Kebocoran data  user dan Pilpres, di balik bayang-bayang Cambridge Analytica,  tentu pilpres yang berbeda tempat dan waktu. Mengapa  menggunakan isu? Karena cenderung masih spekulatif dan kurang begitu valid, pun masih terlalu dini juga.Â
Berbeda dengan panenan data via FB yang memang sudah diakui, meski ada beberapa pihak yang merasa menjadi korban, karena meyakini sumber datanya sah.
Ada tiga tema besar dalam artikel ini, mengenai panenan FB yang sudah begitu kuat menjadi bahan pemberitaan. CambridgeAnalytica,yang mengolah data pengguna media sosial FB untuk memetakan pandangan politik yang kemudian dikembangkan dengan tujuan mempengaruhi pemilihan presiden, dalam hal ini Presiden Trump.Â
Menarik karena akan berdampak luas dan panjang bagi perpolitikan Amerika. Jika terbukti memang ada kecurangan dan pengubahan persepsi dengan tidak patut, negara yang menglaim sebagai demokrat dunia itu akan malu.
Tema kedua, mengenai isu kebocoran data pendaftaran simcardbeberapa waktu lalu. Ada sekian puluh juta data yang dikirim ke suatu negara untuk diolah bagi kepentingan salah satu kandidat kuat dalam pilpres.Â
Sangat menarik, mengapa? Jika Amerika yang diduga menggunakan jasa untuk memberikan  pengaruh adalah calon yang posisinya lemah, bahkan cenderung sangat lemah, kalau di sini yang mendapatkan tuduhan adalah yang kuat. Tentu beda lagi kasus dan pendekatannya.
Pilpres, sebagai ulasan ketiga. Bagaimana ada dua isu besar, salah satu memang mendekati fakta karena sudah ada pengakuan, kedua cenderung masih jauh karena masih sebatas spekulasi, dan cenderung asal-asalan.Â
Berbeda dengan kasus di FB itu bahkan terbukti kandidat yang posisi lemah bia menjungkalkan keadaan. Â Bagaimanapun tetap perlu waspada, terutama para pelaku secara langsung pemilu, KPU dan jajaran, Bawaslu dan jajaran, pun partai politik.
Perubahan itu penting dan sah-sah saja, namun jika orang yang sejatinya tidak patut karena rekam jejak dan kebiasaan buruknya yang lebih kuat namun menang dengan berbuat curang, tentu lebih baik tidak.Â
Seorang dosen filsafat menyatakan kalau pemilu bukan mencari yang terbaik namun menyingkirkan si jahat dari kekuasaan, sejatinya  harapan baik, namun jika jalan demokrasinya tidak semestinya, apakah akan ada harapan baik untuk itu? Hal yang susah bukan?
Pencurian  data nampaknya sangat kecil dari media sosial kita, karena politik bangsa ini telanjang bulat-bulat. Tidak ada lagi rahasia, bahkan menelikung dengan terang-terangan saja sangat biasa. Bagaimana ada partai politik seenaknya saja mendukung sekaligus menelikung pemerintah dengan gagah berani kog. Artinya apa? Peta sudah jelas, tidak perlu melakukan pengambilan data dengan ilegal.
Perlu perhatian, meskipun telah telanjang, bisa saja, karena kemudahan bangsa ini di dalam membuka data pribadi. Belum menyadari pentingnya identitas pribadi sebagai  hal yang amat rahasia. Lha nyatanya negara sendiri belum sepenuhnya menilai ini penting. Lihat kualitas KTP-el dan kacaunya penomoran dalam KK dan KTP.
Bank data yang masih karut marut, satu lembaga dengan lembaga lain masih juga berjalan sendiri-sendiri. Belum ada sinergi sebagai sebuah pemerintahan yang utuh, sistem, namun masih egosektoral, orang dan ya kuno artinya.
Namun apakah iya, model demikian akan terus terulang? Pemutaran fakta dan data sudah sangat biasa. Apakah tetap dengan cara demikian demokrasi ini hendak dibangun? Apalagi jika berkaca pada Amerika sebagai negara yang menglaim diri sebagai demokrat sejati, pioner demokrasi, pun masih melakukan perilaku demokrasi yang begitu buruk, janganlah kita malah mengatakan kan tidak apa-apa, Amerika saja melakukan.
Kelemahan yang perlu mendapat perhatian juga adalah melek media, melek media sosial, dan melek teknolohgi masih sangat lemah. Bisa saja karena tawaran hadiah, gratis ini dan itu, dengan segera memberikan data pribadi yang bisa dijadikan apa saja oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tentu apa yang terjadi dengan CA dan panenan data FB itu bisa saja tidak terjadi, namun tentu bahwa berhati-hati juga penting, sehingga tidak ada tuduhan, tuntutan, dan klaim kemenangan siapapun yang nanti jadi presiden sebagai kecurangan. Panenan data ini fakta, artinya bisa saja di sini juga terjadi.Â
Jika, sekali lagi apabila terjadi di sini, apa akibatnya dan apa yang akan terjadi? Masih ingat bukan periode lalu, yang di mana-mana peradilan menyatakan menang sah dengan kecurangan atau kesalahan yang tidak signifikan (tentu tidak ada sistem yang sempurna bukan?, dan toh pihak lain juga melakukan hal yang tidak berbeda), akibatnya masih terasa hingga kini.
Syukur bahwa media sosial yang berpotensi merusak demokrasi dengan berbagai nama dan sepak terjangnya sudah mulai ditertibkan dengan berbagai konsekuensi. Menyimak perilaku ini pun sangat mungkin pengakuan kalau berbuat curang sebagaimana CA adalah hal yang mustahil.
Harapannya adalah demokrasi lebih baik, bukan soal siapa jadi apa, namun bangsa ini lebih beradab lagi daripada yang sudah-sudah. Semua pasti bisa.
Salam
Terima kasih untuk Kompasianer Mbak Yun atas ide dan gagasannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H