Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Lain Prabowo, "King Maker" atau Capres

18 April 2018   07:49 Diperbarui: 18 April 2018   17:01 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dilema Prabowo dan partai Gerindra ini tidak main-main, kupasan kemarin, soal dilema siapa yang akan diusung menjadi cawapres, mengambil dari kader PKS atau PAN dengan segala tarik ulurnya jelas. 

Sisi lain dilema lain pun tentu menjadi beban Prabowo dan Gerindra. Bagaimana mereka paham menggenjot suara untuk capres Prabowo sudah sangat sulit, kisaran yang sama, tidak signifikan benar. Dengan mengandalkan cawapres oun potensinya tidak ada yang cukup menjanjikan. Lihat yang ini.

Tentu banyak pihak, baik sebagian kader dan pihak sahabat seperti PKS cenderung untuk memberikan tiket capres kepada sosok lain. Toh ini juga bukan jaminan mulus dan menjual sebagaimana hitung-hitungan dan asumsi semata. Beberapa hal bisa menjadi indikasi cukup jelas.

Pengalaman Prabowo ketika  ada konvensi partai Golkar. Sikap Golkar yang tidak solid dan tidak mendukung hasil konvensi, namun figur tentu masih kuat dalam benak Prabowo, dan banyak pihak yang waktu itu belum tahu apa-apa akan hal ini. Prabowo tahu persis bahwa partai politik yang tidak solid mengusung kader susah untuk menghasilkan suara. Padahal dua partai utama dalam koalisi mereka pun sedang menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan.

Siapa yang mau diberikan mandat untuk menjadi capres. Sangat menarik, tentu ada nama yang cukup kuat dalam diri Gatot Nurmantyo. Namun apakah cukup besar peluangnya untuk bisa mengejar ketertinggalan setelah usai pensiun ini? Waktu yang ada relatif sangat singkat, belum lagi "pergolakan" partai sendiri yang tidak mudah untuk memilih dan menyatakan ya pada nama Gatot misalnya.

Pertanyaan akan muncul, siapa Gatot ini? Misalnya  masuk menjadi kader Gerindra, jauh lebih mudah, tinggal dilema PAN dan PKS yang masih bisa diatasi. Jika menjadi kader PAN, malah menjadi masalah baru. Ada dua potensi, antara Zulkifli yang maju atau Gatot. Ini masalah juga. Kalau PKS cenderung tetap kekeh dengan 9 nama yang ada.

Menarik jika menjadi kader PAN. Mereka relatif bersih dari kader eks militer. Tidak sebanyak partai  lain di dalam tubuh PAN jarang terdengar nyaring berasal dari militer. Tentu menjadi warna baru untuk itu. Orang kuat, bintang empat, dan memiliki elektabilitas cukup signifikan.

Ketika menjadi kader siapa masalah pelik belum usai. Waktu. Hal ini tentu sangat susah diakali. Bagaiamana tidak, denganw aktu yang mepet, belum juga ada deklarisi, belum lagi konsoldasi, akan terjadi pasangan dadakan yang tentu tidak akan menjadi pasangan solid dan menjanjikan bagi bangsa dan negara. Semata mendapatkan kursi ketika menang bingung sendiri. Ini masalah krusial bagi bangsa dan negara lho.

"Perpecahan" yang tidak mudah untuk disiasati dan diselesaikan. Bagaimanapun loyalis Prabowo presiden susah untuk bisa menerima keadaan dengan legawa, atau ikhlas melepaskan begitu saja kesempatan mendukung Prabowo ke pihak lain. Potensi sangat  besar risikonya, yang tentu tidak diinginkan Prabowo dan Gerindra.  Mereka bisa saja berulah dengan berbagai pilihan, menggembosi atau golput. Sama-sama kontraproduksi. Ingat perpecahan partai politik biasanya soal beginian. Prabowo tahu banget, beda dengan politikus kemarin sore yang belum banyak mengalami hal beginian.

Deklarasi, safari politik, dan sejenisnya sudah banyak dilakukan oleh para pengebet kursi. Nah ketika Prabowo masih dalam dilema ini, para kader dan calon masih belum bisa bergerak. Padahal Imin, dan lain-lain sudah ke mana-mana dengan menjajakan calon yang belum tentu juga dipilih. Relawan Gatot pun masih bingung kog, kerja untuk apa, muara belum jelas. Pengenalan saja tidak cukup dengan cara yang belum jelas mau apa ini.

Tentu hal ini sangat merugikan kebersamaan yang mau diusung. Padahal Zulkifli pun didengungkan sebagai capres dala banyak spanduk di jalan dna kantor PAN. Nah ketika tiba-tiba turun, apa tidak jadi tertawaan atau minimal guyonan lah. Sama juga PKS, mau siapa yang dibrandkan. Sembilan nama masih memiliki potensi yang sama. Jika sudah ada kepastian yang cukup lama bisa dibangun nama yang cukup menjual.

Prabowo sebagai politikus yang sudah cukup lama mengenal benar peta perpolitikan nasional tidak serta merta yakin dengan nama-nama yang disorongkan itu, baik sebagai kandidat presiden alternatif, ataupun sebagai cawapres mendampinginya. Dengan hasil suurvey yang relatif sama saja, berbagai rilis survey yang tidak jauh bergerak, peta yang sama, sangat sulit untuk berani dengan percaya diri dan lantang menyatakan ini atau itu.

Pertimbangan yang sangat panjang dan lama pun membuat gesekan partai dan kader bisa menjadi panas dan salah bicara yang berujung merugikan. Spekulasi demi spekulasi perlu diberi sebentuk signal jelas agar menjadi adem kembali. Hal ini memang tidak mudah dengan enteng kubu lain bisa dengan leluasa untuk apa saja.

Apa yang sangat mendesak dilakukan adalah tidak perlu membuat blunder, kritikan tak berdasar, dan pilih dengan mantab untuk apa. Memang risiko harus diambil.  Paling tidak ada kesempatan untuk menawarkan apa yang bisa ditawarkan memang dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun