Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kala Politikus Satu Ini Enggan Sendirian di Penjara

14 April 2018   05:20 Diperbarui: 14 April 2018   07:23 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kala politikus satu ini enggan sendirian di penjara, drama korupsi yang menyeret mantan ketua DPR memang asli paling riuh rendah. Begitu banyak nama yang diseret olehnya. Lahirlah drama tiang listrik, skandal rumah sakit dengan bak pao dan pengacara yang ikut tersidang, juga ada susu dibalas air tuba. Jurnalis, pengacara, dokter, ikut jadi terlibat di dalamnya.

Drama ini ternyata belum usai, nampaknya akan makin panjang, baik yang asal bicara, asal memberikan mengatakan nama, dan yang memang ada indikasi yang cukup kuat memang ikut menikmati aliran uang yang memang enak itu.

Susu dibalas air tuba, hanya dari catatan yang seolah dipertontonkan kepada jurnalis, yang suka iseng dan seneng dapat durian runtuh. Cukup panas dan ada respon dari Presiden ke enam kalau apa yang disampaikan Setya Novanto bak susu dibalas air tuba. Usai itu juga diam, tidak ada tindak lanjut, tidak ada lagi pembicaraan. Semua usai begitu saja.

Jelas drama dan menyerat banyak pihak lebih awal dari itu. Bagaimana ia yang menghilang ketika dipanggil, menabrak tuang listrik, ada bakpao, dan kemudian drama tidak bisa disidang hanya untuk menunggu praperadilan jilid duanya. Semua kalah oleh kerasnya jaksa untuk tetap menyidang hari itu, dan gugur lah praperadilan jilid 2-nya.

Drama masih ada ketika, pengacara yang dipecatnya, ternyata terserat kasus hukum demi merekayasa keberadaannya   agar  tidak  bisa disidang, sehingga ada kesempatan praperadilannya lolos lagi. Ini pun membawa korban lain, yaitu dokter rumah sakit yang mau tidak mau harus terlibat untuk menyatakan kondisi buruk dan dimungkinkan untuk membuat sidang perdana di pengadilan negeri menjadi terhambat, potensi bebas dalam praperadilan terjadi.

Kini, dalam pembelaan diri atas tuntutan, ternyata masih juga menyangkut pihak lain. Di mana koleganya sendiri, baik di partai politik sekaligus dewan, Agun Gunanjar, ia sebut menerima uang KTP-el yang memang begitu besar itu. Ini kolega baik di dewan pun di partai politik.

Berkaca dari situasi ini, juga budaya korup yang tidak akan pernah sendirian, berbagai pihak terlibat, apalagi dengan super jumbo dan mega proyek KTP-el ini, apa iya ketua fraksi kena, ingat Setnov dulu adalah ketua fraksi, apakah "atasannya" tidak juga mendapatkan bagian?

Sisi sebelah, kemendagri. Apakah juga akan aman saja, ataukah nanti dalam putusanakan ada lagi nama yang terserat dan ikut arus Setya Novanto yang ombaknya menggulung begitu banyak nama dan pihak. Kali ini, babak ini, justru yang sisi kecilnya, orang yang coba "melindungi" dalam arti prbadi Setya Novanto. Akankah sisi kuat, ingat dia sangat berkuasa dalam hal ini, juga akan terseret ombak yang telah menggegelak ini?

Kolaborasi, kerjasama, dan tidak pernah sendirian, salah satu ciri besar dan mendasar korupsi, apalagi sebesar KTP-el ini. Jika demikian, tentu  nama besar berpotensi akan terkena juga.  Apa yang telah dikatakan Setya Novanto, pun oleh bekas bendahara umum Demokrat itu patut menjadi semacam catatan, tidak mesti dipercaya sepenuhnya, namun menjadi catatan untuk mendapatkan perhatian.

Berapa banyak orang yang pernah dinyatakan oleh mereka berdua. Jika memang keduanya menyatakan, bisa mereka dulu diminta memberikan dulu, pernyataan bahwa memang ini benar, bukan hanya isapan jempol, apalagi hanya karena tidak mau sendirian. Pernyataan ada, sudah jelas ada salah satu bukti. Menemukan bukti lainnya sebenarnya tidak sulit, karena alirannya demikian jelas kog.

Keberanian KPK untuk membuat terobosan, meninggalkan praduga tak bersalah dalam kasus luar biasa ini. Bagaimana mau  memberantas korupsi kalau pembelaan demi pembelaan yang ujung-ujungnya juga kena juga. Pembelaan sepanjang masih bisa tawar menawar, politis, dan itu-itu saja. Keberanian untuk membuat nama-nama yang disebut tersebut untuk mendapatkan prioritas pemeriksaan. Temukan dengan yang menyebut, buka rekening dengan bantuan PPATK. Saatnya kolaborasi dengan penegak hukum.

Jika para "pelindung" level biasa sudah berani KPK sidangkan, patut juga petinggi yang melindungi, demi kepentingan mereka tentunya. Sangat tidak mungkin Setnov bisa melanglang seenaknya selama ini hanya dinikmati sendiri. Atau selama ini bisa menang praperadilan, lepas dari kasus ke kasus jika tidak ada "pelindung-pelindung" level atas.

Jika UU MD3 bisa minta bantuan polisi, saatnya juga KPK, kejaksaan, dan kepolisan "menggeroyok" para pelaku maling mega proyek. Mulai Hambalang, Century, dan tidak ketinggal KTP-el ini. Bukan lagi waktunya untuk mengedepankan ego sektoral semata, namun membiarkan negara ini makin terpuruk.

Saya yakin, sangat yakin kog para petinggi itu tahu siapa saja yang ikut makan uang mega korupsi apapun namanya. Karena tersandera politis, tersandera sama-sama pernah makan bareng makanya pura-pura tidak tahu atau tidak melihat, atau merasa hutang budi.

Apakah akan selalu usai begitu saja dengan berhenti pada orang tertentu demi "melindungi" pihak lain yang lebih besar?

Saatnya buka-bukaan semua, sehingga negara bisa lebih baik. Mosok negara kog pretasinya dalam hal korupsi saja.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun