Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jadi Yesus itu Berat: Pengalaman Visualisasi

30 Maret 2018   15:00 Diperbarui: 30 Maret 2018   15:15 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi Yesus itu berat, pengalaman visualisasi. Pengalaman sekian lamanya, namun masih kuat beberapa hal yang terjadi selama latihan hingga pelaksanaan. Visualisasi jalan salib biasanya dilakukan oleh paroki-paroki tidak secara rutin. Energi dan waktu yang sangat banyak sering menjaid pertimbangan. Pengalaman ini bersama OMK Paroko St. Kornelius Madiun dan sebuah kampus di sana.

Nah saya bersama dua teman lain dipilih untuk seleksi menjadi pelaku utama dalam visualisasi jalan salib ini. satu teman terlalu gemuk, satunya terlalu kurus dan kecil. Mau tidak mau, akhirnya saya. Dua hal paling sayang ingat sekian tahun lalu, lebih sepuluh tahun padahal.

Pertama, pas gladi resik, ini hanya gladi resik lho. Dalam dialog persidangan Yesus, ada imam kepala dan kaum Farisi yang mencari pengakuan. Nah di sinilah peristiwa pertama yang berat itu terjadi. teman kuliah, membuka wig saya, padahal saya tutupkan ke muka, biar orang tidak tahu, ssaya cengegegasan, atau serius, eh teman yang sontoloyo ini membukanya, dan berteriak, Lihat wajah orang ini.....asli semprul tidak ada di skenario seperti itu. Mau tidak mau jadi serius lah.

Dan diikuti seorang yang jadi tokoh imam kepala, tahu tidak yang dilakukan, meludahi muka, slow motion,ludah yang segumpal itu melayang dan menempel di pipi. Lambatnya ludah segumpal hingga menempel di pipi itu masih teringat. Padahal selama latihan meludah ke lantai. Dan pluk, ludah itu pun menempel dengan bagus di pipi.

Kedua, sangat luar biasa. Nah dalam Kitab Suci kan ada jatuh ketiga, dan itu sudah habis tenaga, serius ini. pas jatuh itu prajurit, teman kuliah, saya pas melirik ke balik badan, ayunan kakinya itu haduh betapa keras kaki itu akan menerpa perutku, dan benar, sampai membalikan badan tendangan itu. Ini serius bukan hanya akting.

Usai ibadah yang serius itu, kepala prajurit yang sudah bertahun-tahun jadi panglima penyaliban minta maaf, "Edan   ki Sus, prajurit tahun ini kesetanan...."Asli sadis bener.

Saksikan di sini.

Itu pengalaman.   Dalam film Passion of Christ,Mel Gibson keren membahasakan dalam gambar. Beberapa kali menonton, satu yang sangat berkesan, ketika Yesus disiksa, sebelum diarak dan disalib. Saat disiksa dengan cambuk yang bisa membuat daging terkoyak dan lepas dari tulang dan kulit itu. Ada seorang ibu yang menggendong "bayi iblis" yang terbahak. Dalam renungan saya, Yesus melakukan banyak hal, termasuk menyerahkan nyawanya, toh umat manusia yang hendak ditolong malah memilih iblis.

Senyum dan tertawa dalam gendongan gambaran iblis yang menang atas penyaliban Yesus. Ia tidak usah susah-susah toh tetap dipilih oleh orang yang bahkan akan diselamatkan oleh Yesus, yang bahkan malah dibunuh.

Ini hanya sebentuk renungan yang sangat bersifat sangat personal. Apa yang terjadi dalam pengalaman melakukan visualisasi jalan salib, ataupun karena film, adalah pengalaman rohani pribadi. Bisa saja orang lain menganggap hal biasa, dan juga bahwa bisa sangat berbeda pada orang lain.

Refleksi itu akan bermakna dan bernilai personal. Tidak ada yang bisa membenarkan atau menyalahkan, penghakiman dan penilaian tidak bisa karena memang belum tentu orang lain berpikir, menemukan, dan mendapatkan hal yang sama.

Setiap kali mendengarkan kisah sengsara ini akan ada hal yang baru. Tidak bisa sama satu dengan yang lain. tidak ada yang salah, semua bisa saja demikian.  Hasil yang diperoleh bisa menjadi berkat untuk perubahan perilaku, namun bisa juga tidak memberikan efek apapun dalam kehidupan secara hidup sehari-hari, ataupun dalam kehidupan rohani.

Relasi bersama dengan Allah dan sesama, menjadi buah yang jelas bagaimana buah rohani itu berdampak. Di sanalah kualitas iman itu. Bukan pengakuan atau klaim, namun bisa dirasakan dan penilai itu dari perbuatannya.

Salam

https://www.youtube.com/watch?v=CKLM6FMMRR8

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun