Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Dua Parpol Jawara Pilkada dan Dua Terbawah

1 Juli 2018   09:57 Diperbarui: 1 Juli 2018   10:38 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Fokus bukan semata pilkada namun malah cenderung mementingkan 2019. Peta itu nampak gamblang sehingga parpol memiliki orientasi yang  penting menang, mau kader atau bukan tidak menjadi pertimbangan utama.  Padahal belum tentu persis seperti "koalisi" pusat, di daerah bisakacau balau, ada koalisi PDI-P dengan Gerindra segala, padahal jelas di pusat beda pilihan.

Keberadaan parpol cenderung menjadi kendaraan semata. Memang independen akan sangat berat, toh banyak juga nonpartisan yang menggunakan kendaraan parpol untuk menjadi pimpinan daerah. Dua besar cukup signifikan dan memberikan perhatian bagi partai politik, bahwa mereka perlu mengubah paradigma dan cara bertindak mereka yang ugal-ugalan selama ini.

Partai politik fokus pokok menang, dan nampaknya mahar juga terlibat di sana, membuat kader potensial tersingkir karena modal kapital kurang. Potong kompas, siapa kaya atau memiliki penyandang dana, semua bisa terjadi. Dan  dari data dan fakta lapangan kog nampaknya hal itu benar terjawab. Mungkin kinerja di partai baik, namun kalah oleh orang bukan partai yang sama tenarnya dan memiliki dana untuk bisa "menyingkirkan" kader yang memang bekerja bagi partai. Hal yang sangat lumrah dan miris bagi pegiat partai sebenarnya.

Kaderisasi  jelas menjadi persoalan. Partai susah melakukan pembibitan dan kaderisasi, di tengah gencarnya KPK menangkapi kader parpol lagi, tidak heran parpol keberatan pelarangan mantan koruptor menjadi caleg, bisa-bisa habis kader potensial mereka. Nah yang telah bekerja jatuh pada korupsi, yang belum jadi tidak mampu melawan kekuatan kapital, dan ya sudah, pokoknya mendukung dan mengusung bukan kader pun tidak masalah.

Sedikit banyak akan menjadi warna untuk pilpres mendatang. Kalkulasi yang makin jelas, peta wilayah juga sudah terpampang. Ingat kader siapa dan mengarah kepada siapa. Ini hal yang sangat penting dan mendasar. Mengapa demikian? Jika pun  parpol itu jagoannya menang namun partainya mendukung kandidat lain, ya apa efektif? Paling jalan tengah yang akan diambil adalah pejabat itu mengatakan saya netral, dan selesai.

Mesin partai makin berat jika salah kalkulasi dan hanya melihat parpol pengusung, bukan keberadaan dan asal-usul pejabat tersebut. Hal ini seolah sepele, namun bisa berimplikasi sangat besar.

Terima kasih dan salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun