Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Wacana WA Berbayar dan Keberadaan Hoaks, Sebuah Harapan Baik

12 Agustus 2018   20:00 Diperbarui: 12 Agustus 2018   20:17 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik adanya desas-desus pihak pengelola WA untuk menarik bayaran dari layanannya. Sejak lama sebenarnya isu ini, ketika belum menjadi besar telah ada info itu. Saat ini memang telah ada bagian WA yang berbayar dalam layanan WA bisnis.

Dalam beberapa hal layak dikaji model berbayar ini, karena budaya gagap yang belum bisa memanfaat keberadaan media dengan seharusnya. Memang hal yang ideal ini bukan ranahnya, paling tidak, melek media, bagaimana masih buta, bahkan ada yang masih sebatas ikut-ikutan.

Batasan pesan terusan dari WA pun patut diapresiasi, apalagi di tengah tahun politik, yang seharusnya pesta rakyat ini, namun malah menjadi seperti horor dan teror. Apalagi jika layanan media sosial atau percakapan murah dan gratis bisa ke mana-mana.

Sebenarnya yang menguntungkan konsumen ini patut disyukuri, masalahnya banyak pendompleng tipe pencoleng yang merusak keadaan bagus itu.

Pesan papa-mama minta saham, dulu ada karena layanan pesan singkat murah dan gratis. Sangat membantu komunikasi, namun lagi-lagi karena gagal budaya dan gugup sosial jadilah orang merasa sayang kalau tidak dipakai, coba-coba mengirim, ambilah sepuluh ada satu saja yang merespons lumayan.

Sistem pelaporan dan akhirnya karena diperparah dengan terorisme, pendaftaran nomer ponsel bahkan hingga diulang dengan ancaman pemblokiran di pertengahan 2018 dengan segala hiruk pikiknya toh untuk melindungi juga dari maraknya penipuan dan berita bohong.

Menjelang pilpres 2014 hingga menjelang pilpres lagi, nampaknya media sosial dan media percakapan sangat mungkin digunakan untuk kegiatan, propaganda, yang sangat buruk malahan.

Bagaimana tidak, data, fakta, dan informasi itu diubah, dibelokan, dan banyak data itu separo kebenaran, lainnya ilusi, fiksi, dan jelas bohong. Ada indikasi bahwa pesan yang dikirimkan itu bisa diubah pihak lain, dan tentu saja isinya disesuaikan dengan kepentingan pihak yang membajak akun tersebut.

Media sosial dan media percakapan murah bahkan gratis, tidak sepenuhnya gratis juga sebenarnya karena menggunakan paket data, namun relatif murah dan mudah. Tanpa dibarengi kebijaksanaan, kemampuan, dan pengetahuan yang memadai, sebenarnya sangat berbahaya.

Paling hangat tentu soal berita hoaks mengenai gempa, bagaimana informasi mengenai bencana alam saja digunakan untuk menebarkan kekacauan, keadaan genting yang ditimbulkan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politik ujung-ujungnya.

Berkaitan dengan gempa Lombok ada beberapa hal yang menyangkut bohong, soal dukungan politis gubernur, soal keadaan yang tidak sesungguhnya, ancaman gempa yang akan datang lagi, dan seterusnya.

Elit politik utu tahu dengan baik, tepat, persis, bahwa budaya, tabiat sebagian bangsa ini masih tidak kritis, salah satu kandidat 2014 lalu, dan kali ini  maju lagi, menyatakan kalau rakyat belum pinter-pinter amat.

Nah kondisi ini yang  dimainkan, diolah, dan dimanfaatkan. Berbeda jika benar-benar pinter tidak akan bisa dipermainkan oleh kepentingan sekelompok orang, pun jika belum pintar masih bisa dibimbing, juah lebih sulit pada posisi tengah-tengah demikian.

Pembiaran dan pembelaan. Beberapa waktu lalu kelompok saracen, dan dulu ada obor rakyat, dimanfaatkan untuk mengubah persepsi sekelompok orang. Dan ketika ada upaya penegakan hukum, siapa yang menjadi "pembela" paling keras? Penegak hukum saja dicurigai, difitnah ini dan itu. Mereka tahu bahwa rakyat memang belum pinter-pinter amat, yang mudah lupa atas perilaku busuk dan buruk sekalipun. Mudah lupa.

Murahnya media sosial dan media percakapan ini menjadi modal sekelompok orang yang memanfaatkan keadaan dengan menjual jasa menebarkan kebohongan, mengubah persepsi dan mempermainkan informasi seperti yang mereka kehendaki.

Mereka menjual jasa ini cukup mahal, tetapi memanfaatkan akar rumput pengguna media yang memakai kesempatan untuk menyebarkannya dengan gratis. Keuntungan yang diperoleh karena permintaan pengubahan persepsi besar, dan adanya peluang untuk tersebar dengan mudah.

Apakah demikian kinerja elit bangsa ini?  Sangat mengerikan sebenarnya jika orang abai akan kepentingan bangsa dan negara, demi kepentingan sepihak, keinginan sekelompok orang, dan kelompok haus kuasa semata.

Memberikan pendidikan, pembelajaran, dan pemahaman, bukan malah membuat penyesatan yang melanggar UUD itu. Ini bukan semata UU, malah melanggar UUD, lihat bagaimana tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Malah bukan menjebloskan pada kebodohan.

Berbayar memang menjadi salah satu cara, merugikan pihak  yang memanfaatkan secara positif, namun bisa dipahami untuk mengekang nafsu membagikan karena mudah dan murah. Kesempatan yang baik di tengah keadaan perpolitikan bangsa yang masih carut marut, dilakukan oleh politikus semata haus kuasa, dan bak babi buta di dalam mengejar kursi ini, mau tidak mau sangat bisa dipahami.

Segala upaya di dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa, salah satunya bermedia, bukan semata tugas pemerintah, namun seluruh elemen bangsa yang memang memikirkan kepentingan nasional, bukan teriak antiasing namun bekerjasama dengan asing, atau mendegungkan agama dan Tuhan namun mengingkari kebaikan dan kebajikan sebagai bentuk mendasar atas keberadaan Tuhan dan agama.

Bangsa ini bangsa besar, namun pengetahuan sebagian anak bangsa masih terbatas, yang tahu janganlah menjadikan ketidaktahuan saudaranya untuk kepentingan sendiri. Bahu membahu untuk bangsa sesuai kapasitas dan kemampuan. Tilik nurani apakah sudah baik atau belum, tidak perlu menghakimi pihak lain, apalagi menuduh tanpa dasar dan mengotori lapak komentar.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun