Politik ikhlas melawan hegemoni politik tidak ada makan siang yang gratis, menarik ada yang disampaikan elit Gerindra untuk PAN ikhlas jatah calon wakil presiden kali ini diberikan kepada PKS. Hal yang sangat wajar sebenarnya, gantian, usai 2014, PKS juga "ikhlas" memberikan tiket calon wakil presiden ke PAN. Sebenarnya sangat sederhana, namun ketika kursi mana ada yang sederhana, kursi RI-2 lagi.
Politik Ikhlas, apa ada? Apalagi model demokrasi akal-akalan, ugal-ugalan ala Indonesia, ini mana ada yang gratis sih? Apalagi untuk ikhlas memberikan jabatan yang begitu tinggi. Nampaknya masih sulit, mengingat politik beaya tinggi yang demikian marak. Mahar politik dengan berbagai peristilahan yang mau dibantah atau diakui dengan tanda kutip masih  begitu kental.
Politik dagang sapi pun, tawar menawar masih sangat nyaring terdengar. Selama ini baru ada Nasdem yang menyoba mendukung tanpa syarat, di media tentunya, entah dibalik panggung. Namun melihat perilaku sepanjang mendukung pemerintah ini, tidak ada yang aneh-aneh, pun  manufer lucunya, masih bisa dipercaya, ada yang mencoba untuk ikhlas ini.
Beberapa pihak pun sepanjang tahun politik ini banyak yang jelas-jelas memberikan tekanan kog untuk bisa mendapatkan peluang lebih besar. Baik terang-terangan ala preman pasar, gak beri awas, atau model preman berdasi, ancaman halus, namun ujung-ujungnya sama. Membuka peluang dengan partai lain.
Sebenarnya Gerindra tidak perlu galau kalau hanya menghadapi PAN saja, katakan, kalian sudah dapat tahun lalu, kali ini, kebersamaan dengan PKS. Rekam jejak empat tahun ini juga lebih meyakinakan dan menjanjikan PKS dari PAN. Tidak perlu risau.
PAN tidak memiliki basis massa yang militan ala PKS. Â Daerah lumayan menjadi lumbung kemarin pada Sulawesi Tenggara, toh tidak bisa diharapkan karena perilaku tamak korup yang banyak di sana. Jambi pun begitu. Nama PAN makin buruk, basis massa lemah, buat apa dipertahankan dan meninggalkan PKS yang sudah teruji.
PKS memiliki basis massa yang militan. Pun dua kantong cukup menjanjikan DKI dan Jabar jauh lebih menjanjikan daripada bekas kantong PAN. Â Model kaderisasi PKS juga jauh lebih menjanjikan militansi di dalam memilih.
Sudah jelas sebenarnya Gerindra memilih siapa sebagai wakil dengan pertimbangan gantian, PAN tidak perlu diminta ikhlas, sudah pasti mau tidak mau, harus mau. Tahu diri juga periode lalu tidak menang, kali ini, pun nama Zulkifli Hasan tidak menjual. Apa yang ia lakukan selama ini jauh dari kata menarik, sebagai ketua MPR yang keliling Indonesia demi kepentingan sendiri separo resmi itu pun tidak banyak pengaruh.
Taruhlah mengambil  Aher, misalnya. Jelas basis massa Jabar akan memilihnya. PKS pun mengajukan salah satu kandidat nama ini. Jadi sudah  tidak ada kendala untuk Gerindra khawatir. PAN tidak cukup signifikan memberikan pengaruh. Memang sangat diperlukan bagi poros alternatif jika mungkin.
Faktor Amien Rais juga tidak membantu banyak bagi Prabowo malah. Apa yang ia nyatakan sering merugikan daripada menjual lebih baik lagi. Muhammadiyah tidak akan sesederhana mengikuti Amien atau PAN saja, karena toh ormas yang berpengaruh ini memiliki pengurus sendiri dan cenderung tidak selekat dulu dengan Amien atau PAN. Â Faktor Amien bisa ditepikan oleh Gerindra.
PAN yang sakit hati dan kemudian melompat ke Jokowi nampaknya juga tidak perlu menjadi kecemasan  karena faktor Amien Rais juga yang sangat susah untuk merapat ke Jokowi. Soal 2014 yang tidak akan pernah dilupakan. Kayak abg yang ditolak cintanya.