Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Zulkifli Hasan, Antara Kritikan dan Kenyataan

17 Agustus 2018   15:00 Diperbarui: 18 Agustus 2018   19:20 1470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

M. Hazizi, DPRD Lampung. Penipuan setoran proyek. Penyelenggara negara di daerah pula. Memiliki jabatan, bukan ornag biasa yang akan tercekik kalau tidak bekerja, masih juga maling. Dipastikan juga hidupnya tidak akan kekurangan, apalagi ribut soal membeli telor yang harganya naik itu, mana tahu termasuk istrinya. Tidak akan terasa mau naik sepuluh kali lipat pun.

Helmi Hasan, walikota Bengkulu. meskipun menang dalam praperadilan atas kasus sangkaan penggelapan bansos sejumlah  11,4 M, namun kembali pejabat publik.  Yang dijadikan bahan untuk membawanya ke depan meja hijau pun dana bantuan sosial. Bantuan sosial yang dimaksudkan jelas untuk membantu orang yang sedang berkesusahan. Bisa karena kemiskinan, bencana, atau sejenisnya, eh malah ditilep. Soal menang praperadilan toh sama-sama bisa ditelaah.

Pejabat publik itu memiliki pengaruh. Ketika memberikan pernyataan, mengatakan hal-hal yang berkaitan dengan kondisi bangsa itu lebih baik jika diperlengkapi data dan fakta yang baik dan benar. Bagaimana bisa mengatakan berbusa-busa dan menuding pihak lain sebagai gagal, sedangkan diri sendiri dan lingkaran terdekat, parpol dan keluarganya belepotan dengan kotoran seperti itu.

Jangan katakan itu urusan pribadi dan tidak ada kaitannya dengan jabatan. Jelas berkaitan dengan jabatan karena menyangkut keuangan dan itu bisa diperoleh karena jabatannya. Jika tidak ada jabatan itu, uang itu tidak akan bisa diperoleh.

Apa yang terjadi itu mengenai tabiat tamak dan menuding karena keadaan terdesak makin susahnya kembali memenuhi hasrat tamaknya. Syukur bahwa model orang demikian sudah tereliminasi dari percaturan pilpres. Seperti apa akhirnya jika model demikian menjadi presiden atau wakil presiden.

Lebih miris lagi, seolah hal itu dianggap biasa saja, prestasi atau kritis, padahal sama sekali tidak didasari oleh kebenaran yang ia yakini sendiri dengan baik sebagai kebenaran.  Akan ada pernyataan, namanya juga politikus. Apakah iya akan selalu dipenuhi dengan politikus tamak dan jauh dari integritas baik seperti itu? Masih jauh dari satunya kata dan perbuatan.

Acungan jempol jika mengatakn itu dan menyatakan, karena negara defisit dan hutang menumpuk, setahun ke depan, gaji dan tunjangan saya tidak saya ambil, saya serahkan kepada negara, itu baru keren. Hanya omong tanpa dasar saja buat apa.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun