Budaya instan, entah dari mana ide untuk aneh-aneh dalam dunia pendidikan ini, semua seolah sesedrhana membalik telapak tangan, padahal pendidikan itu proses panjang. Maunya berubah dengan cepat, namun tidak mau mengubah pola pikir dan cara bertindaknya. Bagaimana soal standart internasional, sedangkan sistem pengajaran masih sama. Cara evaluasi dan standart soal sebaiknya dimengerti murid sejak awal, bukan jebakan di akhir masa pendidikan. Jika masih menggunakan evaluasi.
Kurikulum silih berganti, padahal sistem belajar mengajar juga sama saja, begitu-begitu saja. Apanya yang mau dicapai dengan hal ini. Evaluasi atas kurikulum juga tidak pernah ada. Tiba-tiba ganti. Dalih yang sama saja, itu negara A sukses, negara B bagus, dan abai akan budaya, karakter, topografi, sosiologi,dan banyak hal yang jauh berbeda. Lha mau apa dengan kurikulum menyontek, tanpa tahu motivasi yang melatarbelakangi model pendidikan tersebut diambil.
Apa yang seharusnya dilakukan?
Pendidikan nasional milik bangsa ini, kembali ke jatid diri bangsa. Krisis identitas karena kebingungan dengan apa yang mau dicapai. Apa yang dirumuskan belum spesifik sebagai sebuah bangsa. Kacau balau karena apa yang mau dicapai tidak jelas. Anak lulus sekolah dasar, masuk menengah pertama, Â masuk menengah atas, kuliah, kerja, dan sering tidak bisa dipakai ilmu di bangku sekolah. Â Jati diri bangsa disadari dulu, dirumuskan dengan baik, dan kemudian dijadikan tujuan pendidikan nasional.
Kurangi kekisruhan dan campur aduk dalam dunia pendidikan. Bisnis, politik, agama, dan sering juga hukum yang melibatkan diri dalam dunia pendidikan. Kacau balau jadinya dan tidak mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selamat Hari Pendidikan Nasional
Salam