiba merangsek ke urutan teratas, tetap menyakitkan Demokrat dan jajaran. Soal mahar yang tidak dituntaskan dengan transparant termasuk pertimbangan Demokrat dengan model keputusan ini. Akomodatif politis yang  jelas sangat menyakitkan, karena tidak ada kesesuaian dengan rancangan SBY dan Demokrat.

Kisah Roy Suryo yang kembali menguat, padahal sejak Mei, mengapa malah kini membesar bak bola salju demikian. kembali luka lama kisah Andi Malarangeng, Anas, Angelina, dan banyak lagi menguar kembali. Kisah kasih korupsi yang menghantam Demokrat dan kini malah ngemplang, jauh lebih memalukan dan gaya baru dalam tindakan sebagai pejabat negara. 

Mungkin angka rupiahnya tidak sefantastis cerita kader Demokrat lainnya, namun tersandera kasus yang cukup selepe seperti ini, malah berlarut-larut, jelas sangat merugikan.

Demokrat jelas kekurangan kader jika harus bertarung dalam pilpres dan pileg, sedang mereka masih berpikir kepentingan AHY. Pilihan realistis memainkan isu kader yang mendapatkan dispensasi karena keberadaan pemilih setempat. Pilihan yang paling mungkin.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun