Keenam, birokrasi dan aparat sipil negara yang melayani. Susah mungkin mendapatkan hal yang demikian. Bagaimana surat-menyurat yang katanya online, masih saja susah diakses, namun melalui orang tertentu lancar saja. Belum lagi pelayan yang malah main-main dan tidak serius di kantor. Merdeka itu bekerja secara profesional, bukan mengharapkan suap  karena toh ada gaji. Jangan juga nanti mengatakan bagian budaya uang terima kasih.
Ketujuh, bangga sebagai Indonesia. Selama ini kebanggaan itu jauh dari kenyataan. Kalau tidak kebarat-baratan, kearab-araban. Ingat budaya bukan agama. Bahasa pun demikian, keren ketika menggunakan bahasa atau kata asing, pas menggunakan bahasa Indonesia, eh malah bahasa gaul kacau balau. Pun kalangan elit bahkan presiden sekalipun.
Kedelapan, penegakan hukum ya berdasar hukum, bukan karena banyaknya massa dan pendukung. menggerudug dan mengepung pengadilan, melakukan ancaman dengan berbagi bentuk. Dan penegak hukum berani menjadi panglima atas kebenaran dan keadilan. Tidak malah main mata atau ketakutan dan menyerah tunduk pada kehendak massa.
Harapan yang bukan tidak mungkin bisa tercapai. Amerika Serikat saja kalah, mereka belum memiliki presiden perempuan, mengapa kita takut dan gamang?
Serigala dan anak domba akan bersama-sama makan rumput, singa akan makan jerami seperti lembu dan ular akan hidup dari debu. Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di segenap gunung-Ku yang kudus.Â
Kata Kitab Suci, dan itu adalah gambaran masa depan, eskatologis, di dunia sedikit berbeda.
Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia
terima kasih dan salam
MERDEKA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H