Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Arogansi Jalanan

27 Agustus 2018   09:20 Diperbarui: 27 Agustus 2018   09:26 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua, penegak hukum masih gamang atas protap mereka sendiri, mengapa demikian? SDM rendah yang ada karena rekrumen buruk. Suka atau tidak ini sangat berpengaruh, ditekan sedikit sudah mlendek. Dengan ancaman sedikit takut.

Tiga, sikap masyarakat yang mau enak sendiri, dan tidak peduli pada orang lain. Lihat saja apapun pelanggaran dan kejahatan itu hanya mendapatkan keuntungan diri sendiri dan merugikan orang lain.

Kelima, tabiat maunya menang sendiri dan dilayani. Khas anak-anak, susah untuk mengalah, bahkan salah pun nyolot dan melotot. Hal yang aneh ketika begitu masifnya maling teriak maling, dari jalanan hingga Senayan sana. Lihat saja bagaimana politikus itu tahu mereka yang maling namun menuduh pihak lain sebagai pelaku. Tidak heran di jalan, sudah salah malah menuduh pihak lain sebagai pelaku kesalahan itu.

Keenam, sikap tanggung jawab yang rendah. Jika orang itu memiliki sikap tanggung jawab akan tahu bahwa ia salah, kembali sifat kanak-kanak, tidak mau bertanggung jawab. Tahu ia yang memecahkan gelas malah menyalahkan kakaknya yang asyik menonton televisi, elit pun begitu bukan?

Ketujuh, jalanan mirip dengan dunia maya, di mana orang menjadi seolah anonim, tidak ada ikatan, jadi bisa tampil apa adanya. Bisa saja begaya atas hutang, toh tidak ada yang tahu. Bisa langsung kabur jika posisi tidak menguntungngkan.

Sebenarnya malu melihat etalase berbangsa di jalanan. Semua mau jadi raja yang mendapatkan segalanya, tanpa mau tahu kebutuhan orang lain. saling serobot, saling maki, senggol bacok, ini jauh lebih liar dan biadab dari pada hukum rimba. Melepaskan kemanusiaan baik diri sendiri dan orang lain yang menjadi penyubur atas perilaku ugal-ugalan di jalan. Ugal-ugalan tidak hanya untuk berbicara kecepatan dan main serobot, namun seluruh cara memakai jalan yang buruk.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun