Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ramai Tagar Ganti Presiden dan Asal Bukan Jokowi, kalau Ahok Mau?

5 September 2018   10:36 Diperbarui: 5 September 2018   10:42 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu terakhir riuh rendah soal tagar ganti presiden, traik ulur karena adanya pro dan kontra yang cukup kuat. Polisi sering menjadi korban dan kadang bisa menjadi bak makan buah simalakama.

Satu sisi adanya kebebasan demokrasi dan menyatakan pendapat. sisi lain, ada penolakan yang bisa menjadi bentrok yang tidak terhindarkan. Beberapa hal patut dicermati dan dilihat lebih jauh.

Tagar ganti presiden. Bisa dalam beberapa makna.

Pertama, ini yang sejak awal lebih dominan. Mengapa karena memang pokoknya, bukan Jokowi untuk periode mendatang. Sangat bisa dimaklumi. Namanya juga usaha, berdalih demokrasi dengan menghianati demokrasi bukan menjadi pertimbangan.

Kedua, mengganti sistem bernegara dengan kepala negara dan kepala pemerintahan menjaid bentuk lain. Nampaknya sangat wajar, hanya saja malu-malu kucing, atau munafik, ini yang masih perlu pembuktian lebih jauh.

Sistem bernegara ini bisa beraneka ragam, kerajaan, khilafah, atau bentuk lain, toh masih juga malu-malu kucing atau takut itu melanggar hukum? Kembali masih perlu waktu. Mengapa semua perlu waktu? Ya jelas karena mereka masih mendua dan multi tafsir.

Gerakan atau wacana ini menjadi lebih menarik dilihat mengapa banyak yang di depan itu artis-artis yang maaf sudah lewat. Berbeda dampaknya jika Dani itu posisinya diisi oleh Afgan, Tulus, atau artis muda yang sedang ngehit, bukan artis lama yang banyak masalah dan kontroversi bukan dengan latar belakang bermusik dan artisnya.

Soal tuduhan makar, masalah bisnis yang bermasalah, dan mengenai keluarganya yang tetap banyak berdampak dalam kinerja di dunia artisnya. Kalah halus dan bijak ala Anang yang selalu ia rendahkan itu. Tidak heran ketika ia ditolak justru di mana ia hendak maju sebagai salah satu calon legeslatif. Mau apa dengan model demikian?

Artis perempuan masa lalu Neno Warisman, saya ragu anak-anak sekarang ingat atau tahu siapa dia sebagai pekerja seni. Masa yang sudah lewat, bukan keemasan. Coba bayangkan jika yang di posisi itu Via Valen, Isyana, Raisa, atau BCL, betapa heboh dan besarnya dampak itu. Jauh lebih bisa dipercaya jika para artis ini tanpa tahu dengan baik peta politik, namun ada kesempatan untuk kembali eksis dan menarik memori lama. Sayangnya jauh dari ekspektasi.

Makin lama makin tidak jelas gerakan ini maunya apa, bagaimana tidak ketika Jokowi-KH Ma'ruf Amin, yang hendak mereka singkirkan, toh mereka juga tidak membuat gerakan makin jelas Prabowo-Sandi duet 2019-2024. Dalih kalau menyebut nama sebagai kampanye, beneran atau memang masih ada agenda tersembunyi? Isu yang makin berhembus kini adalah asal bukan Jokowi sebagai presiden. Tetapi Prabowo pun bukan?

Apa iya mau Ahok atau Riziek? Cukup menarik ini mengapa akhirnya rekomendasi ulama itu pun menjadi seolah hilang begitu saja. Dan mereka menjadi galau karena justru ulama yang tidak mereka dukung ada di kubu sebelah. Bagaimana tidak galau, gerakan mereka yang membela agama bisa terstempel malah memunggungi ulama. Artinya mereka sudah pusing dengan posisi ini.

 Jika ada petisi yang mau mengusung Ahok atau Cornelis, apa mereka mau menjadi pengawal? Mereka lagi-lagi kebingung. Ketika konsep saja mereka tidak mampu bagaimana menjadi pemimpin? Atau mengapa tidak getol menyuarakan pimpinan besar mereka yang sedang hidup di rantau itu?

Mencermati pergerakan taggar ini cukup menarik, bagaimana partai politik yang memiliki kepentingan untuk mengeser Jokowi, toh adem ayem saja. Reaksi setengah hati dengan tetap bermain aman, ketika ada kejadian atau kasus yang bisa mendapatkan simpati rakyat dan menohok pemerintah mereka berteriak. Pun hanya sebatas itu. Mereka yang bicara pun itu lagi-itu lagi, bukan barang baru dan dukungan yang sangat kuat. Seolah mereka menjaga jarak bahwa bukan mereka lho yang ada di balik  aksi itu. Itu hanya kerjaan kader, simpatisan, dan kalau ada apa-apa silakan saja. PKS yang salah satu tokohnya terdepan dalam diri Mardani Ali Sera pun tidak cukup lantang menyuarakan dukungan bagi gerakan ini.

PAN jelas tidak mau terlibat lebih jauh, apalagi kader mereka pun selama ini tidak ada yang cukup masif mendukung. Namun tentu mereka memiliki kepentingan untuk tidak mencela atau mengatakan apapun secara berlebihan bagi gerakan ini. Demikian juga dengan Demokrat yang memang tidak memiliki cukup kemauan berjuang di dalam kebersamaan mengusung Prabowo dan gerakan yang tidak memberikan keuntungan ini.

Gerindra pun hanya cukup diwakili Dani yang nampaknya tidak cukup paham apa maunya gerakan ini. partainya hanya mengirim Fadli Zon untuk cuap-cuap soal penolakan, namun toh tidak juga memberikan dukungan yang cukup kuat dan signifikan. Asal menghantam pemerintah saja yang ia lakukan. Soal gerakan dia pasif saja. Mencari keuntungan saja dari gerakan ini.

PKB sebagai kelompok yang tidak setuju dengan gerakan ini yang menyoroti cukup tajam dan bahkan melihatnya sebagai duplikasi di Suriah yang perlu dicermati dengan baik. Taggar dengan mendeligitimasi pemerintah yang sah sebagai awal kehancuran Suriah, jangan sampai terjadi di sini, sangat wajar peringatan yang disampaikan.

Polisi berlaku cukup tegas ketika mulai adanya gerakan yang tidak mau meminta izin, namun bersikukuh dengan hanya cukup pemberitahuan. Potensi penolakan yang bisa menjadi adu fisik dan kerusuhan, dan nampaknya itu yang hendak dipakai untuk mengadu pemerintah dan rakyat, cukup baik ditanggapi pihak kepolisian. Aksi di Solo jauh-jauh hati sudah ada penolakan, bahkan dari Semarang  pun mengambil sikap menolak. Polisi tidak mau mengambil risiko dan menyatakan tidak bisa memberikan izin apalagi tempat yang akan digunakan, dipakai oleh pemerintah daerah untuk acara resmi.

Melihat sepak terjangnya yang cenderung ugal-ugalan, tidak mau taat aturan namun memaksakan kehendak atas nama demokrasi, patut memperoleh perhatian lebih, bahwa hal aksi dan kegiatan ini memang hanya bertujuan untuk menciptakan kondisi tidak jelas. Soal pilihan presiden hanya menjadi tunggangan semata.

Sayangnya hingga hari ini  masih banyak politikus minim prestasi yang seolah-olah menunggangi, padahal mereka yang dimanfaatkan. Mereka tidak sadar posisi hanya menjadi alat yang akan disikat pada saat yang tepat. Kondisi yang sangat tidak jelas, di mana berbagai pihak saling memanfaatkan.

Fakta yang cukup kuat bahwa aksi ini tidak sepenuhnya politik pilpres itu adalah, kampanye belum tiba, bahkan pasangan calon jelas belum ada, mengapa sudah memaksakan solah besok sudah pilpres. Waktu cukup untuk kampenye jika memang pasangan mereka laku.

Bukti selanjutnya, jika memang mau mengganti Jokowi, mengapa tidak menjadi gerakan Prabowopresiden. Jelas memberikan bukti bahwa ini adalah aksi dari pihak lain yang memanfaatkan momentum pilpres.

Cukup berdasar apa yang dinyatakan oleh sekjend PKB hati-hati aksi yang hendak menjadikan Indonesia sebagai Suriah selanjutnya. Tentu dengan kondisi dan keadaan serta latar belakang yang berbeda, cukup sulit bisa mengarah ke Suriah.

Semua ada di tangan bangsa ini sendiri, mau melaju menjadi bangsa besar, atau tetap bangga menjadi bangsa kerdil dengan perilaku negatif terus menerus.  Itu adalah pilihan yang tentu perlu melihat banyak hal dengan kacamata yang jernih dan luas.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun