Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

SBY Politik Mantan Mantenan

26 Juni 2018   05:00 Diperbarui: 26 Juni 2018   15:01 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mantan mantenan coba cek di Google akan begitu banyak tawaran, dan lebih dominan video. Di sana paling tidak, teringat kiriman teman di grup media, si mantan tidak kuat dan pingsan sebelum menyelesaikan lagu persembahannya. 

Awalnya mau saya berikan link sebagai tautan untuk artikel ini, ternyata begitu banyak, jadi tidak usah. Melihat apa yang dibuat Pak SBY beberapa wakt terakhir, jadi teringat hal itu. Beberapa waktu lalu, perilaku Pak Beye mirip anak yang tantrum, lihat di sini: 

Meningkat dikit kini seperti abg yang ditinggal nikah mantannya. Dalam video pendek itu dominan betapa hendak rela, pun  tidak mampu untuk membendung kecewa. Apa yang Pak Beye lakukan, sejatinya tidak jauh beda. 

Secara demokrasi, secara hukum, di depan rakyat, semua paham bahwa konstitusi menyatakan presiden menjabat dua periode. Pemilu sudah usai, pun suka atau tidak sudah sah. Beda kasus dengan pihak yang belum merasa rela, artikel ini bukan mengulas yang itu.

Mantan yang merasa belum rela biasanya perempuan, akan stalking media sosial si mantan. Mengulik apa yang menjadi keseharian, kebiasaan, dan aktivitas. Mantan. Ini juga banyak dibahas sisi negatifnya.  Jadi tidak perlu untuk mengulasnya.

Media apalagi dengan meningkatnya kemajuan media informasi, sangat mudah, bahkan murah untuk mengulik apa yang ada di tempat yang sama sekali tidak diketahui sekalipun.  Bisa menjadi berkepanjangan jika tidak bersikap dewasa dan bijaksana.

Apa yang dinyatakan Pak Beye dan Demokrat sebenarnya hal yang bagus sepanjang proporsional, demi bangsa dan negara. Mengapa demikian, dua presiden antara SBY dan Jokowi itu dua relasional suksesi yang tanpa masalah psikologis, politis, dan pribadi. 

Relatif baik-baik saja dan mulus. Namun kepentingan pribadi yang membuat berbeda. Suksesi yang paling mulus, tidak diikuti penangkapan dan "pembumihangusan" pemikiran dan pengikut, masih bertemu dengan sangat wajar, tidak ada perang dingin yang tidak semestinya.

Menyoba melihat ada apa di balik sikap dan model Pak Beye, yang oleh banyak pihak sebagai sebentuk playing victim, memainkan peran atau lakon korban, yang memang selama ini piawai Pak Beye khususnya jalankan. Sukses memang mengandalkan bentuk simpati sesaat dari rakyat.  Selain kesuksesan di masa lalu.  Apa sih yang dicari Pak Beye?

Tentu keamanan dan keberadaan Demokrat sebagai penguasa periode lalu tidak bisa dilupakan. Jika tidak ada persoalan yang serius mengapa begitu hebohnya menyatakan ini dan itu. Lihat bagaimana dan siapa yang paling ribut ketika tidak berkuasa? Dan yang ribut itu biasa saja atau tidak. Atau di balik, yang diam, tenang, dan tidak mengutik-utik  penggantinya, ada masalah atau tidak.  Jadi tidak berlebihan jika ada pertanyaan, lha memang ada apa kog brisik banget?

Beberapa rekam jejak juga susah untuk menafikan akan menyasar makin dekat ke pusaran inti keluarga dan partainya. Ini bukan soal main-main, bagaimana KTP-el, yang sejenak sepi, Hambalang, dan Century pun tidak jauh berbeda. Bandingkan dengan Mega yang ia gantikan, relatif tidak bising, atau Habibie yang diganti Gus Dur dan Gus Dur diberikan ke Mega. Semua diam kog. Ada apa coba? Bicara demokrasi, harusnya demokrat nomor satu lah. Bukan malah riuh tanpa isinya.

Kepentingan trahnya untuk menjadi penguasa berkelanjutan. Lha kerajaan saja bisa diambil alih, apalagi republik. Aneh juga Pak Mantan ini.  Bagaimana konstitusi menyatakan dua periode kog, kalau masih belum rela, ya mengapa tidak merevisi UUD menjadi seperti dulu, boleh dipilih lagi untuk periode limatahunan tanpa batasan periode.

Tidak perlu gamang atau terlupakan  lah. Mantan terbaik dan terindah akan terkenang selamanya. Prasasti itu tidak bisa dipaksakan, akan muncul dengan sendirinya. Jangan khawatir kalau infrastruktur akan meniadakan catatan emas. Sayangnya, apa karena tahu bahwa banyakan baper dan ribet sendiri, jadi khawatir prasasti yang tidak berarti itu akan terlindas oleh prestasi penggantinya?  Serba ribet memang ketika politikus minim prestasi digantikan yang begitu moncer dengan capaian.

Sebenarnya tidak perlu berkecil hati dengan model pendekatannya yang demikian. Semua akan mendapatkan porsi, memperoleh tempat sesuai dengan apa yang diberikan. Jadi tidak perlu memaksakan orang untuk ingat apa yang dilakukan jika memang melakukan. 

Coba tengok mengapa harus mengatakan, saya sepuluh tahun, jadi tahu persis apa yang ada dalam tubuh BIN, TIN, dan Polri, iya semua juga paham. Atau malah bawah sadar kog kini gak seperti dulu ya, wah jangan sampai nanti saya dituduh, lebih baik saya ungkap dulu? Upsssss...

Pameo sepak bola yang mengatakan pertahanan terbaik adalah menyerang. Iya, sepanjang pemain belakang mantab di dalam bertahan dan serangan mematikan. Coba lihat Panama yang menyerang Inggris ya bobol enam. Menyerang perlu tahu juga pertahanan. Jangan seperti Portugal yang tahunya bertahan hanya mengandalkan satu tendangan dan menang.

Terima kasih dan salam

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun