Paniknya PKS dan potensi perpecahan diambang mata, pilpres dengan tahapannya makin dekat, Prabowo belum juga menunjuka gelagat memilih salah satu kader dan sodoran PKS.Â
Tentu Prabowo paham bahwa dari nama-nama yang ada tidak demikian tinggi keterpilihannya, pun masih berpotensi menimbulkan friksi dalam koalisi dengan partai lainnya.  Tidak  mengagetkan kalau petinggi PKS banyak mengeluarkan pernyataan yang memperlihatkan kepanikan di dalam mereka sendiri.
Loyalis Anis Matta menyatakan, kalau nama Anis tidak diperjuangkan dengan semestinya, malah menonjolkan nama baru yang bukan dalam daftar mereka, Anies-Aher. Memang Aher ada dalam sodoran mereka.Â
Sangat ironis, melepaskan diri dari Prabowo dan mengusung nama lain, sangat lemah karena kursi mereka yang hanya sepertiga dari yang seharusnya, tentu tidak ada alasan.  Apalagi dengan penyataannya mengenai bahwa potensi kehancuran bisa terjadi. Sangat  berlebihan sebenarnya, jika bukan karena panik.
Perpecahan dalam partai yang satu ini sebenarnya sangat disayangkan, karena begitu loyalnya kader partai yang satu ini, lepas dari kontroversi dan prestasinya, mereka salah satu partai yang sukses dalam kaderisasi dan menciptakan militansi terhadap partai dan pembesar partai. Suaranya tidak berubah banyak meskipun diterpa badai dasyat korupsi sekalipun. Namun jika elit partai yang mengatakan, sedikit banyak memang demikian faktanya. Potensi yang selama ini bisa terjembatani bisa patah karena kondisi yang ada.
Salah satu elit PKS mengatakan, kalau bukan kader mereka yang mendampingi Prabowo, mereka tidak akan dalam koalisi, tidak mau hanya menjadi penggembira. Dua hal yang bisa dibaca, mereka tidak mau seperti 2014 yang hanya kerja saja, sedangkan PAN yang memperoleh bakal kursi. Lepas dari modal dan kapital, ini sangat serius. Mereka tentu enggan jadi penggembira dan pekerja terus, tanpa mendapatkan empuknya kekuasaan, plus kisah di Jakarta.
Peringatan juga bagi Demokrat yang mengajukan nama AHY, apapun yang terjadi pokoknya AHY harus mengisi satu slot di sana. Â Dengan alasan yang sama sebagaimana mengenai kebersamaan dengan PAN, sangat realistis jika PKS memerlukan ketegasan untuk kali ini. dua gawe besar tanpa memperoleh apapun.
Faktor kepemimpinan yang ternyata tidak bisa selesai usai pemilihan presiden, Sohibul Imam ternyata belum sepenuhnya diterima dengan bulat dari berbagai kalangan di dalam partai. Hal ini berlarut-larut, dan hingga kini ketika ada pemilihan presiden negara ternyata juga berpengaruh. Soal daftar nama dan seolah tanpa perjuangan yang dinyatakan bagian dari dalam ini sangat serius.
Persoalan internal yang berlarut-larut antara presiden partai dan Fahri Hamzah yang hingga kini masih saling tuntut dan masih berjalan di pengadilan, jelas sangat merugikan keberadaan partai secara luas.Â
Tidak heran Prabowo pun gamang untuk menentukan siapa yang akan menjadi pendampingnya. Ini sangat serius karena kemampuan pimpinannya pun sangat lemah dengan dibuktikan kursi Fahri masih kokoh dan bisa berkoar-koar tanpa elit PKS bisa bersikap dengan  tegas.
Pilihan-pilihan PKS baik secara lembaga atau pribadi di dalam menyikapi isu dan peristiwa membawa konsekuensi yang sangat besar. Pemilih dan simpatisan makin tahau arah dan perjuangan partai yang satu ini, soal korupsi seperti pukulan KO yang masih membuat sempoyongan diwarnai intrik yang tidak demikian positif, tinggal menunggu waktu hitungan wasit dan TKO di depan mata.
Perilaku Fahri sangat besar pengaruhnya, baik sebagai oposan yang sangat semangat pada Jokowi, pun perilakunya menghadapi presiden partai membuat orang banyak yang tidak menjadi simpatik.Â
Salah strategi yang seolah malah menjadi-jadi. Posisinya yang kuat di dewan itu sekaligus mempertontonkan PKS dan jajaran pengurus demikian lemah di depan konstituen. Hal yang sangat serius. Belum lagi suaranya yang lantang tanpa perhitungan dan sering salah tanpa mau mengakui, jelas menggerus kepercayaan dan pilihan pada partai.
Mardani Ali Sera dan perilakunya yang lebih sering menjadi olok-olokan, bukan menambah Prabowo yakin akan keberadaan mereka sebagai pendamping yang sepadan. Â Ide-idenya booming namun sebanding juga dengan cemoohan karena tidak ada esensi yang bisa dipertanggungjawabkan. Â
Dengan membuat ramai #2019gantipresiden, dan ke mana-mana itu, sama sekali tidak memberikan angin segar dan peluang yang cukup menjanjikan.
Ide untuk dagang sapi pun tidak memberikan gaung yang semestinya. Fadli Zon yang biasanya gegap gempita dengan PKS kini juga adem ayem saja. Jelas lah pembagian menteri itu riskan, karena toh koalisinya saja masih belum pasti. Idenya banyak, namanya bisa saja tenar, namun apa iya cukup meyakinkan pemilih, tidak cukup meyakinkan.
Pilkada serentak ternyata juga memberikan fakta yang tidak cukup menggembirakan bagi keberadaan mereka. Kantong mereka mulai bolong dan tercecer simpanan mereka. Sangat wajar jika mereka khawatir ditinggalkan Prabowo dan Gerindra.
Pantas jika PKS panik dan terasa "menekan" Prabowo untuk mengusung mereka, karena ada AHY atau Demokrat yang ikut mengintai, ada Anies yang seneng juga, pun Gatot tidak ketinggalan ikut ngantri di sisi PKS yang sudah jauh-jauh hari cukup yakin dengan Prabowo seolah tak terpisahkan.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H