Peluang duet JK-AHY ala Demokrat cukup menarik meskipun apa yang terlontar itu jelas bukan karena pertimbangan matang. Semata memberikan gertakan pada pihak yang ditunggu pinangannya, bisa ke koalisi Jokowi pun koalisi Prabowo. Mengapa mengatakan ini tidak matang? Siapa yang akan mengusung menjadi penting.
Menawarkan kepada siapa dengan suara, sekitar 10, 19 % dengan kursi 61 saja, masih perlu dua partai menengah atau satu partai besar. Partai besar yang bisa hanya berdua, semua nampaknya susah untuk berpaling. Gerindra jelas dengan Prabowo capres, susah untuk mengubah keadaan ini. Pun PDI-P, tidak akan tidak, susah ada peluang mengusung dua nama ini. Golkar yang memiliki ikatan emosional, pun sangat susah diharapkan mau memberikan dukungan pada kedua nama ini.
Peluang itu sedikit banyak ada padan PAN dan PKB. Dengan konsekuensi adalah ada dua nama bahkan bisa tiga nama yang mau juga duduk di salah satu pos itu, jika kedua kursi sudah diplot, apa ada yang mau? Ada nama Zulkifli Hasan pun jangan lupa Amien Rais, memang bisa mengubah keadaan PAN yang tidak bisa apa-apa ini, dengan suara sangat kecil namun sok-sokan besar lagi. Ragu SBY mampu menyakinkan PAN kini dengan keadaan ini. Beda yang lalu dengan posisi besan.
PKB pun sejak lama jelas mengusung Muhaimin menjadi cawapres, kandidat paling konsisten nyawapres tidak muluk-muluk ini, meski semua koalisi dijajaki, tapi ya itu cawapres. Â Nah siapa mau mengalah untuk jabatan. Jangan bicara pengabdian dalam ranah ini.
Golkar yang memiliki suara cukup signifikan. Dengan 91 kursi, suara 14, 75% jelas sangat kuat dengan tambahan dari suara Demokrat. Namun apa iya sesederhana itu?
Faktor Yusuf Kalla yang memang dulu ketua umum Golkar kali ini tidak demikian dominan. Gerbong JK tidak sekuat dan sesolid masa lalu. Tidak cukup menjanjikan bisa mengubah peta dukungan, beda kasus jika hanya suara pemilih. Namun ini bicara soal dukungan secara partai politik sebagai kendaraan mendaftar dulu. Susah bisa mengubah haluan Golkar.
Faksi di dalam Golkar sangat banyak dengan kepentingan masing-masing, serta sama-sama dominan, bisa saling sandera ketika ada kepentingan yang berbeda. Berdarah-darah usai Ical mundur dan ada dua kepengurusan itu memperlihatkan mereka ada kekuatan yang saling bersaing. Hal yang sangat bisa dimanfaatkan, namun susah dalam kasus dukungan sebagai partai politik yang hanya perlu satu rekomendasi utuh.
Ketua umum Airlangga ini relatif muda namun ternyata bisa membawa Golkar yang biasa gaduh bisa tenang. Pergantian kepengurusan, aalat kelengkapan pun bisa dengan tenang dan tidak menimbulkan riak yang sangat besar, seperti era sesepuh yang memegang. Cukup menjanjikan Golkar muda ini. Arahnya juga jelas ke mana.
Golkar secara organisasi tidak akan berubah dukungan, dengan adanya Luhut di sana, pun jangan lupa tersandera secara politik oleh banyak ulah petinggi Golkar dalam KTP-el, mereka cenderung mencari aman, meskipun belum tentu aman, toh lebih bisa merasa aman ketika berlindung dalam jalur kekuasaan, hal yang sangat mungkin ikut berpengaruh kuat.
Demokrat memang jitu jika melepaskan hitung-hitungan PT di sana. Melupakan kisah si mantan yang sering nyrimpeti laku, dengan memilih JK, peluang AHY maju sebagai presiden di 2024 sangat mulus, jauh lebih mulus daripada jalan tol. Ini karpet merah baru yang diidam-idamkan. Mengapa?
Usai JK jelas sudah sangat sepuh, untuk maju kembali. Ini jelas dalam hitungan matang ala SBY. Tidak akan ada periode dua untuk JK. Dengan segala hormat, maaf, bisa saja di tengah jalan pun AHY sudah juga naik menjadi presiden. Sekali lagi maaf, bukan mendahului Tuhan dan mengharap yang buruk.
JK bisa menjadi mentor yang cukup baik, tentu dengan SBY sebagai mentor utama. Lima tahun menjadi waktu untuk belajar dan mempersiapkan segalanya. Persiapan untuk RI-1 yang sangat membanggakan trah Yudhoyono kembali menjadi presiden.
Melihat beberapa hal di atas, sepanjang amatan saya tentunya, kog seolah tidak ada yang hendak ditawarkan bagi bangsa ini ya? Hanya bangsa ini menjadi sarana aku menjadi presiden dengan segala cara. Negara memberikan kepadaku kursi soal mau memberikan apa kepada negara sama sekali tidak disebut.
Duet ini pun fokusnya koalisi mencari partner untuk menggantikan presiden, soal tawaran solusi bagi bangsa satu kata pun tidak pernah terucap. Energi bangsa ini terlalu besar hanya untuk ribut suksesi, soal terorisme mana ada yang menyebut. Narkoba, apalagi korupsi yang sangat lekat dengan peri hidup para politikus.
Mau siapapun maju menjadi apa itu sepanjang masih dalam syarat yang bisa dipenuhi tidak ada masalah. Namun mbok yao, ada sedikit keprihatinan, empati, dan peduli pada bangsa dan negara ini. tidak semata mau negara memberikan kepercayaan, namun juga membantu negara ini menjadi lebih baik lagi.
Koalisi apapun silakan, namun program untuk pembangunan juga dipikirkan. Asyik cari teman saja, soal program nol besar. Lha mau bicara program bagaimana wong hitung-hitungan PT saja  nol besar.
Terima kasih dan salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H