Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Sanksi TGB dan Perpolitikan Demokrat

10 Juli 2018   08:20 Diperbarui: 10 Juli 2018   08:29 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Persiapan sanksi untuk TGB mulai dinyatakan elit Demokrat. Hal yang cukup biasa dan tidak mengagetkan ala Demokrat di dalam menyikapi persoalan dukung mendukung yang berbeda. 

TBG bukan yang pertama mendapatkan "ancaman" atau peringatan kareka sikapnya di dalam berpolitik. Belum lagi dingin ketika Ruhut dan Hayono mendapatkan sanksi yang sama karena perbedaan pandangan ketika pilkada DKI 2017 lalu.

Demokrat dan orientasi pada trah, sayang sekali partai hasil reformasi, namanya Demokrat, pejuang demokrasi, namun sekadar nama. Bagaimana demokrasi yang seolah-olah itu, semata hanya menjadi alat untuk kekuasaan dan kepentingan pribadi dan trah lebih mengemuka. 

Hal yang normal dan biasa, alamiah, serta wajar sebenarnya anak, baoak, kakek, ataupun cucu, dan cicit menjadi apapun di alam demokrasi, sepanjang itu memang profesional, memiliki kapabilitas, dan menyakinkan. Namun apa yang ditampilkan Demokrat hingga kini, belum cukup menjanjikan demikian.

Demokrat yang selama ini tampil adalah partai figur dengan kader yang berorientasi pada SBY bukan pada demokratisasi di dalam hidup berpolitik. Sosok  kuat dan cenderung kultus individu dan keluarga Yudhoyono, ketika ada sinar lain yang akan bisa menghalangi sinar trah, lebih baik disingkirkan dengan berbagai cara. Pun suara yang tidak sejalan dengan pemikiran satu pribadi, yaitu SBY lebih baik disingkirkan.

Bahaya bagi masa depan Demokrat jika masih dihuni orang-orang tua, pemikiran model maaf menjilat, dan tidak berorientasi ke depan, sebagai partai modern seperti dalam sikap Syarif Hasan, Amir Samsudin, dan banyak nama tua yang tidak mampu bersaing, ya aman dengan cara dekat dan selalu membenarkan apapun buah pikir SBY.

Mirisnya beberapa generasi lebih muda ternyata tidak jauh modelnya dengan generasi babe ini, ada Roy Suryo, Didi Irawadi, F. Hutahaen yang selalu membenarkan bahkan kadang perilaku dan buah pikir SBY yang tidak seharusnya demikian. Jelas ini pilihan  yang kurang bijak bagi partai Demokrat ke depannya.

Posisi Demokrat yang dulu hancur lebur kasus demi kasus korupsi, perlu pembenahan yang jauh lebih masif dalam hal prestasi, namun dengan beberapa sikap elit yang hanya "memuja" SBY, bukan sarana yang lebih baik bagi perkembangan Demokrat. Jangan kaget jika dari 60  kursi akan berkurang dan terus berkurang dengan reputasi mereka.

Beberapa pengurus memang orang muda, namun muda dalam arti usia di atas kertas, namun cara berpolitiknya setara perilaku politik Abu Rizal Bakrie, Wiranto, atau bahkan Harmoko. Ya sudah ini sih bungkus baru tapi isi tua dan sudah renta malahan.  Darah segar muda usia seperti Ibas pun sama sekali tidak memberikan harapan lebih jauh, masa depan suram iya.

Penambahan "pemain" pengganti dalam diri AHY sama sekali belum memberikan bukti yang cukup signifikan. Beberapa kali pun melakukan blunder cukup fatal sebagai politikus hijau. AHY yang membuat Ruhut keluar dan mendapatkan sanksi pemecatan sangat tidak sebanding. Roy Suryo yang dijadikan pengganti malah jauh lebih parah.

Fokus Demokrat ke trah Yudhoyono cenderung menambah masalah, usai masalah mega korupsi belum terselesaikan dan membuat pemilih melabuhkan kembali kepercayaannya. Mengambil AHY dari dunia militer dengan pangkat yang belum cukup mumpuni untuk level nasional, pengalaman birokrasi dan kepemimpinan yang masih belum cukup meyakinkan masalah demi masalah yang diciptakan, bukan solusi.

Jika benar TGB diberikan sanksi yang cukup berat, pemecatan misalnya, jelas kerugian luar biasa bagi Demokrat. Pemilih potensial yang dulu ada dalam gerbong TBG, bisa lepas. Memang ada yang kecewa dengan keputusan TBG, namun jauh lebih banyak yang simpati jika TGB  dipecat atau diberikan sanksi yang sejenis. Bisa menjadi blunder tambahan di menit akhir. 

Mirip pilihan Neuer yang memilih menyerang dan ada bola balik yang masuk ke gawang melompong. Jangan sampai SBY malah maju ke depan dengan mengorbankan salah satu kader terbaik yang berbeda pandangan.

Sanksi memang penting bagi kader yang memilih tidak sejalan dengan garis partai, namun tidak perlu gembar-gembor, dan dimanfaatkan dengan memainkan politik korban, sebagaimana keahlian SBY yang bisa menjadi bumerang fatal di menit akhir ini. Sangat  berbahaya dan perlu sikap kehati-hatian dan bijaksana, jangan mengulangi kisah lama dalam diri kader terbaik, pada Anas atau Ruhut.

Demokrat jauh lebih bijak jika konsolidasi daripada menambah masalah. Sanksi  memang penting namun bukan cara terbaik dan bijak jika salah dalam cara dan model hukuman. Lebih banyak kader cari aman dan selamat, dan itu sebenarnya tidak menguntungkan Demokrat ke depannya. Sikap kritis dan berani berbeda dengan arif jauh lebih diperlukan bagi tumbuh kembang Demokrat ke depan.

Susah melihat Demokrat bisa bersikap bijak, karena hanya khawatir dan cemas soal kepentingan pribadi SBY dan keluarga. Apa iya partai model demikian memikirkan bangsa dan negara serta rakyat. Sangat kecil kemungkinannya.

Terima kasih dan salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun