Usai OTT Kalapas Sukamiskin, entah mengapa para elit malah mengeluarkan pernyataan, baik untuk media, ataupun untuk forus resmi, di mana rapat dengar pendapat antara dewan dan KPK, dan pernyataan menteri yang terkait. Juga ketika ada OTT yang lampau ada pejabat tinggi negeri ini yang menyatakan seolah korupsi itu bisa dimengerti karena sesuatu.
PAN dan Ketua MPR soal kasus korupsi kadernya, di daerah. Ia menyatakan bisa dimaklumi karena gaji kepala daerah itu kecil. Apakah demikian? ada paling tidak dua argument yang mematahkan pernyataan tersebut. Satu, banyak pemberitaan di mana satpam, bagian kebersihan yang memiliki gaji jauh lebih kecil saja mengembalikan uang yang mereka ketemukan, ingat mereka menemukan.Â
Padahal koruptor ini sering meminta, bahkan memalak, mengupayakan untuk mendapatkan uang yang jelas bukan haknya. Dua, Â meskipun banyak pejabat daerah dan pusat tertangkap, yang katanya gajinya kecil terebut, toh masih ada yang tidak tertangkap karena memang tidak maling. Berkaitan dengan ini, jika gaji kecil, toh gaya hidup mereka mewah.
Nasdem, menyatakan kalau KPK yang melakukan OTT kalapas ini ecek-ecek karena nilai uang yang disita relatif kecil. Apakah korupsi itu soal besar kecilnya uang yang disita? Ternyata, pada budaya lain, baru disinyalir saja, atau dinyatakan ada indikasi, sudah bunuh diri, memang bukan budaya di sini  bertanggung jawab dengan bunuh diri atau mundur. Namun sikap tanggung jawab itu bukan masalah besar atau kecilnya uang yang diambil atau diamankan, namun bagaimana merugikan negara dan pihak lain.
PKS, entah apa maksudnya, yang saya pahami, karena harga daging masih tinggi, penangkapan dan penahanan LHI kehilangan relevansinya. Apakah demikian? Soal daging  mahal bukan hanya karena LHI semata, banyak faktor. Namun bahwa LHI pernah bermain sehingga ada kerugian di dalam perdagangan daging tidak bisa dinafikan karena harga tidak berubah dengan penangkapan LHI.Â
Jika demikian, apakah bisa dikatakan juga, toh maling masih banyak juga, mengapa polisi tidak dibubarkan saja, toh bua apa membayar polisi mahal-mahal. Atau karena tidak pernah berperang buat apa membeli alutsista mahal, kemudian membayar tentara ribuan yang menghabiskan anggaran negara?
Menkum HAM. Pegawai lapas digoda 30 juta bisa bertahan, 100 juta ia goyang. Ah yang benar, ini apakah bukan karena kelemahan untuk memampukan pegawainya bersikap tegas terhadap godaan terutama uang ini. Hal ini menjawab dulu soal gaji kecil, sehingga adanya remunerasi untuk beberapa kementrian, toh pegawai pajak yang mendapatkan tunjangan gaji luar biasa pun antri kena tangkap. Pun kehakiman dan kejaksaan. Ini soal tamak dan rakus, nyatanya LHKPN masih minim.
Beberapa pernyataan itu memang bukan menuduh partai atau lembaga secara umum, namun ada elit dari partai dan lembaga yang mengatakan itu. Â Sedikit banyak mereka merupakan representasi dari kelompok tersebut. Memang akan berlebihan juga, jika satu dua, namun global sebagai organisasi.
Gaji kecil jelas bukan demikian. Sama sekali bisa diterima akal normal. Mengapa? Jika gaji kecil.  Toh mereka masih menggunakan jasa pengacara yang bisa ratusan juta, hidup mewah di penjara, dan  hampir selalu banding dan itu tidak murah juga.
Sikap menilai besar kecilnya nilai korupsi yang menjadi pertimbangan, membuat perilaku seenaknya sendiri, sehingga korupsi waktu, kertas di kantor, atau main games, ngebokep di ruang sidang bukan menjadi permasalahan. Padahal jauh  lebih lebih mengerikan korupsi dalam arti luas ini. Dan selama ini dianggap biasa saja.
Godaan itu bukan masalah gaji kecil dan adanya godaan besar, nyatakan dalam kasus kalapas, meminta lho, bukan ditawari atau digoda. Artinya, pernyataan menteri terpatahkan. Ini soal mental tamak, merasa selalu tidak cukup, kalau demikian, berapapun tetap tidak akan memuaskan.
Mendesak adalah pendidikan karakter, dan KPK memberikan definisi yang pasti, sehingga elit tidak bisa seenaknya memberikan pernyataan. Jika definisi ini sudah jelas, jerat yang menyatakan hal-hal yang bisa diindikasikan mendukung maling berdasi ini.
Pendidikan antikorupsi itu secara serius bukan hanya hafalan semata, bagaimanan level mahasiswa bukan studi kasus, namun menghafal dan menghafal saja. Kapan bisa beranjak jika demikian. Hal yang  serius ditangani dengan main-main.
Nampaknya mendesak juga seperti menindak terorisme, siapa yang menyatakan dukungan, bisa diproses pidana, sehingga elit bisa tertib sehingga tidak akan ada pembelaan, baik langsung ataupun tidak langsung. Lihat saja bagaimana penanganan heboh OTT ini, toh zaman SBY juga menemukan fenomena yang ada. Karena hukumnya lemah, ya terulang lagi. Ini soal sikap mental, bukan jumlah uang,
Penerapan pembuktian terbalik, ini sampai berbusa, mati bangkit, mati bangkit lagi, tidak akan pernah DPR mau. Mereka tidak akan mau menyiapkan tiang dan tali gantungan untuk mereka. Entah sampai ribuan kali menuliskan hal ini tidak ada gunanya nampaknya. Namun tetap berharap suatu waktu bisa.
Pemiskinan. Jelas sangat mendesak, tuh lihat gaya hidup mewah, menjadi virus menular dengan menyuap orang yang awalnya bisa saja baik. Belum lagi mereka menebarkan uang ke  mana-mana. Ini serius, bukan hanya maaf dan mundur saja. Ada gerakan radikal.
Opsi penjara di tempat terpencil pun masih bisa diterima nalar, asal tidak banyak akal lagi, sakit, banding, belum inkrah, dan model-model uang lainnya. Nyatakan membebaskan signal dari penjara saja masih tidak mau.
Ini soal kemauan, dan itu yang jauh lebih parah karena mental bobrok yang makin menjadi. Suara rakyat bisa keras, beda dengan pejabat.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H