Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Nasional dan Pembinaan Karakter Bangsa

2 Mei 2018   13:48 Diperbarui: 2 Mei 2018   13:54 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak perlu menuduh pemerintah segala, atau mengarahkan ke sana, bosan. Salah satu tugas pendidikan adalah peningkatan kualitas hidup. Kualitas tidak harus berkaitan dengan materi dan kekayaan harta benda, namun kualitas kepribadian. Pribadi yang berkualitas, memiliki nilai-nilai baik yang bisa dirasakan, bukan semata-mata, diperlihatkan yang jelas buatan.

Sebenarnya sederhana sekali apa yang perlu dilihat perkembangan dari peserta didik, dari sebelum pendidikan, berproses, dan akhirnya usai dalam salah satu jenjang pendidikan. Bisa dalam satu tahun, atau per jenjang pendidikan. Namun nyatanya usai kuliah pun banyak sarjana yang kualifikasi kepribadiannya sangat tidak memadai.

Beberapa hal yang patut dimiliki dan menjadi gaya hidup bukan semata jargon, wacana, atau cita-cita semata.

Tanggung jawab. Mengerikan melihat bangsa ini dihuni orang tidak bertanggung jawab. Bukan hanya soal kinerja buruk, bahkan apa yang dikatakan bisa diingkari sendiri. Hal ini jangan heranlevel menteri, anggota DPR-RI yang kerja malas, namun ngelesnya sampai langit lihainya. Hal sehari-hari, nampak dalam diri peserta didik. Dalam hal yang sangat sederhana, tempat minum-makan, yang ketinggalan, buku kelupaan alasan asisten rumah keluarganya lupa menyiapkannya. Tidak erlu kaget jika jadi pejabat abai akan tanggung jawab.

Tanggung menjawab memang menjadi keahlian, apalagi yang ada di dewan sana itu. Tidak merasa risi gedung sidang kosong, namun gaji tetap diterima utuh. Ini bukan masalah sepele, eh masih dibela mati-matian,  bukan datangnya sidang atau hasil UU yang menjadi tolok ukur. Bel gedhes, kalau sidang molor gaji penuh kog  pejabat tanggung jawab.

Sangat tidak mengagetkan ketika ketangkap maling pun tidak merasa bersalah apalagi berdosa, karena sikap bertanggung jawab yang makin rendah. Ngeles menyalahkan pihak lain, makin menggejala dari hari ke hari.

Penghargaan akan proses bukan semata hasil. Entah harus dimulai dari mana ketika penghargaan akan proses itu sangat lemah. hasil akhir dengan cara yang tidak semestinya pun menjadi gaya hidup di sekolah. Suap demi masuk sekolah favorit, pintu belakang karena anak pejabat atau penjahat kaya, bukan barang baru. Ujian nasional, syukurnya sudah ada pertobatan, namun toh masih juga menjadi penyakit lama, pembocoran massal, mengerjakan dengan kerja sama, dan pengawas pura-pura tidak tahu.

Semua itu hanya mengenal hasil akhir, proses tidak menjadi pertimbangan, sehingga tidak dihargai. Sikap tanggung jawab yang rendah jelas juga penghargaan akan proses lemah. pemujaan hasil akhir semata.

Jujur, entah bagaimana KPK sampai memiliki jargon jujur itu hebat, lho jujur itu harus jadi karakter, gaya hidup, bukan prestasi. Mengerikan jika kejujuran itu sebuah prestasi, betapa buruk bangsa ini.  nah bagaimana pendidikan saja dihuni model begini. Kejujuran bukan gaya hidup, namun sebuah prestasi di sekolah. Jangan kaget model "tipu-tipu" sangat marak di sekolah.

Semua tentu paham, kalau nilainya di kelas enam, mengapa di raport harus 7,5 -8, dari mana coba. Pengalaman, ada anak sangat rendah kualifikasinya, tetapi  berani menyatakan pasti lulus, di ukir di meja kelas coba. Luar biasa bukan? Dan memang lulus beneran.

Bagaimana bisa orang berpendidikan, gelar paripurna hingga S3 dan akademisi, bisa berbicara dengan data yang diputarbalikan dengan tidak merasa menghianati dunia pendidikan dan akademisnya. Hal demikian terjadi hampir dalam semua level kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka tahu kalau menggunakan data yang salah, namun enggan mengaku salah. Ini jelas tidak cerdas bukan? Apalagi jujur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun