Syukurlah, ketika menyiapkan artikel ini, ada kejadian, fakta, dan bukti, kalau persatuan itu indah. Di mana Pak Jokowi dan Pak Prabowo yang sering dipersepsikan dua kutub yang berseberangan bisa berangkulan bersama. Padahal hal yang sangat biasa, jauh sebelum ini juga sering bertemu, saling respek, dan saling menghormati. Memang ada elit dan di bawah hingga akar rumput yang ribut dan ribet, lahirlah cebong dan kamret yang benar-benar kampret perilakunya itu.
Inspirasi kebersamaan jauh lebih banyak kebaikan daripada sebalkinya, atau kerusuhan dengan tetek bengek ketiadaan kebaikannya. Lihat bagaimana Jerman Barat yang maju dalam banyak hal bersanding dengan tembok pemisah Jerman Timur yang miskin, tertinggal, dan banyak kekurangan itu. Saling intai dan saling tuduh, toh tembok legendaris yang bernama Tembok Berlin itu pun roboh, dan kini Jerman maju dengan segala kebaikannya.
Korea, dengan segala kemajuan teknologi di sisi Selatan dengan Samsung yang bisa bersaing bahkan meninggalkan Amerika Serikat. Olah raga pun bisa mengirim pemainnya ke MU dan kini ada yang di Tottenham Hotspur, bahkan dalam edisi piala dunia terakhir mereka bisa mempermalukan tim Jerman yang bolak-balik juara dunia. Kemewahan Selatan, berbanding terbalik dengan Utara.
Utara di bawah naungan Kim Jong Un, merana, tertutup, dan pemberitaan miring yang ada. Diktatorisme, terancam, dan Amerika demikian ngotot mengintai karena kemauan konservatif pemerintahannya. Toh mampu berbicara banyak dalam Asian Games kali ini. memang jauh dari Selatan.
Sangat minginspirasi ternyata mereka pun datang dalam defile sebagai satu kesatuan Korea, tidak ada Selatan dan Utara, pertama kali, dan mereka juga memiliki tiga tim, Korea Selatan, Korea Utara, dan Korea, sangat mengesankan, mereka pun mendapatkan medali emas semuanya. Luar biasa. Keren.
Mau kamret mau cebong, sama saja, mau mendukung Jokowi atau Prabowo, tidak ada persoalan, itu biasa, di alam demokrasi. Salah dan payah, ketika semua hal dijadikan perseteruan, perselisihan, apalagi jika malah mengedepankan fitnah, meniadakan  fakta, dan lebih mengutamakan kekerasan, kebencian, dan ketidakwarasan atas nama dukungan.
Mendukung itu bukan bak babi buta, salah pun dibela, apalagi dengan menjelekan pihak lain. Demokrasi bukan demikian. Demokrasi yang sehat itu menghargai perbedaan, memberikan apreasiasi jika ada prestasi dan memberikan kritik dan masukan membangun, bukan celaan yang tidak berdasar. Apakah ini utopis? Jelas tidak, karena toh bisa, dulu para bapa bangsa bisa mendirikan bangsa ini dengan segala perbedaan di tengah keprihatinan, mengapa kini malah mundur ke belakang?
Politik identitas, apalagi jika selalu saja mengedepankan soal agama dan etnis, lha mau ke mana negara ini di bawa yang lain sudah menjelajah Mars, eh malah kita ribut mata sipit apa belok. Lucu lagi fakta kalau mata Prabowo sipit dikatakan belok karena teman dan dukungan, dan mata Jokowi yang belok disipit-sipitkan karena tidak mendukung.Â
Ini bukan fitnah cari dan tanya Mgah Gugle, ia tidak akan bohong karena begitu banyaknya data, bisa dilihat mana bodong dan bohong, mana  benar dan lurus. Sisi lain mengatakan Prabowo melakukan tindakan buruk di '98, lha pas nyalon dengan Mega kog diam saja, kan terlihat mau cebong mau kampret sama saja.
Mendukung dan fanatis itu sah-sah saja, tetapi tidak perlu berkelahi, menuduh pihak lain sebagai menabikan junjungannya, bahasa lebay bahkan dengan merusak tulisan yang tidak disukai, apa sih yang diperoleh dengan perilaku demikian? Banggakah kalau sudah mengata-katai pihak lain dan dihapus komentarnya? Atau puas dan bahagiakah kalau sudah menghapus komentar itu? Buat apa sih, itu hanya merusak pemikiran sendiri. Kalau tidak suka biarkan saja, juga sebaliknya, kalau tidak suka mengapa harus datang dan maaf berak di lapak orang? Kalau itu memuaskan ya silakan daripada sakit perut, tapi yakin itu melegakan batin? Jujur pada diri sendiri lebih susah kan? Ngaku...
Jangan salahkan aseng atau siapapun kalau negara ini hancur, ya karena perilaku bodoh bahkan bebal yang dipelihara. Mudah dihasut dengan hal sepele. Coba bayangkan jika hanya karena film bertahun  lalu, ditambahi tulisan kekinian, dan ditayang ulang, beringas, ngamuk, dan merusak ini itu, padahal setelah tahu, oh maaf, malu sendiri.