Menarik melihat tingkah polah permainan U16, komplit permainan, bukan main-main, menyenangkan, menghibur, akhirnya juara. Kerinduan sekian lama, bahkan bagi negara lain tidak ada apa-apanya, hanya U-16. Mau mengupas model permainan tim ini sudah dikupas Kompasianer Felix Tani. Ya sudah mencari sisi lain yang cukup menarik bagi saya.
Sebenarnya sering memiliki tim yang menjanjikan, memiliki pelatih memberikan harapan, tetapi sisi lain nonteknis, campur tangan pihak-pihak yang mengatasnamakan ungkapan terima kasih, atau media dan peran pihak yang malah mengambil keuntungan, sejatinya merusak.Â
U-19 era Evan Dimas dkk tidak kalah menjanjikan dengan Indra Safrinya, toh mengulangi hal yang sama susah. Pernah juga Alfred Riedle dengan Zulkifli Syukur, aroma pertandingan dijual membuat semua berantakan, Primavera pun demikian.
U-19 Â era Evan Dimas yang sangat heroik dengan memainkan permainan atraktif dan indah itu, kini hadir lagi dalam U-16 Fahri Husaeni, mesin gol yang luar biasa oleh Bagus, permainan tak kenal lelah dan menyerah dalam 80 menit pertandingan, di final plus adu pinalti pun keren, mental juara yang sangat susah ditemui. Â Itu semua fakta dan bisa hancur jika tidak disikapi dengan proporsi yang semestinya.
Atas nama syukur dan perhatian pimpinan daerah memang wajar mengundang dan memberikan tali asih, namun apakah semua kepala daerah memiliki kepedulian, dana, atau perhatian yang sama? Ini bisa menjadi kendala bagi pelatih di pelatnas jika tidak disikapi dengan arif dan bijaksana. Hal baik malah menjadi buruk karena bentu perhatian yang tidak tepat. Apalagi usia dini dan masih panjang jalan ke depan sana.
Pihak-pihak yang merasa ikut berjasa, Â susah ketika nanti ada yang mengungkit jasa masa lalu, dan kemudian menjadi benalu bagi pemain, memang belum pernah, sepanjang pengetahuan saya, untuk mengganggu konsentrasi pemain.Â
Hal ini termasuk media, televisi misalnya, yang mau mendulang iklan atas nama pembinaan, kemudian mempertandingkan anak-anak ini secara berlebih-lebihan. Apalagi jam tayangnya seperti apa yang menguntungkan televisi bukan demi perkembangan pemain.
Klub, pelatih klub, dan pengurus, perlu diberi batasan jelas agar pemain ini "dipagari" untuk tidak menjadi milik klub  karena pasti akan diparkir di bangku cadangan. Kalah dengan para senior. Hanya kebanggaan klub memiliki aset muda yang bisa disia-siakan.Â
Jika main, belum tentu tidak disikat para seniornya yang kalah teknik ataupun iri bisa berbuat apa saja, dan ini bisa merusak aset yang menjanjikan tersebut. Begitu banyak pengalaman dan itu mosok mau diulang-ulang terus.
Pembinaan berjenjang dan bertanding rutin dalam kelompok umurnya sangat bagus, sayang bahwa hal ini seolah belum dikelola dengan baik. Hingar bingar Liga-1 saja yang selalu terdengar sedang prestasi belum bisa diharapkan. Konsentrasi pengurus yang cenderung instan yang membuat bibit-bibit muda ini sering layu ketika mulai berkembang belum jadi buah apalagi panen.
Tim ini sudah sangat bagus, tentu bahwa tim pelatih bisa melakukan promosi degradasi bagi perkembangan lebih baik, jelas bukan karena suka atau tidak suka. Stik itu melimpah. Masalah ketika anak-anak ini sudah diiming-imingi uang oleh klub. Â Ini tantangan yang sangat besar bagi PSSI dan tim pelatih untuk membuat formula bagi mereka agar tidak tergoda dengan hal tersebut.