Media cukup ramai dan panas dengan keputusan Demokrat untuk memberikan dispensasi kader-kader daerahnya mendukung Jokowi-KHMA, meskipun secara partai mereka mengusung Prabowo-Sandi.Â
Salah satu elit Demokrat menyatakan ada paling tidak lima daerah yang berpotensi meminta dispensasi, dan Papua yang sudah masuk dalam pembicaraan untuk bisa "diterima" permohonan mereka. Cukup pelik juga jika berbicara pemilu 2019 kali ini. Tidak sesederhana yang sudah-sudah.
Beberapa pertimbangan itu adalah, adanya pemilu legeslatif yang bersamaan dengan pemilihan presiden. Mau yang mana menjadi prioritas bagi partai. Kedua, jika pilpres menjadi prioritas bagaimana keberadaan kader yang juga sedang berjuang demi partai dan diri mereka. Ini jelas pertimbangan cukup mendalam dan tidak mudah.Â
Ketiga, fokus pilres juga perlu dihitung, bagaimana 2024, siapa kira-kira yang bisa menjadi rival yang berat dan perlu strategi untuk bagimana bersama atau menyingkirkan sejak awal. Ingat ini politik dan kompetisi, semua adalah lawan yang perlu diperhitungkan dengan matang.Â
Keempat, lagi-lagi basik politik, dapat apa dengan pilihan ini dan apakah bisa mendapatkan keuntungan jika memilih yang lain. Sangat  wajar dalam kiprah  partai politik. Kelima, jelas agar tetap bisa berkompetisi dalam pilpres mendatang.
Sangat mungkin, mengapa ribetnya "koalisi" Prabowo-sandi hingga sekarang belum menyatakan secara resmi siapa ketua tim pemenangannya. Posisi strategis bagi keempat partai politik, apalagi tiga parpol yang hanya menjadi "penggembira." Tanpa kader menjadi calon RI-1 dan RI-2, dan ketua tim  pemenangan, sama juga mereka kerja bakti. Apalagi Demokrat dengan suara siginifikan dan kader cukup menjual, wajar jika mereka bisa tawar-menawar posisi. Cukup punya modal yang lebih daripada PKS dan PAN.
Andi Arief yang menyatakan, sangat bisa mengerti kader di daerah untuk boleh memilih menyokong Jokowi-KHMA dengan pertimbangan kepentingan mereka. Mereka menyalonkan diri sebagai legeslator di mana dominasi partai pengusung pihak lain lebih dominan. Keberadaan mereka semata mempertahankan pemilih setia dan militan agar tetap bisa dipertahankan. Pilihan mereka logis daripada pemilu legeslatif lepas, pun pemilihan presiden sangat berat. Kepentingan pemilihan mereka tetap prioritas.
Pilihan yang tidak mudah, bagaimanapun partai-partai perlu bersikap realistis menghadapi hal demikian. Paling tidak, suara tetap aman, partai tetap melaju, dan dewan baik daerah ataupun pusat bisa digapai. Realistis jika pemilihan presiden hanya menjadi samben. Kerja dobel perlu modal sumber daya manusia berlimpah, dan nampaknya Demokrat mulai kesulitan dengan berbagai kasus yang mendera.
Pilihan Demokrat yang sangat realistis ini cukup terbuka karena memang posisi mereka yang jelas sejak awal "curiga" dengan pemilihan Sandi. Berbeda dengan PKS dan PAN yang tidak akan bisa sevulgar dan semenantang Demokrat. Kondisi mereka sama saja. Tidak ada keyakinan untuk memang, pun sudah tersandera di sana. Sikap yang susah bagi kedua partai untuk bersikap tegas dan jelas demikian.
Sikap Gerindra dan kawan-kawan ya hanya bisa tidak percaya, tidak yakin, dan masih memercayai kalau Demokrat akan sepenuh hati memenangkan Prabowo-Sandi. Jelas pernyataan hanya pelipur lara, karena jelas-jelas pernyataan gamblang pilihan kader daerah Demokrat sudah demikian. Kurang terang apalagi, kecuali orang yang sudah putus harapan ya hanya bisa melipur diri dengan kata-kata yang ia yakini sebaliknya.
Memilih tegas untuk menegur mengapa Demokrat bersikap demikian, toh tidak bisa. Pilihan yang sangat wajar, pun mereka di dalam koalisi juga merasakan yang sama. Koalisi minus Gerindra mengalami kegelisahan dan kegalauan yang persis dengan Demokrat. Hal yang akhirnya tahu sama tahu.