Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi "Menghasilkan" Kelompok Pengeluh

9 September 2018   09:37 Diperbarui: 9 September 2018   09:42 4189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Zulkifli juga berperilaku identik kala kader partai politiknya tersangkut kasus korupsi. Ia seolah membela kalau, pada waktu itu kasus Zumi Zola, karena gaji kecil, aakhirnya kepala daerah melakukan korupsi, ada nada pembenaran atas perilaku maling dengan dalih gaji yang kurang.

Ketika KPK gencar melakukan OTT pada pejabat, ia juga menyatakan jika demikian terus, pejabat ini akan habis karena akan masuk penjara. Lho ini mendukung negara bersih dan bebas atau mau membiarkan kejahatan tetap ada, karena itu adalah pejabat?

Beberapa hal di atas adalah data, fakta, dan ada sumber yang bisa dilihat dalam link-link tersebut. Kembali kepada ulasan pokok soal mengeluh bukan solusi, siapa sebenarnya yang mengeluh dan bukan menemukan minimal memberikan saran solutif? Mengapa orang bisa demikian mudah membalikan fakta, membuat persepsi publik kacau balau, dan memberikan data yang seolah campur aduk demikian?

Akar dari itu semua adalah kemauan besar untuk menjadi penguasa, namun maaf seribu maaf, minim prestasi dan capaian esensial. Haus kekuasaan, keinginan mendapatkan kekuasaan, namun tidak mau kerja keras dan kerja cerdas. Main dua kaki tanpa malu-malu, membela perilaku jahat dengan berteriak lantang sebagai korban.

Tahu kemampuan tidak lagi bisa banyak membantu dan kondisi minimalis paling mudah ya menjual citra yang karena miskin prestasi menjadi belepotan. 

Mengubah persepsi publik, bahwa yang benar-benar bekerja sebagai sia-sia, dan mereka yang hanya pemandu sorak yang tereliminasi merasa diri sebagai si pahlawan. Khas politikus miskin prestasi ya akan menjual derita yang dengan sangat mudah dipatahkan argumennya, karena mereka membangun narasi bukan berdasar fakta, namun asal berbeda dengan keadaan faktaual yang ada.

Kelompok atau pribadi demikian, bagian masa lalu, yang lupa era ini masa di mana keterbukaan dan prestasi itu penyumbang atas kualitas pribadi dan pemimpin. Mereka berbicara seolah zaman batu yang tertiup angin sudah hilang. Zaman ini modern, semua terekam dengan baik, semua bisa dikuak bahkan puluhan tahun lalau masih ada jejak yang bisa dilihat.

Pengeluh akan selalu berkomentar pada kisah berpeluh karena mereka tahu tidak akan mampu membuat pekerja kerasa kalah dengan cara-cara baik, karena mereka memang tidak memiliki kebaikan yang bisa menjanjikan kemenangan.

Perilaku hanya menonton bukan melakukan, jadi tidak tahu betapa susahnya menerapkan proses sehingga bisa berhasil. Sangat mudah menyatakan ini dan itu salah, padahal dirinya sendiri bisa diyakini tidak akan mampu melakukan, apalagi menghasilkan.

Capaian tinggi Jokowi dan pemerintah memang membuat tidak mudah bagi banyak pihak, terutama yang menilai diri seharusnya dekat dengan impian. Apa yang diidamkan itu hilang dan melayang karena kesempatan pola lama berganti. Keadaan yang susah itu disikapi dengan kallimat negatif, mengeluh, menggerutu, dan mencaci-maki tidak berdasar.

Bangsa ini bangsa besar, dengan melimpahnya potensi, namun banyak dihuni orang-orang enggan kerja keras. Ketika ada yang bekerja hanya diolok, dirinya sendiri hanya ndelok, dan bertepuk tangan ketika ada yang berprestasi, dan menunggu untuk menjatuhkan. Apa akan terus demikian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun