Hanya setengah bulan mengeluarkan begitu banyak anggaran. Dan itu banyak diperuntukan pula bagi orang asing coba.
Bayangkan jika itu untuk memberikan jaminan kesehatan, subsidi BBM dan listrik. Tidak akan ada demo turunkan harga dan listri. Pemerintah bisa lebih tenang.
Anggaran itu hanya terhitung sebagai bonus bagi pelatih dan atlet, lha uang saku mereka per hari, pelatihan mereka selama ini, belum lagi jika ada uji tanding sebagai peningkatan pengalaman ke luar negeri?
Sudahlah ini sih pemborosan yang tidak siginifikan, apalagi jika digembar-gemborkan dengan hasil yang hanya kisaran 100 keping medali. Rakyat harus memberikan subsidi bagi kisaran 200-an atlet yang menang itu?
Wakil ketua dewan ikut urun rembug, mengatakan kalau dana untuk upacara pembukaan dan penutupan menghabiskan 1.2 T, ia membandingkan untuk TCÂ atlet yang hanya 700 M saja. Upacara bagus, hanya terlalu besar.
Waduh, padahal untuk mengembalikan utang lumayan lah, ada sekitar 0,005% dari cicilan hutang. Mayan kan bisa buat nyinyil daripada hanya pesta dan upacara begitu. Memilih yang utama saja masih belepotan rupanya pemerintah.
Hitung-hitungan anggaran matematis itu, memang demikian adanya. Jika berkaca dengan kaca mata kuda, sesaat saja, tidak secara holistik sebuah hasil yang tidak ada apa-apanya. Ingat olah raga, prestasi, dan capaian itu proses jangka panjang.
Jika mau jujur dan jernih, dengan waktu kurang dari empat tahun bisa memperoleh kenaikan signifikan itu tidak boros dan mahal. Ingat hanya empat tahun.
Bayangkan selama ini, usai Porkas dan SDSB dihapuskan olah raga bangsa ini kembang kempis. Level Sea Games saja sering was-was apa bisa juara atau hanya penggembira.
Pengeluaran saja yang menjadi pusat dan hitungan termasuk media, namun tidak pernah menyajikan data bagaimana pemasukan yang bisa diperoleh.
Dan nampaknya hal ini seolah disembunyikan oleh pihak-pihak tertentu. Apakah dari 10.000-an atlet dan 5000-an offisial itu tidak  ada yang belanja, minimal es cendol lah.