Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Produsen SARA, Menelaah Pola Pikir Waketum Gerindra

27 April 2018   18:58 Diperbarui: 27 April 2018   19:31 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi produsen SARA, menelaah pola pikir waketum Gerindra, entah dari mana cara pikir, kesimpulan diambil, dan kesimpulan dibangun hingga mendapatkan kesimpulan, bahwa istana atau Jokowi yang memproduksi isu SARA selama ini. inikah pola pikir selevel wakil ketua umum partai tiga besar pemilu? Emosional, abai akan data, dan bisa seenaknya mengambil kesimpulan dan akhinya menjadi pernyataan yang jelas susah bisa dinalar.

Ada dua pernyataan besar, cukup signifikan di dalam menanggapi ketua DPR yang merasa bahwa duet Jokowi-Prabowo bisa menjadi salah satu solusi mengurangi isu SARA di dalam perpolitikan nasional. Sanggahan diberikan wakil ketua Gerindra, yang cukup menarik. sebagaimana dikutip dari media lain sebagai berikut, "Gak ada hubungannya itu. Taruhan sama saya, ketika Jokowi gak jadi Presiden, gak ada lagi itu isu SARA," ujar Ferry saat dihubungi merdeka.com, Selasa (24/4).

Jika saja berhenti demikian saja, sangat bisa dipahami karena paling tidak dua alasan, pertama karena menghendaki Prabowo yang menjadi presiden, dan semasa Jokowi yang memimpin hal itu, SARA begitu marak. Sangat bisa diterima nalar, pola pendekatannya. Militer lebih cocok, tidak ada yang salah, jika alasannya ini.

Kedua, karena pendekatan Jokowi pada beberapa kelompok yang selama ini memperoleh angin, kemudian susah berkutik sehingga isu-isu dimanfaatkan dengan masif oleh beberapa pihak yang kepentingannya terusik, hal ini juga masih bisa diterima akal, dan tidak ada yang berpotensi  pidana. Masih sangat wajar dalam tensi politik yang mulai naik.

Namun menjadi  tuduhan yang tidak berdasar, ketika pernyataan berikut muncul,"Isu SARA Jokowi yang produksi, kubu Istana yang produksi," ucapnya.

Beberapa hal yang perlu dilihat dengan jernih, obyektif, dan dengan kepala dingin, beberapa fakta yang selama ini ada;

Pertama, siapa yang dikaitkan dengan ras tertentu, antara Prabowo atau Jokowi? Jelas-jelas Prabowo yang memiliki darah dan etnis tertentu malah seolah ditutupi, dan darah Jokowi yang nyata malah dikaitkan dengan yang bukan darahnya.  Ingat ini bukan soal rasis, fakta yang dibolakbalik.

Kedua, jika Jokowi dan istana yang produksi isu SARA, jelas pelanggaran hukum, melanggar sumpah jabatan presiden, mengapa tidak melapor polisi, bawa ke dewan, majelis, dan impeacment presiden, atau wakil ketua parpol ini tidak tahu hukum bernegara?  Hal yang sangat mendasar pelanggarannya

Ketiga, siapa, kebersamaan dengan Gerindra, atau istana yang sering mengaitkan agama, ras, dengan kepemimpinan. Siapa yang berbicara soal ras Ahok dan bapaknya? Di kubu istana kah? Atau menyatakan penggunaan rumah ibadah sah saja sebagai tempat berpolitik praktis?   Mosok tidak tahu.

Keempat, kebersamaan mana yang sering memainkan isu-isu sektarian, agama, dan sejenisnya di dalam banyak hal untuk kampanya, istana, atau mereka sendiri.  Jika memang istana yang berbuat demikian alangkah lebih baiknya dibawa ke penegak hukum.

Melihat jalannya pola pikir, susah bisa memberikan kesimpulan bahwa istana, Jokowi sebagai produsen isu SARA, menarik jika falsafah menunjuk dengan satu jari teracung dan laninya mengaku, atau ayam berkotek paling keras. Susah melihat ini sebagai sebuah "pengakuan" yang di bawah sadar. Mengapa demikian?

Pertama, Romi ketua umum P3 secara gamblang menyatakan kalau isu PKI berasal dari Obor Rakyat kisaran pilpres lalu. Dan kiatan PKI ini banyak termasuk etnis Jokowi dan kawan-kawan sejenisnya masif juga lewat penggiringan opini. Meskipun tidak diakui dan itu bukan bagian formal pemenangan, yang jelas mereka tahu.

Kedua, ini pancingan, jika ada yang melaporkan sebagai fitnah, akan dijadikan sumber, presiden baper, pemerintah otoriter, dan sebagainya. Hal yang dengan mudah terbaca dengan gamblang.

Ketiga, meskipun selalu dibantah, hukum peradilan juga tidak membawa bukti dan fakta hukum, namun banyak kisah situs hoax dan ujaran kebencian berkaitan dengan petinggi-petinggi siapa. Banyak yang sudah paham dengan hal-hal ini.

Sikap presiden, barisan pendukung presiden yang membiarkan sudah pada jalur yang tepat. Tidak ada gunanya, banyak cemoohan justru terarah pada pembuat pernyataan, yang menilai sebagai blunder, dan ya segitu levelnya.

Justru Prabowo yang harus bertindak, sebagaimana SBY menegur Roy Suryo, karena perilakunya sangat berbahaya. Bukan menambah simpati pada Prabowo, apalagi keterpilihan, malah membuat orang enggan memilih karena model alur pikir gak karuan begini, bagaimana ketika memimpin negeri. Prabowo bukan Jokowi yang harus bertindak.

Sangat tidak penting istana menjawab tudingan tidak ada dasar-dasar untuk menyimpulkan istana sebagai produsen isu SARA. Jadi biarkan saja, tidak perlu menjadi tanggapan dari istana, yang akan sangat merugikan.

Alangkah jauh lebih berkelas, dan berkualitas, jika wakil ketua partai politik ini membawa apa yang ia tahu, yakini, dan ungkapkan itu ke pihak kepolisian dan dewan jika memang ada bukti valid, fakta yang benar, bukan semata tuduhan asal saja.  Presiden bisa diganti karena melanggar hukum.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun