Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pertanyaan Ini untuk Sudirman Said, Apa Wajar?

17 Maret 2018   17:20 Diperbarui: 18 Maret 2018   09:19 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertanyaan ini untuk Sudirman Said, apa wajar, apa malah kurang ajar? Menarik tentu karena untuk memilih Prabowo apa Jokowi, tentu ada hitung-hitungan politis yang sangat tidak mudah. Jawaban normatif yang sangat normal sebenarnya. Menjadi panas karena kondisi yang tidak mendukung untuk bisa dengan mudah diterima sebagai hal yang wajar.

Beberapa hal yang membuat itu tidak mudah adalah;

Pertama, Jawa Tengah, terutama Solo adalah tempat kelahiran dan besarnya Pak Jokowi. Pilihan menohok ini tentu tidak pas untuk dijawab dengan setegas oleh Pak Ganjar. Meskipun susah untuk menerobos Solo, tentu sangat naif jika melepaskan begitu saja kemungkinan sekecil apapun bagi pak Sudirman.

Kedua, keberadaan partai pendukung yang berbeda pilihan politik tentu menentukan perbedaan jawaban. Kembali, bahwa sangat menguntungkan bagi Pak Ganjar yang mendapatkan dukungan bulat dari partai yang sama dan sehaluan.

Ketiga, ada keraguan bagi Pak Sudirman apakah sangat signifikan suara yang diperoleh jika pun menyebut kedua nama, impilkasi sangat panjang. Jelas simalakama karena partai pengusungnya dua belah pihak. Mau memilih Pak Jokowi, jelas ngawur. Mau memilih Pak Prabowo jelas tidak nyaman dengan PKB dan Bu Ida.

Keempat, kebiasaan Pak Sudirman yang bukan politikus tulen. Tetap tidak bisa dengan mudah menjawab ala politikus. Hal yang jelas berbeda dengan apa yang dilontarkan Pak Ganjar.

Usai dari fakta yang ada, kini ada dua kubu yang cukup kuat berpengaruh, sisi PKS dengan sikap normatif yang wajar dari Pak Sudirman sebagai hal yang baik. Jelas hanya sebatas normatif, bukan masalah besar. Berbeda dan sangat dipahami kemarahan kubu Gerindra yang merasa "terlecehkan" atas jawaban mengambang itu.  Sangat logis dan sangat bisa dipahami.

Apa yang terjadi, nasi telah menjadi bubur, tidak bisa lagi dipaksa jadi nasi. Sangat realistis adalah membiarkan itu tidak perlu berlarut-larut. Tidak perlu meradang dan marah di media dan publik dari kubu Gerindra. Biarkan berlalu, tidak perlu juga berlebihan menuntut panitia segala, meskipun memang tidak patut bahwa pertanyaan yang sangat tidak berimabng itu bisa terlontar.

Sangat merugikan satu pihak dan menguntung pihak lainnya, meskipun jika dikemas dengan baik tidak akan signifikan. Mengapa? Jelas latar belakang keduanya demikian, pun partainya.

Justru apresiasi bisa diberikan bahwa Pak Sudirman berhitung dengan cermat bukan emosional. Hal yang jarang ada dalam peta perpolitikan bangsa ini. Toh hingga pertanyaan itu terlontar belum ada kepastian Pak Prabowo maju. Memang susah akan mengatakan mengapa tidak dijawab kan belum pasti.

Jika partai politik pengusung malah riuh rendah mengurus apa yang sudah terjadi, apalagi kemudian kecewa, dan marah, sangat merugikan. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sangat mendesak adalah perbaikan ke depan, bukan malah fokus pada apa yang sudah lewat. Biarkan apa yang sudah terucap sebagai pelajaran berharga.

Meskipun jelas saya tidak akan memilih Pak Sudirman Said, toh saya tidak setuju dengan pertanyaan itu. Beda jika itu dilakukan Deddy Corbusier dalam acaranya, biasa kan dia bertanya untuk memilih satu di antara dua tanpa waktu berpikir cukup panjang. Ini politik bukan infotaimen ini yang tidak pas oleh panitia debat.

Hal yang sangat kecil, dan tidak signifikan, seperti pengurus Gerindra lain menyatakan, tidak mempermasalahkannya. Tentu hitung-hitungan politik perlu kecermatan dan kedewasaan. Hal yang tidak mudah diterima dengan begitu saja. Apalagi jika hanya semata emosional saja. Pertimbangan yang sangat tidak mudah menghadapi kandang rival, dukungan pun tidak main-main.

Massa mengambang yang perlu diyakinkan itu bisa saja menjadi tertarik. Rasionalitas politik ada pada ranah ini. jika emosional tentu akan menjawab dengan ketergesaan dan bisa malah menjadi bumerang yang fatal.

Pilihan PKS dan beberapa elit Gerindra yang tidak mempermasalahkan secara publik dan berlebihan tentu jauh lebih bijaksana. Tidak bisa mengubah keadaan dan fakta yang ada. Memperuncing masalah ini justru menambah lubang makin dalam.

Konsolidasi dan menemukan celah untuk membuat keadaan berubah dan berkembang menjadi lebih baik jauh lebih penting. Suka atau tidak, melawan incumbent yang tidak mengalami masalah hukum berlebihan, itu tidak mudah. Apalagi partai pengusung pun tidak sebanding.

Dengan dua pasang yang keduanya "terkenal" dengan  kubu yang berbeda memang sangat panas. Berbeda dengan Jabar yang banyak calon atau Jatim yang kubunya tidak "sengit". Pilkada jawa Tengah disukai oleh penggemar politik panas dan adanya friksi yang sengit.

Pelajaran berharga untuk KPU, Bawaslu, dan jajaran peyelenggara lain untuk memilih dan memiliah pertanyaan dengan lebih bijaksana lagi. Jangan sampai keadaan yang biasa saja menjadi luar biasa hanya karena adanya ketidaksengajaan kecil seperti ini.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun